Bagian~10

4K 401 17
                                    

Hal pertama yang dilihat Sadi saat membuka matanya pertama kali adalah cahaya lampu yang mampu membuat matanya menyipit karena silau. Dari sedikit pengamatannya yang singkat, Sadi mengetahui bahwa saat ini ia sudah berada kembali di dalam 'sangkar' besinya.

Beberapa saat terdiam, Sadi bisa merasakan kekosongan yang sangat di dalam jiwanya. Kekosongan yang Sadi ketahui karena lagi-lagi ia harus kehilangan orang-orang yang menjadi alasannya untuk kuat dan terus melanjutkan hidup. Teringat akan hal itu, Sadi hanya mampu menghela napas berat karena rasa sesak di dadanya, seakan-akan terdapat segumpalan batu yang menghalangi jalur pernapasannya.

Entah bagaimana prosesi pemakaman kakaknya berlangsung? Sadi hanya bisa berharap akan adanya sedikit saja rasa kepedulian di hati pria itu untuk memakamkan kakaknya dengan layak. Karena kalau tidak, Sadi yang sedari kecil selalu diajarkan oleh ibunya untuk memaafkan apapun kesalahan seseorang bisa menjamin bahwa untuk pertama kalinya ia akan membenci orang dengan sangat.

Sudah cukup rasanya segala kesedihan yang Sadi tanggung selama ini, jangan sampai kesedihan tersebut diperburuk karena mengetahui jika mungkin saja jenazah sang kakak ditelantarkan begitu saja oleh pria tak berperasaan itu. Sadi juga merasa bahwa selama belasan tahun hidupnya di atas dunia ini barulah sekarang merasakan kekosongan yang sangat. Kekosongan yang didasari oleh kesadaran bahwa untuk ke depannya nanti tidak akan ada lagi sanak keluarga yang menemani. Biarpun dulu sang kakak berada dalam kondisi koma, Sadi bisa merasakan sedikit kebahagian akan harapan bahwa suatu hari nanti kakaknya akan bangun dari tidur panjangnya, untuk kemudian menemani harinya yang sepi. Tapi untuk sekarang, Sadi seakan tersesat dalam jurang gelap tanpa dasar.

Mungkin inilah yang dinamakan dengan nerakanya dunia. Kehilangan kebebasan karena menjadi jaminan hutang, keperawanan yang direnggut secara paksa, menjadi budak nafsu bejak dari pria yang tak memiliki hati, dan yang terakhir menjadi sebatang kara di dunia ini.

Hah... sungguh sang Maha pencipta sangat berkuasa membolak-balik kehidupan setiap umatNya. Dari yang serba berkecukupan menjadi serba kekurangan, dari yang bahagia menjadi sedih, dari yang bebas menjadi terkekang.

Kalau masih boleh berharap, Sadi ingin suatu saat nanti dirinya bisa merasakan yang namanya kebahagiaan.

"Bagus kalau kau sudah sadar. Sekarang, kita bisa membahas lagi mengenai perjanjian kita di awal setelah matinya kakak jalangmu itu."
Belum sempat Sadi membangun kembali puing-puing kesabarannya yang hancur berantakan, pria yang bahkan suaranya pun tidak ingin Sadi dengar malah dengan lantang memberitahukan keberadaannya. Entah bagaimana Sadi harus mengambil sikap saat ini? Namun yang Sadi tahu, bahwa tidak akan ada lagi satupun keluarga yang bisa menemaninya. Hidup sebatang kara dan tinggal menunggu waktu kapan Sadi akan berakhir di tempat sampah.

Jiwa Sadi yang berkelana beberapa saat lalu dipaksa kembali saat Sadi merasakan sakit di bagian pergelangan tangannya. Saat dengan lemah menoleh untuk mencari tahu apa yang terjadi kepada tangannya, hanya helaan napas lelah yang Sadi lakukan saat melihat ternyata pergelangan tangannya telah digenggam sangat erat, bahkan terlalu erat karena Sadi yakin jika pria yang sedang menatap marah dirinya menambah sedikit saja tenaganya, maka pergelangan tangan Sadi bisa saja patah.

Walaupun begitu, sakit yang dirasakan Sadi tidak ia tampakkan di ekspresi wajahnya. Yang ada hanya tatapan kosong saat Sadi menatap balik sosok yang telah memadamkan semua semangat hidupnya.

"Aku sedang bicara padamu. Perempuan ja**ng sepertimu jangan bersikap seolah-olah sedang teraniaya. Karena sungguh, baik kau maupun kakakmu yang sudah mati itu tidak pantas menunjukkan ekspresi yang seperti minta dikasihani. Jadi dengarkan baik-baik sebelum aku habis kesabaran!"

Tanpa bersuara Sadi menanti apa yang ingin malaikat pencabut nyawanya itu katakan. Seperti yang diperintahkan, Sadi memaku tatapannya ke arah pria yang terlihat sekali sudah tidak sabar ingin menumpahkan semua kemarahan melalui tindakkan yang sudah pasti akan melukai fisik dan menghancurkan jiwanya.

Harapan Di Ujung Senja [TTS #2 | TAMAT]Where stories live. Discover now