BETH'S P.O.V.
"Harry?" ucap Marie.
Sial tidak. Sial. Marie Sialan.
Bagus, hari kami sekarang dirusak kan? Sial, aku bahkan dapat melihat dari sekarang bagaimana hari ini akan dirusak.
Cengkeraman Harry di tanganku sedikit melonggar ketika ia mengenali perempuan itu tapi aku menjaga cengkeramanku tak rela melepasnya. Dave duduk di hadapannya, melihat Harry lalu aku dan kembali ke Harry. Fiturnya membawa tatapan takut, ia tak dapat menjaga kontaknya dengan Harry.
"Harry?" Marie bangkit, tak memberiku tatapan sama sekali. Itu seperti aku tidak berdiri disini.
"M-marie, hei." Harry berbicara ragu. Ia berjalan ke kami-Harry-tersenyum. Kau dapat melihat pusarnya yang ditindik dari pakaian yang ia kenakan.
"Bagaimana keadaanmu? Kupikir kau setidaknya menelpon." Suaranya di tenggorokkannga terdengar berdecit di akhir yang kuduga hanya akan mngingatkanku dengan Cassidy.
Berbicara tentang Cassidy, mengejutkanku ia ternyata menelponku pagi ini untuk mengucapkan selamat akan pekerjaanku walaupun aku hanya pergi wawancara. Yang lebih mencengangkanku, ia meminta maaf atas aksinya yang dulu. Aku harus berbicara dengan Megan tentang semua ini tapi Harry telah berencana untuk menonton film. Ia akan mengubah pikirannya, Beth. Percaya aku.
Aku mengikuti Harry selagi ia berjalan ke meja yang diduduki Dave dan Marie sebelumnya. Dave bangkit dan tersenyum di arahku dan aku membalas senyum kecil.
"Senang bertemu kau lagi, Beth." ucapnya sopan, cengkeraman Harry di tanganku mengerat.
"Kau juga, Dave. Bagaimana kabarmu?" tanyaku, mengumpulkan senyum terbaikku. Ia terlihat lebih baik darinya.
"Bagus. Aku tak tahu kau telah bekerja." Ia mensurveiku dari kepala hingga kaki lalu kembali menatapku. Sebelum aku dapat menjawab pertanyaannya tubuhku ditarik dengan tajam ke arah Harry yang terpeleset di sofa. Cengkeramannya memerahkan kulitku. Aku berbalik ke Harry, mencoba melepaskan tanganku darinya tapi rahangnya menegang selagi ia menatap Dave.
Aku menghindari percakapan dengan Dave setelah melihat ekspresi kesal Harry. Aku tak dapat benar-benar mengerti mengapa ia marah ketika aku berbicara dengan pria. Dave dan aku hanya berbicara sebagai teman dan aku tak ingin berhenti bicara padanga dan bersikap kasar sementara ia sangat baik padaku. Tapi kemudian, aku tak ingin mengacaukan situasi sekarang yang sudah kacau ini.
Harry dan Marie mulai berbincang tentang beberapa peristiwa sementara Dave hanya berkomentar setiap saat akan betapa bodohnya mereka. Harry tak menyadari bahwa aku sebenarnya tahu siapa Marie
Perutku mualai berbunyi dan kelaparanku bertambah. Aku ingin memakan sesuatu tapi itu tak sopan menjadi satu-satunya orang yang mengunyah di meja. Aku meletakkan telapak tanganku di paha Harry untuk menambah perhatiannya. Ia memutar ke arahku tertawa akan sesuatu yang Marie katakan.
"Ingin sesuatu? Aku lapar." Harry menatap ke poster dan papan dibelakangku dengan tatapan tak tertarik.
"Aku tidak ingin makan siang. Kau belilah sesuatu, aku akan mencicip punyamu." Harry menutupi jawaban tersinggungnya dengan sebuah senyum. Oh.
Tanpa membalas senyum, aku bangkit dari tempatku berjalan ke antrian. Tumitku menimbulkan suara lebih kencang dari keinginanku tapi bagaimanapun juga aku tak dapat menahannya.
Mengapa ia membuatku merasa seperti bukan siapa-siapa didekat temannya? Dari mereka semua, Dave-lah orang yang baik. Ia bahkan mempercayaiku yang sejujurnya tak dapat kupercaya tapi biarpun begitu, aku sangat berterima-kasih padanya. Lalu Harry jengkel ketika aku berbicara padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
When we're 19 (Indonesian Translation)
Fanfiction"Kesepakatan kita adalah 19." bisik Harry, hidung kami saling bersentuhan dengan genit. Lesung pipinya terlihat semakin dalam dari kedua sisi seiring dengan tawa yang keluar dari mulutku. "Aku milikmu." {buku ini terjemahan indonesia dari buku yang...