BETH'S P.O.V.
Aku mencolokkan headphones-ku selagi duduk di kursi teras. Satu-satunya suara yang dapat kudengar adalah musik favoritku, acoustic lebih tepatnya dan satu-satunya hal yang dapat kurasakan adalah angin sejuk yang menerpa kulitku. Menjauh dari dunia hampa melainkan kekhawatiran, terasa nyaman. Matahari bersinar terang, bagaimanapun juga sekarang baru jam 2 siang.
Semalam, aku pergi tidur sebelum Cassidy atau Harry pulang. Baiklah, aku tidak sungguh-sungguh tertidur; Aku hanya berada di kamarku bersembunyi dari rasa sakit yang akan kurasakan. Ketika aku bangun, semuanya telah tertidur di sofa kecuali Matt. Ia berkata bahwa mereka semua minum beberapa gelas sebelum pingsan di ruang tamu. Aku merasakan hatiku tenang ketika aku melihat Harry tidur di sofa. Cassidy tidur di atas.
Perutku mulai keroncongan, dorongan untuk memakan sesuatu mulai muncul. Aku tahu pasti belum ada makan siang sekarang jadi aku akan mengunyah sesuatu saja. Aku melepaskan headphones-ku, bangkit dari posisi nyamanku dengan menggeram. Aku memasukkan ponselku kedalam kantung sebelum keluar dari kamarku. Bahkan dari sini aku dapat mendengar tawa cempreng yang asalnya dari lantai bawah. Otakku meneriaki tubuhku untuk memutar dan kembali berjalan ke kamarku tetapi tubuhku benar-benar bertindak melawan itu.
Aku turun kebawah, berjanji pada diriku sendiri untuk tetap berpura-pura tak peduli apapun yang akan terjadi. Aku berjalan ke dapur, 3 buah kepala memutar menghadapku. Megan dan...mereka. Mata Megan sedikit memerah, lingkaran hitam membingkai matanya. Aku sengaja melihatnya dengan pandangan jijik , mengabaikan pandanganku dari...mereka. Ia memutar bola matanya, masih tersenyum sebelum berjalan menujuku.
"Terimakasih Tuhan kau ada disini. Sekarang bantu aku membuat makan siang. Aku terlalu lelah." Megan menarikku menuju meja dapur. Disana berantakan; beraneka ragam bumbu bertebaran di seluruh tempat.
"Apa yang kau telah perbuat?" Aku terkekeh, memutar. Alih-alih dari Megan, mataku melesat pada Harry beberapa saat. Ia berdiri dekat meja sementara Cassidy duduk di sampingnya. Aku tak tahu mengapa tapi itu membuatku sangat kesal.
"Aku tak tahu, Aku mencoba untuk membuat semacam Spaghetti Meksiko, Cassidy memberitahuku untuk menambahkan beberapa daging Steak didalamnya dan Harry ingin saus krim putih di dalamnya." jelasnya. Ia terlihat kelelahan hanya karena memikirkan untuk memasak semua itu...untuk mereka.
"Dan apa yang akan kau buat untukku?" Aku menaikkan alisku. Aku sedang tidak ada mood untuk membuatkan makanan yang mereka minta.
"Oh ayolah, bantu aku. Aku sungguh ingin membuat sesuatu untuk mereka." Ucapnya genit di belakang mereka. Itu menimbulkan semacam perasaan terbakar didalam diriku. Aku semakin merasa marah dari sebelumnya. Mereka pikir mereka siapa? Mereka bukanlah pasangan yang sudah menikah yang membuat kita harus memasakkan makan siang yang mewah untuk mereka.
"Kalau begitu suruh mereka untuk membantumu!" bentakku, sedikit terlalu kasar. Megan sedikit mengernyit, terkejut akan reaksiku. Aku tidak menyalahkannya atau diriku sendiri karena bersikap sedikit kasar. Kami tidak benar-benar berhutang budi pada mereka atau apapun agar kami harus bekerja sesulit ini untuk membuatkan makanan kesukaan mereka. Kalau mereka ingin makan sesuatu yang mereka suka maka mereka harus masak untuk diri mereka sendiri, kita bukanlah pembantu atau koki yang mereka pekerjakan. Oh Tuhan aku sangat kesal sekarang.
"Ya, kami dapat membantu. Tak apa, sungguh." Aku mendengar Harry mengajukan diri, jejak kakinya semakin mendekat ke tubuhku sebelum ia memberhentikan langkahnya.
"Tidak! Kembali duduk." perintah Megan, menunjuk sesuatu di belakangku. "Beth!" Ia memperingatkan menatap lurus padaku. Ia marah akan reaksi yang tak terduga dariku. Matanya penuh dengan cacian akan diriku yang bersikap kasar pada mereka dan membuat HARRY merasa buruk terhadap dirinya, ia pun masih memaksaku untuk melakukan apa yang ia katakan sebelumnya di waktu yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
When we're 19 (Indonesian Translation)
Fiksi Penggemar"Kesepakatan kita adalah 19." bisik Harry, hidung kami saling bersentuhan dengan genit. Lesung pipinya terlihat semakin dalam dari kedua sisi seiring dengan tawa yang keluar dari mulutku. "Aku milikmu." {buku ini terjemahan indonesia dari buku yang...