Chapter 31 💕 Kai dan Zen

18.3K 2K 234
                                    

Dari Abu Al-Abbas Sahl bin Sa'ad As Sa'idi bahwa Rasulullah SAW bersabda pada perang Khaibar ketika Ali bin Abi Thalib Ra bertanya kepadanya, "Ya Rasulullah, apakah saya harus memerangi kaum musyrikin hingga menjadi orang-orang muslim seperti kita? Rasulullah SAW menjawab, 'Hai Ali, laksanakan tugasmu dengan baik dan tidak tergesa-gesa hingga kamu tiba di wilayah mereka. Setelah itu serulah mereka kepada islam. Beritahukan kepada mereka tentang kewajiban-kewajiban yang harus mereka lakukan di dalam ajaran islam! Demi Allah SWT, sungguh petunjuk Allah Swt yang diberikan kepada seseorang (hingga ia masuk islam) melalui perantaramu, adalah lebih baik bagimu daripada kamu memperoleh nikmat yang melimpah-ruah berupa unta merah'. (HR Bukhari Muslim, Riyadus Salihin, No 175, 2010M: 74-75)

•••

"Maaf Kak, saya terlambat. Di jalan ban motorku bocor," jelas Syifa lalu segera mengambil duduk di posisinya biasa.

Setelah diceramahi tentang pentingnya datang tepat waktu. Zen pun kemudian memulai pertanyaannya. Kali ini mereka membahas tentang perempuan dalam islam, isu-isu feminisme, dan tentang maraknya kasus pelecehan terhadap perempuan akhir-akhir ini.

Zen pun cukup puas. Karena kali ini, Syifa dapat menjawab dengan baik dan lugas. Syifa memang belajar cukup keras, dan tentang pertanyaan Zen itu, adalah pertanyaan yang sudah ia duga dan sudah ia siapkan jauh-jauh hari, sebelumnya.

"Terus terang saya sangat menghargai perempuan. Ketika berhadapan dengan mereka, saya selalu ingat bahwa saya juga punya Ibu, kakak, dan adik yang juga perempuan. Sehingga, saya selalu berusaha memperlakuan siapa pun dengan baik, sebagaimana saya ingin ibu, dan saudara-saudara saya diperlakukan dengan baik pula.

"Tapi terkadang saya nggak habis pikir sama cewek zaman sekarang, yang mohon maaf, terkesan merendahkan dirinya sendiri di hadapan cowok. Terlebih, jika itu cowok yang dia suka. Seolah, nggak ada malu-malunya.

"Tapi, yang aku lihat, kakak senyum-senyum aja gitu dielu-elukan cewek-cewek. Mereka kasih apapun, kakak terima. Semua kakak baik-baikin. Kupikir, kakak memang selalu mengusahakan agar semua cewek terkesan pada kakak," seru Syifa menimpali.

Mendengar ucapan Syifa itu, Zen tertawa kecil hingga menunjukkan deretan giginya.

"Termasuk ke kamu, gitu?"

Mendengarnya, Syifa hanya diam. Aku berbeda. Aku nggak boleh terkesan, pikirnya.

"Kamu salah, Syifa. Itu semua murni karena aku nggak mau ngejatuhin harga diri perempuan. Mereka pikir aku sempurna, hebat. Mereka nggak tau yang sesungguhnya, aku. Mereka hanya lihat luarnya saja. Aku banyak kekurangan dan dosa.

"Dan semua ini hanya, karena Tuhan teramat baik, masih menutupi aib-aibku. Dan, lagi pula jika mereka suka ke aku, bukan berarti aku punya hak dan bisa bebas seenaknya mempermainkan mereka, bukan?"

Syifa membenarkan pernyataan itu dalam hati. Tak disangka, kakak tingkatnya ini rendah hati juga.

"Kembali lagi, dengan persoalan mahrom yang kamu bilang itu. itu artinya ... Kita tidak akan pernah bisa bersalaman?"

"Ya, sudah pasti, karena kita bukan mahrom. Kecuali kalo kalo kakak jadi mahromku."

"Kamu mau aku masuk agamamu dan menjadi mahrom-mu?"

