Bagian~5

5.1K 438 27
                                    

Roda kehidupan terus berputar tanpa siapa pun menyadarinya. Yang di atas bisa berada di bawah juga yang di bawah bisa berada di atas. Begitu juga yang terjadi dengan si kaya dan si miskin.

Dulu, dulu sekali Sadi pernah berada di posisi tengah-tengah antara si kaya dan si miskin, meski tidak memiliki kehidupan yang mewah serta dilengkapi fasilitas memadai yang bisa mempermudah segala aktifitasnya, kehidupan Sadi bisa dibilang cukup terpenuhi. Biar pun begitu, Sadi sudah sangat bersyukur karena setidaknya ia tidak perlu memikirkan masalah biaya pendidikan juga makan. Sehingga Sadi hanya mengambil pekerjaan paruh waktu untuk membiayai segala keperluan pribadinya saja.

Ketika ayahnya masih hidup Sadi bisa merasakan yang namanya perasaan lega. Bisa menghirup udara sebebas-bebasnya tanpa merasa ada yang mengganjal di rongga dada. Walau kasih sayang yang diberikan cuma secara diam-diam, tidak diperlihatkan di depan umum maupun keluarga besar lainnya bagi Sadi itu sudah lebih dari cukup karena semasa kecilnya dulu saat ibunya masih bernapas dan menghirup udara di tempat yang sama dengannya, Sadi selalu memimpikan dan berharap bisa memiliki seorang ayah seperti teman-temannya.

Dan semua itu ia dapatkan tak lama setelah kepergian ibunya untuk selama-lamanya melalui sosok pria paruh baya yang hanya menghabiskan beberapa tahun bersamanya.

Sadi menghela napas berat berulang kali, dan entah yang ke berapa ratus kalinya dalam sepagian ini begitu mengenang masa lalunya yang meski tidak bisa dikatakan bahagia namun tidak juga bisa dikatakan susah seperti sekarang ini.

Bukan bermaksud ingin mengeluh kepada Tuhan akan nasib buruk yang kini mengungkungnya, menjerat serta tidak menyisakan sedikit saja ruang untuknya bernapas. Jika saja ia memiliki keberanian lebih juga membuang rasa malu dan tidak enak di hatinya, sudah barang tentu saat ini Sadi tidak akan berada di posisi seperti sekarang.

Ya, setelah waktu yang diberikan untuk Sadi berpikir telah habis juga desakkan dari pihak rumah sakit yang terus merongrongnya saban hari, pada akhirnya Sadi tidak lagi bisa lari kemana pun dan dengan sangat terpaksa mengiyakan semua perkataan pria yang beberapa hari lalu ia temui. Sesuai dengan yang Sadi pikirkan, di sinilah ia berada, di rumah pria itu yang entah berada dimana karena sewaktu dibawa kemari mata Sadi ditutup dan dilarang mengeluarkan suara sedikit pun.

Menggelengkan kepalanya sekali sembari menarik napas dalam-dalam, barulah Sadi kembali meneruskan kegiatannya yang sudah dilakoni sejak tadi pagi bahkan ketika matahari masih belum menampakkan sinarnya.

Tangan Sadi bergerak dengan luwes menyapu lantai hingga sela-sela yang masih bisa dijangkau matanya untuk memastikan jika sampah-sampah bekas makanan yang dilihatnya sejak ia menginjakkan kaki di rumah itu tidak ada lagi yang terlihat.

Berat rasanya beban yang dipikul oleh Sadi. Untuk gadis muda seusianya tentu Sadi memiliki keinginan hidup bebas dan melakukan hal-hal yang ia inginkan. Tapi sayangnya dunia yang kejam ini telah merantai kaki juga tangannya, mengikat ia dengan erat dengan kata bernama tanggung jawab juga tali persaudaraan.

Menghela napas panjang, sudut mata Sadi sesekali melirik seseorang yang terus saja mengawasinya sedari tadi. Sosok yang memperkenalkan dirinya sebagai orang kepercayaan sang pemilik rumah yang Sadi ketahui bernama Bima. Hanya itu tidak lebih, karena sosok itu tidak mengatakan apapun lagi setelah memperkenalkan dirinya dan terus berdiri di pojok ruangan untuk mengawasi Sadi demi menjalankan titah sang tuan besar.

Sungguh hebat dunia ini, betapa cepat roda berputar membolak-balikkan kehidupan seseorang. Lihatlah Sadi contohnya yang tak berdaya melawan takdir yang telah ditentukan, cuma bisa mengangguk dan mengangguk saja akan perintah yang diberikan.

"Nona,"

Suara tak bernada yang memanggilnya membuat Sadi terpaksa menoleh ke belakang meski enggan dan sedikit ngeri dengan aura tak mengenakan yang ia rasakan.

Harapan Di Ujung Senja [TTS #2 | TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang