Bagian~15

3.5K 364 2
                                    

Sesuai janjinya tadi pagi, Rendra yang malam ini terlihat santai dengan mengenai kaos lengan panjang dan celana jins, membawa Sadi ke suatu tempat seperti janji yang diucapkannya.

Dengan mengendarai mobilnya sendiri tanpa pengawalan Bima seperti biasanya, mobil yang dikendarai Rendra mulai memasuki komplek perumahan. Dan hanya perlu melewati beberapa rumah, Rendrapun menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah yang pagarnya telah dibuka lebar, seakan memang sudah mengetahui jika akan ada orang yang bertamu ke sana.

Rendra keluar dari mobil, berjalan memutar untuk kemudian membuka pintu penumpang bagian depan dimana Sadi duduk di sana. Di lihat wanita muda itu masih menatap ke seluruhan rumah berlantai satu yang terlihat sederhana, namun memiliki halaman luas yang ditanami berbagai jenis bunga. Setelah menganggukkan kepala sedikit kepada satpam penjaga rumah yang memberikan senyum tipis untuknya, Rendra mendorong pelan untuk mengikutinya.

Ruang tamu rumah itu memancarkan aura hangat, hingga bagi siapapun yang bertandang ke sana. Untungnya, Rendra merupakan salah satu orang yang memiliki akses bebas untuk bertamu ke rumah ini kapanpun waktunya, dengan catatan jika sang pemilik rumah tidak sedang memadu kasih dengan istrinya yang menawan dan masih sangat muda.

"Eh Ren, kapan nyampenya?"

Sapaan hangat itu membuat Rendra mengulas satu senyum tipis saat melihat Nara yang terlihat sangat santai dengan hanya mengenakan sarung juga kaos berlengan pendek sambil menggandeng sang istri yang perutnya terlihat membuncit.

"Baru juga nyampe, Nar." sahut Rendra lugas.

Sahabatnya itu hanya mengangguk ringan, kemudian menoleh ke arah yang menatap wanita yang masih betah dalam keterdiamannya di samping Rendra.

"Yang, ajak temannya Rendra gih ke kamar calon baby kita buat ngomongin apalah gitu mengenai masalah perempuan. Mas ada perlu sama Rendra sebentar, mau ngomongin masalah kerjaan yang pasti kamu bakalan bosan dengarnya."

Bisa Rendra lihat senyum cerah seketika terbentuk di bibir istrinya Nara yang polos itu. Tanpa basa-basi wanita muda itu menggandeng lengan Sadi, membawa tawanan Rendra pergi dari hadapan kedua pria dewasa yang katanya ingin membicarakan masalah pekerjaan.

"Dia kelihataan seperti tidak memiliki jiwa dalam tubuhnya. Tatapan kosong, seperti tak lagi memiliki semangat hidup."

Rendra menghembuskan napas perlahan mendengar perkataan sahabatnya itu. Dengan sikap tubuh kaku, Rendra mengikuti langkah Nara yang kemudian duduk di sofa panjang yang terlihat sangat nyaman untuk diduduki.

"Nggak tau aku, Nar, buat nanganinnya." keluh Rendra pelan sambil mendudukkan dirinya di samping Nara. "Di dalam hati aku ini, selalu menyuarakan agar aku segera memperbaiki setiap kerusakan yang aku buat. Yang jadi masalah, aku bingung harus memulai darimana. Sikap dia yang seperti boneka yang bisa digerakkan kemana saja itu, membuat aku mati langkah."

"Dari awal memang niatmu untuk membalas dendam itu sudah salah. Dan semakin tambah salah karena karena kamu menyeret orang yang nggak tau apapun ke dalam pusaran balas dendammu." Nara mengutarakan pikirannya. "Selama ini aku diam karena aku pikir kamu akan konsisten dengan niat balas dendammu tanpa menyisakan rasa penyesalan. Tapi yang aku liat beberapa waktu terakhir, penyesalan itu mulai membayang di matamu, meski berusaha kamu tutupi mati-matian dari kami para sahabatmu."

Rendra mengusap kasar rambutnya. Frustasi dan bingung mengartikan rasa tak mengenakan di hatinya. "Niat aku memang begitu, Nar. Menjadi kan dia boneka hidup yang bisa aku gerakkin sesuai dengan kemauan aku. Tapi yang terjadi belakangan ini benar-benar buat aku nggak ngerti apa yang terjadi, liat dia luka dikit aja hati aku sakit rasanya."

Harapan Di Ujung Senja [TTS #2 | TAMAT]Where stories live. Discover now