Eps 14. Tangan Ini

4.8K 195 0
                                    

Sepulang sekolah.
Vero, Jali, dan Alvi kini berada dirumah Jali. Sore itu nampak indah, semburat merah api nampak membentuk awan yang abstrak namun tetap memiliki nilai estetika.

"Hello Om Boy!" sapa Jali kepada pria yang tengah bersandar disofa ruang tamu.

"Eh Jali, mana yang katanya temen kamu agak sinting?" tanyanya dengan santai. Mendengar itu Vero langsung melototi Jali. Jali hanya cengengesan sendiri.

"Lo bicara apa tadi sama om lo! Gue gak sinting kali!" bisik Vero kepada Jali dengan penuh penekanan.

"Ini Om, ketua OSIS ini. Ganteng tapi sinting, masih mending aku Om, udah ganteng waras lagi." sahut Alvi dengan percayanya.

"Ah yaudah sini kamu, saya mau bertanya apa keluhanmu!" suruh pria itu.

"Iya Om, eh Pak, eh Om Bo.." Vero gugup sendiri.

"Nama saya Jesen, panggil saja Om Jes, kalo si Jali panggil saya Boy, karena kami memang rada aneh. Haha.." Om Jesen tertawa garing di depan muka Vero yang cengo itu.

"Oke langsung aja, kelihatannya kamu punya trauma ya sampai-sampai bicara sama orang asing aja kagok begitu?" tanya Om Jesen.

"Eng-enggak sih Om, cuma sama...-" penjelasan Vero terpotong oleh ucapan Om Jesen.

"Sama perempuan kamu takut? Takut disentuh kan?" tukas Om Jesen.

"Gimana caranya Om tau?" muka Vero berubah menjadi kaget, ia takut kalau traumanya ini justru menjadi aibnya sendiri di depan orang lain.

"Tenang aja, Jali yang ceritain semua ke Om, oke deh. Saya kira Jali berbohong, ternyata memang benar, saya hanya memastikan saja!" jelas Om Jesen.

"Kira-kira caranya gimana ya Om, supaya saya bisa pulih dari trauma ini?"

"Caranya mudah sekali, dengan merubah mindset bahwa semua perempuan bukanlah monster, mulailah sedikit demi sedikit beradaptasi dengan mereka,"

Vero tak menjawab, ia hanya membatin "Itu sih sama aja maksa, apa gue perlu nanya ada cara medis nggak ya?"

"Om kalau menggunakan car.."

"Cara medis? Terapi? Cuci otak? Itu semua tidak perlu, sebab kamu hanya trauma, ini bukan penyakit serius. Semua ini berasal dari pemikiran kamu sendiri." tukas Om Jesen, yang seolah-olah mengerti jalan pikir Vero.

"Oh gitu ya Om, ya sudah makasih Om atas sarannya," Vero pun berpamitan dengan Om Jesen.

Setelah Vero berpamitan pulang, Jali dan Alvi masih berada ditempat itu. Mereka seperti merencanakan sesuatu.

"Om gimana Om?" bisik Jali kepada Om Jesen.

"Om melihat masa lalunya, gelap, lalu tabrakan, lalu wanita yang meninggal, lalu wanita yang menghajarnya. Om nggak tau maksud gambaran itu semua apa." Om Jesen sendiri nampak heran dengan penglihatannya.

Jali menanggapinya dengan manggut-manggut dan ber-oh panjang. Beda lagi dengan Alvi yang nampak antusias.

"Om, kan si Vero tuh lagi digangguin sama cewek cantik sih Om, namanya Avea, bisa gak tuh buat bantu ngilangin trauma nya?" tanya Alvi dengan mata berbinar-binar.

"Boleh juga tuh, itu malah semakin baik, tapi jangan paksakan Vero. Dia sungguh kelihatan tidak baik," Om Jesen menatap lembaran medis di meja.

"Oke Jal, mulai besok gue punya rencana buat Vero!" ucap Alvi dengan semangat kepada Jali, Jali pun juga antusias menanggapinya.

- - - - - -

Avea merebahkan tubuhnya di kasur, entah mengapa hari ini terasa sangat letih baginya. Sudah empat hari ini dia tidak mengunjungi Rara, mama Reval. Dia sungguh sangat merindukan wanita itu, wanita yang dari dulu hingga kini menyayanginya bak anak sendiri.

SAVEA - [COMPLETED]Where stories live. Discover now