Bagian~8

4.8K 454 20
                                    

Hari ini usaha Areta tidak berakhir sia-sia, berbeda seperti hari-hari sebelumnya. Setelah pemaksaan serta keras kepala Areta saat bertengkar dengan petugas keamanan di tempat ia berada saat ini, pada akhirnya membuahkan hasil yang tidak mengecewakan. Terbukti sang pemilik kantor yang begitu ingin Areta jumpai telah mengizinkan ia untuk masuk ke dalam ruang kerja si empunya kantor itu sendiri.

Dengan senyum penuh kebanggan Areta melangkah angkuh dengan dagu terangkat, ingin menujukkan bahwa tidak boleh ada lagi pekerja di kantor ini yang boleh memandang remeh dirinya. Seperti beberapa hari terakhir yang mana Areta selalu dipandang seakan ia adalah orang gila yang kabur dari rumah sakit jiwa.

"Liat saja, begitu aku bisa kembali menjerat hati yang punya kantor ini, maka kalian semua akan aku pecat." ucap Areta dalam hati sambil menatap sinis beberapa pekerja yang ia jumpai di setiap langkahnya.

Pandangan Areta pun kembali ke depan. Dimana ada sosok yang katanya tangan kanan dari si empunya kantor. Dilihat dari postur tubuh yang Areta perhatikan dari belakang, sosok pria di depannya ini memiliki karakter yang hampir sama dari pria yang dulunya hanya Areta jadikan pesuruh yang mau-mau saja menuruti apapun mau Areta.

"Tidak lama lagi aku akan menjadi nyonya di tempat ini." dengan jumawa Areta kembali berucap dalam hati.

Dalam setiap langkahnya mengikuti sesosok pria yang memperkenalkan dirinya dengan nama Bima itu, Areta juga turut memperhatikan ke seluruhan interior kantor yang walaupun terlihat sederhana, namun bagi Areta yang mengetahui dengan jelas mana barang bagus dan mahal, tentu dengan yakin Areta mengatakan bahwa kantor ini mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk segala macam perabot yang menghiasinya.

"Wow... aku nggak sabar lagi untuk menjadi penguasa di sini. Pasti hidupku akan lebih terjamin nantinya." gumaman yang Areta ucapkan sepelan mungkin nyatanya tetap mampu didengar oleh Bima yang seketika mendengus meremehkan.

"Dulu, Rendra bisa dengan mudah aku taklukan. Sekarang, aku yakin tidak akan sulit untuk kembali mendapatkan hatinya."

Dalam hati Bima menimpali, "Mimpi."

Seiring langkah mereka berjalan, pada akhirnya mereka sampai juga di depan pintu berwarna coklat gelap di depan mereka. Raut antusias Areta tak dapat wanita itu tutupi akibat rasa tidak sabar ingin kembali bertatap muka dengan sosok yang dulu ia tinggalkan demi harta yang tidak mampu sosok itu berikan.

Tanpa memperdulikan apapun yang dilakukan oleh wanita di belakangnya, Bima mengetuk pintu. Tak lama kemudian terdengar orang di balik pintu sana menyerukan kata masuk. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Bima pun membimbing wanita di belakangnya untuk masuk ke dalam ruang kerja sang pemilik kantor.

Kekaguman Areta semakin menjadi saat matanya melihat sesosok pria yang tengah duduk di balik meja kerja. Sikap pria itu yang acuh, tidak mau repot-repot mengangkat kepala dari entah apa yang dibaca menambah daya tarik tersendiri bagi pria tersebut.

"Tetap di situ, Bim, jangan pergi kemana pun. Setelah rubah licik itu mengatakan apa maunya, keluarkan dia sesegera mungkin dari ruanganku."

"Ren, ak... "

"Cepat katakan, kenapa kau bersikap seperti orang gila, mengacaukan suasana tenang di kantorku?" tandas Rendra cepat, tidak ingin berada dalam satu ruangan dengan wanita busuk di depannya itu.

Bima sendiri tidak mengeluarkan kalimat bantahan apapun. Sesuai instruksi, Bima berdiri tegak di depan meja kerja sang atasan, berdiri di belakang wanita yang mengenakan pakaian kekurangan bahan di depannya itu dengan kedua lengan saling bertautan di balik punggung.

Harapan Di Ujung Senja [TTS #2 | TAMAT]Where stories live. Discover now