Chapter 13 💕 Salah kah?

25.2K 2.7K 347
                                    

Syifa dan Khaira dalam perjalanan menuju pondok. Hari itu sedikit beda, ada seorang calon santri baru yang ikut menumpang, beserta ibunya. Anak baru itu, tampak tegang. Isi kepalanya mungkin berkecamuk, sebagaimana Syifa dan Khaira dulu.

Kebimbangan, kekhawatiran, semuanya bercampur aduk di wajahnya. Memikirkan akan tinggal jauh di negeri orang tanpa adanya saudara pun orangtua yang membersamai, bukanlah hal yang bisa dianggap sepele.

"Harus pandai-pandai menyesuaikan diri dengan teman-teman dan lingkungan," ucap ibunya menasehati.

"Heny gak usah tegang, nanti ada kakak, yang bisa ditanya-tanya," ucap Khaira menghibur.

Heny yang ditegur hanya mengangguk. Pandangannya terlempar jauh ke luar. Menembus padang ilalang, terus lurus melewati pepohonan, menembus bukit yang menjulang. Ia ingin pulang.

Pondok Pesantren Mahad Az-zubair adalah sesuatu yang gelap baginya. Ketidakpastian memang acap kali membuat kita takut juga kalut dan terkadang memaksa kita untuk memilih menyerah saja.

Setelah melakukan perjalanan hampir setengah hari, mereka akhirnya sampai. Dari gerbang Mahad, mereka akan disambut oleh pohon-pohon pinang di kiri kanan jalan, bangunan yang berjejer rapi, serta kolam-kolam penuh ikan mas dengan ukuran-ukuran yang menakjubkan.

Rombongan yang baru saja datang langsung saja disambut oleh Musyrif-Musyrifah, pembina asrama serta beberapa kakak senior yang telah menunggu sejak tadi, guna mengantar santri-santri baru ke asrama yang nantinya bakal mereka tempati.

Syifa dan Khaira turut membantu membawakan barang Heny, calon adik tingkatnya itu.

"Insya Allah pasti betah," ucap Syifa menepuk pundak Heny. Tepukan yang membuyarkan lamunan gadis itu. Gadis yang sontak kaget itu hanya tersenyum samar.

"Iya, nggak pa-pa, ayo Heny kita lihat asramanya," sambung Khaira bersemangat. Ia menarik lengan gadis itu agar bergegas mengikutinya.

Pesantren Zubair bin awwam adalah pesantren yang berlokasi cukup jauh dari pusat kota. Di sana kendaraan umum terbilang jarang, Itu pun hanya akan lewat pada saat hari pasar. Cuma ada dua- tiga mobil yang lewat setiap harinya. Sisanya ojek yang melintas sesekali.

Pesantren yang berluas 12 hektar ini cukup asri. Dimana-mana terdapat pepohonan rimbun menyejukkan mata. Halaman-halaman gedungnya menghampar rerumputan yang bak permadani hijau ukuran raksasa.

Dan yang tak kalah penting adalah masjid besar Zubair bin Awwam, yang berada persis di tepi jalan aspal. Mesjid yang selalu ramai pengunjung, tak pernah sepi.

Jelas saja, Masjid Zubair bin Awwam bukan hanya sekedar tempat salat bagi santri saja. Lebih dari itu, masjid menjadi pusat kegiatan masyarakat. Menjadi tempat orang-orang berembuk-bermusyawah, menyelesaikan persoalan, memberikan solusi bagi masyarakat setempat.

Penyebabnya, karena salah seorang putra pemilik pesantren, adalah kepala desa daerah itu. Ya, pesantren itu seolah memiliki kedaulatannya sendiri.

Pesantren Zubair bin Awwan selain terdiri dari asrama-asrama, sekolah dari tingkat TK hingga SMA, disana juga terdapat klinik gratis, Baitul Mal wa Tamwil (BMT), mini market, serta juga memiliki puluhan rumah penduduk yang disediakan gratis bagi para pengajar, ustadz-ustadzah, juga bagi mereka yang siap mengabdi untuk pesantren, yang siap patuh dengan peraturan-peraturan pondok.

***

Hari ini adalah masa orientasi bagi santiwan-santriwati baru. Namun kali ini tidak hanya santriwan-santriwati baru saja yang dikumpulkan. Santri senior juga ikut dibariskan, sejak semalam semua santri sudah diminta untuk bersiap, untuk berbekal dan berpakaian yang nyaman karena mereka akan menempuh perjalanan. Kemana mereka akan berangkat? Belum ada yang tahu.

Wo ai Ni, Aku Mencintai-MuWhere stories live. Discover now