Datang lah! Aku Akan Mengatakannya

3.3K 258 13
                                    

"Aku tak lelah menunggu mu, hanya saja posisi yang sudah lama kau tinggalkan, aku ingin kau mengisinya kembali. Ambil posisi mu kembali Zi...Menikah lah dengan ku"

Ku basahi bibir ku yang terlampau kering. Ku tarik tangan ku dari genggamannya dan memberinya senyum menenangkan. "Xell...tenang lah, aku hanya mempersiapkan diri ku untuk menerima mu kembali. Bukannya aku tak percaya dengan pernikahan yang kau tawarkan, tapi....

Aku juga butuh waktu untuk menghilangkan semua pikiran tentang pernikahan yang kita lalui dulu. Sejujurnya aku masih takut untuk melakukannya lagi"

Dia menunduk. "Maaf...Aku menyesalinya"

Aku menggeleng. "Tidak. Kau melakukan keputusan yang tepat. Mungkin sampai kau tak menyadari perasaan ku malam itu, aku juga akan merasa bersalah pada diri ku sendiri karena menerima pernikahan itu"

"Dan aku makin merasa bersalah karena aku menceraikan mu disaat hati ku sepenuhnya juga jatuh cinta pada mu. Maaf" ia diam sejenak. Menghelas nafas berulang kali. "Andaikan malam itu aku meminta mu memberi ku sedikit waktu untuk meresapi perasaan ku, aku tak akan se-menyesal ini" senyum nya getir. Aku menatapnya sendu. Ia mengusap lengan ku dengan lembut. "Besok kita bertemu lagi. Sampai jumpa"

Aku memandang punggung nya yang berlari menjauh.

Ku kira diam adalah cara terbaik untuk mencintai nya. Tapi setelah aku tau dia memendam perasaan yang sama dengan ku, apakah diam ku masih jalan terbaik untuk mencintainya?

Andai dia tau aku lah pihak yang paling menginginkan pernikahan ini sejak dulu hingga sekarang. Seperti wanita pada umumnya, aku juga tak mau hidup melajang seumur hidup ku. Aku tak mau menjadi wanita semengenaskan itu.

Meski aku pernah memikirkan untuk jadi salah satu wanita yang paling mengenaskan, tapi pikiran itu lenyap saat dia kembali berdiri di hadapan ku membawa hati yang ku harapkan. Pernikahan yang ingin aku lakukan hanya untuk berdiri di sampingnya.

Seberapa lebar luka yang ditorehkannya, seberapa besar kecewa ku padanya, hati ku tak pernah membeku dan seterusnya tak akan pernah membeku. Karena hati ku tau persis siapa pemiliknya dengan sangat jelas. Hati ini tak pernah menolak memahat nama itu seumur hidupnya disana.

*****

Seperti sudah masuk dalam rutinitasnya, Axell setiap hari mengantar jemput ku layaknya pasangan. Kini aku tak perlu berjalan kaki lagi. Aku pernah mengatakan keberatan ku atas sikapnya ini, tapi ia tak mengindahkan penolakan ku.

Kami sedang dalam perjalanan pulang dari kerja. Tapi malam ini, aura yang dipancarkannya berbeda dari sebelumnya. Dia lebih pendiam dengan wajah yang tak biasa pula. Antara kesal dan lelah. Penampilannya pun berantakan dengan rambut yang acak-acakan dan baju yang tak beraturan.

"Kau kelelahan..." simpul ku asal.

"Tidak"

"Kau kelelahan..." aku bersi keras mendengar suaranya yang juga terdengar dingin.

"Maaf..." kami diam lagi. Axell sesekali melirik ku. "Kau marah?"

"Tidak"

Ia menghembuskan nafas besar. "Mau temani aku makan?" suaranya mulai tenang.

Aku menyenderkan tubuh ku, memandang lurus ke depan. "Aku bisa membuatkannya di rumah"

"Baiklah. Aku akan mampir sebentar"

Setelah sampai aku masuk duluan meninggalkan Axell yang sedang memarkirkan mobilnya. Bukannya aku marah, hanya saja suasana malam ini...aku tak menikmatinya.

Please, Accept My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang