24

7.8K 579 55
                                    

26 Januari 2026

Salju turun dengan derasnya, jalanan di sepanjang kota Seoul nyaris tertutupi oleh benda putih itu. Musim dingin di bulan Januari benar-benar menusuk sampai ke tulang, namun tetap tidak membuat seorang Jeon Wonwoo gentar untuk datang ke pemakaman. Begitu menyelesaikan jadwal operasinya hari ini, laki-laki itu langsung bergegas ke sana. Wonwoo bahkan melewati jam makan siangnya yang berharga karena tidak sabar mengunjungi seseorang di pemakaman.

"Halo!"

Wonwoo menyapa dua makam yang sekarang ada di depannya. Dia sedikit membungkuk, menaruh buket bunga tulip warna putih di masing-masing batu nisan makam. Senyum tipis terukir di bibir Wonwoo saat membaca nama yang tertera di nisan-nisan yang berdampingan tersebut. "Apa kabar? Sudah lama sekali aku tidak bertemu kalian." kata Wonwoo bermonolog.

Laki-laki itu berjongkok di selat yang memisahkan kedua makam tersebut supaya lebih nyaman. "Maaf aku baru datang. Pendidikan spesialis yang kujalani benar-benar menyita waktuku." keluhnya. "Jadi, jangan heran kalau sekarang aku memakai kacamata begini. Melakukan operasi berkali-kali ternyata berhasil membuat mataku minus."

Wonwoo terkekeh pelan. Dia membetulkan letak kacamatanya, kemudian mengusap batu nisan makam sebelah kanan. "Ah, selamat ulang tahun untukmu, Changkyun. Mungkin kalau kau masih hidup, usiamu sekarang sudah 30 tahun, ya?"

Setelahnya, Wonwoo beralih ke makam yang di sebelah kiri. Dia masih mempertahankan senyumnya, walau ada sedikit kesedihan di mata laki-laki itu. "Halo, Paman Im. Paman baik-baik saja di atas sana, kan? Paman pasti senang sekali karena sekarang sudah bisa bertemu dengan Changkyun dan istri anda lagi."

Ya, makam di sebelah kiri itu adalah makam Im Taeho. Beberapa bulan yang lalu, nyawa beliau tak dapat diselamatkan karena mengidap kanker paru-paru stadium 4. Sebelum dirinya meninggal, mendiang Im Taeho sempat berpesan pada Wonwoo dan juga Sera agar membuat makam beliau tepat di samping makam sang anak. Mungkin itulah yang membuat Wonwoo sedih, dia kembali teringat akan kejadian itu.

"Waktu cepat sekali berlalu, ya? Rasanya baru kemarin aku mengenal kalian berdua." ujar Wonwoo. "Ada banyak hal yang ingin kuceritakan pada Paman Im dan juga kau, Changkyun."

Salju mulai mengotori puncak kepala Wonwoo. Dia menarik syal hitamnya ke atas, melindungi bibirnya yang kini mulai bergemeretuk karena dingin. Laki-laki itu juga makin merapatkan mantel tebalnya. "Ya, aku berhasil menjadi dokter spesialis bedah saraf dengan masa pendidikan tercepat, yaitu lima tahun." tutur laki-laki itu. "Sungguh, aku masih tidak percaya kalau otakku ini mampu menyelesaikan pendidikan secepat itu. Antara senang dan bingung, aku sama sekali tidak menyangka kalau professor-professor itu menyukai pemikiran serta keterampilanku."

Wonwoo menggosok-gosok kedua tangannya yang kedinginan. "Setelah mendapat gelar dokter spesialis bedah saraf, aku memberanikan diri untuk melakukan operasi pada ibuku. Ketahuilah, selama ini beliau koma, tidak ada peningkatan maupun penurunan pada alat vitalnya. Seperti keajaiban, aku berhasil melakukannya bersama Jisoo-hyeong dan juga temanku, Yubin. Ibuku berhasil disembuhkan dan sekarang kembali sehat." ungkap Wonwoo bahagia. "Kisah ibuku ini sangat langka dan bahkan orang-orang di rumah sakit mengatakan bahwa kasus ibu ini adalah suatu sejarah! Apa mungkin, Tuhan membiarkan ibu koma selama bertahun-tahun agar aku yang melakukan operasinya? Hmm.. bisa saja, ya?"

Laki-laki itu kembali memandang kedua makam di depannya secara bergantian, lalu mengusap tengkuknya. "Ah, soal Sera. Perempuan itu melakukan yang terbaik. Sekarang dia sudah menjadi model yang terkenal di Korea Selatan. Dia juga membuat restoran Paman Im sukses besar hingga membuka cabang dimana-mana." ujar Wonwoo. "Popularitasnya semakin hari semakin melonjak, aku jadi khawatir kalau dia akan berpaling dariku karena—"

#1 WONWOO ✔Where stories live. Discover now