Gleg!

Muka Syifa memanas. Stupid! Bicara apa dia barusan. Kenapa ia bisa terjebak dengan ucapannya sendiri! Syifa menggigit bibir.

"Bukan, bukan begitu maksudku. Tapi, ya, di agamaku ketika kami berhasil membawa seseorang masuk ke agama kami. Kami mendapat ganjaran yang amat banyak, di akhirat nanti."

"Begitu? Lalu mengapa, aku? Ada banyak non muslim kukira di sini, di Jakarta ini?"

Karena kamu akan sangat bisa jadi agen islam yang baik. Ini seperti Rosulullah yang memintakan, agar satu di antara dua Umar masuk islam, yang tentunya, diharapkan akan semakin memperkuat pertahanan kaum muslimin saat itu, bisik Syifa dalam hati.

"Kenapa? Kok diam?"

"Karena kakak non muslim terdekat di lingkunganku dan kakak orang baik."

"Aku?" Zen menunjuk dirinya.

"Ya, kakak punya banyak sisi-sisi kebaikan yang tidak semua orang punya. Mungkin juga, ini lantaran, nama kakak itu. Bukankah nama adalah doa?"

"Maksudmu?"

"Tidak. Aku sempat mendengar orang-orang seperti menyebut nama kakak. Tapi, setelah kutilik lagi, mereka bukanlah sedang menyebut-nyebut kakak. Nama kakak, Kaizen kan?"

"Ya, itu dari Bahasa Jepang. Berasal dari kata-"

"Kai dan Zen. Kai artinya perubahan dan zen artinya baik," potong Syifa. Dan Zen merasa tersanjung, mendengarnya. Siapa, sih, yang tak suka pujian.

Di akhir pertemuan. Syifa menyerahkan artikel bahasa Inggris yang ia mintakan Zen untuk mengoreksinya. Kemudian, ia menyodorkan sebuah buku lagi.

Sungguh gadis ini gigih sekali agar aku masuk kepada agamanya. Tadi pujian, sekarang buku lagi, pikir Zen.

"Tidak, Syifa, aku mohon. No more book please. Satu saja, aku sudah sangat kerepotan menyimpannya. Apalagi dua."

"Aku tidak meminta kakak menyimpannya. Tapi aku memberi ini, untuk dibaca, Kak. Aku tahu anak-anak IPA lebih cerdas, sangat ilmiah dan menghargai ilmu pengetahuan.
Kenapa kakak tidak coba baca?

"Kakak bisa menerimanya jika itu masuk akal. Dan bisa meninggalkan kalo semua yang tertulis di sini itu, ngaco."

Zen pun akhirnya menerima buku itu. Buku kecil-cukup tebal, yang kemudian hari, Zen ketahui sebagai Al-Qur'an, kitab sucinya umat islam.

***

Kelas berakhir. Syifa memutuskan untuk singgah ke Perpustakaan Connect dan menyelesaikan tugas-tugasnya di sana. Hari itu, ia tidak bersama Dian. Karena Dian sudah pulang lebih dulu, dijemput kakaknya.

Ia menyadari hari sudah terlalu sore, ia memutuskan untuk pulang sehabis Magrib saja. Ia sholat Magrib dulu, baru jalan, begitu pikirnya. Lagian, jalanan Jakarta selalu macet. Ia takut, jika ia paksakan jalan, sekarang. Waktu Magrib habis.

Syifa menuruni tangga menuju lantai satu. Tidak banyak orang tersisa di sana. Segera, ia mengambil helm di rak. Lalu melenggang ke parkiran.

Tapi, tidak! Ia cemas. Motornya terasa berat. Syifa pun memutuskan turun, dan setelah ia cek, motornya ternyata sudah bocor, lagi!

"Ya Allah!"

Syifa menggigit bibir. Tubuhnya gemetaran. Kompleks ruko itu sudah sepi. Hanya ada tiga empat kendaraan yang ada di parkiran itu.

" Ya Allah, tolong hamba!" rintih Syifa.

***

To be continue..

Wo ai Ni, Aku Mencintai-MuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang