Bagian~23

4.4K 507 34
                                    

Sudah lebih dari seminggu sejak Sadi keluar dari rumah sakit karena insiden yang terjadi ditoilet restoran waktu itu. Kini Sadi sudah merasa jauh lebih baik dan sedikit merasakan ada yang berbeda dari dirinya yang tak Sadi ketahui apa penyebabnya.

Sejak pulang dari rumah sakit, Sadi juga mendapatkan perlakuan yang sangat jauh berbeda dari yang biasanya. Selain kamar tidurnya dipindahkan ke tempat yang jauh lebih bagus dan dipaksakan satu kamar dengan pria itu, tiap malam pria itu juga dengan semaunya sendiri selalu melingkarkan tangannya di tubuh Sadi. Bahkan tangan pria itu kerap kali mengusap ringan bagian perutnya, dan tindakan tersebut selalu berhasil membuat Sadi tak nyaman karena membuat hatinya berdesir dan jantungnya berdebar tak karuan.

Seringkali Sadi berpikir apakah ia memiliki penyakit mematikan, hingga pria itu iba dan memperlakukan ia dengan lebih baik? Atau pria itu sedang menyusun rencana baru untuk kembali membuat ia terlena, lalu kemudian menghempaskan kembali perasaannya hingga tak bersisa?

Entahlah mana yang benar dari dua pemikirannya itu? Yang pasti Sadi sudah mewanti dirinya untuk selalu waspada dan tidak lagi terpedaya oleh apapun taktik yang pria itu lancarkan. Namun satu yang pasti, jika ada sedikit saja kesempatan untuk melepaskan diri dan kembali menghirup udara bebas di luar sana, maka Sadi akan mengambil kesempatan itu bagaimanapun caranya.

"Jangan pegang barang ini. Aku kan sudah bilang, kalau kamu mau makan apapun atau menginginkan sesuatu, tinggal bilang saja sama bik Darsih, atau bilang langsung sama aku sekalian."

Seketika saja Sadi langsung menoleh ke samping saat melihat ada tangan yang mengambil pisau yang sedang ia pegang dalam genggamannnya. Dilihatnya ada kecemasan dari tatapan pria itu saat menjauhkan pisau dari jangkauannya.

Dahi Sadi berkerut samar saat menyaksikan satu lagi keanehan yang ditunjukkan pria itu. Tak hanya sering terlihat takut saat melihat Sadi memegang pisau ataupun benda tajam lainnya, pria itu bahkan menyediakan asisten rumah tangga baru yang katanya untuk meringankan pekerjaannya. Entahlah apa motif pria itu sebenarnya, yang penting baginya hanyalah keinginan menghirup udara bebas, tidak lagi terkekang seperti saat ini.

Memang harus Sadi akui, tinggal di dalam rumah yang bagai penjara untuknya ini, segala keperluan Sadi selalu terpenuhi. Mulai dari barang remeh, seperti sabun, sampo, odol dan sikat gigi, sampai barang pribadi seperti pakaian dalam dan pembalut. Dari semua barang yang disediakan untuknya itu, Sadi seringkali bertanya dalam hatinya, bagaimana pria penghancur masa depannya itu menyediakan semuanya untiknya?

"Ngelamun apa sih? Sampai berkerut gini keningnya?" tanya Rendra dengan tatapan sayang yang tak ditutup-tutupi sembari mengelus kening berkerut wanitanya itu, dengan harapan agar apapun beban yang memberatinya bisa sedikit saja berkurang.

Usapan lembut di keningnya membuat jantung Sadi berdetak lebih cepat dari semula. Ah... penyakit aku kumat lagi, keluh Sadi dalam hati. Entah mengapa, beberapa waktu belakangan ini, setiap pria di depannya ini melakukan kontak fisik yang berupa usapan lembut atau sekedar menyeka keringat di dahinya, penyakitnya pasti langsung kambuh.

"Nanti, lewat tengah hari, kamu siap-siap, soalnya aku mau ngajak kamu ke suatu tempat."

"Kemana?" tanya Sadi singkat.

Rendra tersenyum samar saat akhirnya wanita di depannya ini mau membuka suara meskipun hanya satu kata. "Kamu ingat kan waktu kita pergi ke rumah teman aku?" melihat wanitanya mengangguk, Rendra kembali berkata, "Nah, istrinya teman aku itu baru aja melahirkan. Jadi kita ke sana buat ngasih selamat sekaligus ngantarin hadiah buat anaknya yang baru lahir. Kamu mau kan ke sana?"

Seketika bayangan sosok wanita bertubuh mungil dengan perut besar membayang dalam benak Sadi. Sosok wanita yang masih sangat muda dan begitu ramah kepadanya, membuat Sadi ingin sekali lagi berjumpa dan berbincang dengan sosok itu. Maka jawaban yang Sadi berikan sudah pasti anggukkan kepala ringan, yang artinya menyetujui walaupun tanpa berkata-kata.

Harapan Di Ujung Senja [TTS #2 | TAMAT]Where stories live. Discover now