HARRY'S P.O.V.
Kami menunggu selagi Beth keluar dari mobil, membanting pintu dibelakangnya. Aku menatap selagi ia berjalan melewati jeep dan menuju ke rumah, ia sudah tenang kurasa.
Cassidy dan aku pergi makan malam di tempat sama yang mahal juga membosankan dan sedang dalam perjalanan kembali ke rumah aku menerima sebuah pesan dari Matt kalau Beth berada di suatu tempat di toko dekat sebuah club dan ia tersesat, Itu yang membuatku sangat cemas, aku menyetir ugal-ugalan di sekitar tempat itu dan akhirnya menemukan dia. Pipinya ditangkup oleh tangan pria tapi pria itu bukan Jim, itu pria lain. Ia tidak mungkin selingkuh, kan?
Aku keluar dari mobil dan berjalan ke arah mereka. Itulah ketika aku menyadari apa yang sedang terjadi. Aku baru saja ingin membunuhnya jika Beth tidak memberhentikanku. Tapi hal yang masuk ke dalam diriku membuatku merasa terbang selagi ia memelukku. Aku tak tahu bahwa ia akan memelukku dan juga aku tak tahu bahwa ia akan memaksa untuk berbicara denganku. Aku tidak bermaksud untuk memberitahunya bahwa Cassidy berada di mobil hanya untuk membungkamnya; aku tak bermaksud untuk melukainya. Tapi mengapa ia terluka?
Aku merasa Cassidy menyender ke arahku, keinginan untuk mendorongnya menguasaiku dan aku berpaling menggeleng kepalaku. Ia terlihat tersinggung, tak tersakiti akan ini.
"Apa-apaan masalahmu? Mengapa kau setiap kali bersikap seperti bajingan terhadapku?" Cassidy berteriak mengambil perhatianku. Aku tidak berbicara selama setengah menit, berfikir dua kali tentang keputusanku dan akhirnya berjuang mengambil kesimpulan.
"Kurasa kita harus...berteman, Cassidy." Aku akhirnya mengeluarkan kalimat itu tidak membuat kontak dengannya. Setelah beberapa detik terjadi keheningan, aku memincingkan mataku padanya. Ini membuat ia jelas kaget tapi ia tidak tersakiti. Itulah intinya, tidak ada perasaan diantara kami dan tidak akan pernah. Ini semua hanyalah permainan dan aku muak akan itu, aku tidak ingin bermain itu. Ia menang.
"Kau membuangku?" Ia menjaga jari telunjuknya di dadanya sebelum menaikki alisnya. Ia tidak perduli, aku tahu itu. Aku mengangguk, memutar ke arah Beth. Matanya bertemu denganku; aku mencari setidaknya, semacam sebuah terhadapku. Kalau mungkin ia sedikit menginginkanku. Tak ada.
"Ini karena jalang itu kan?"
"Dia bukan jalang."
"Ia selalu bersikap jalang terhadapmu Harry kumohon..." Aku menyela.
"Aku mencintainya."
Ia harus berhenti memanggilnya dengan sebutan itu atau aku bersumpah demi Tuhan aku akan mengatakan sesuatu yang akan kusesali nantinya.
"Mencintai perempuan sialan itu? Aku seharusnya tahu betapa rendahnya engkau. 'Cinta'."
"Jika kau berhenti menjadi jalang murahan mungkin kau akan merasakan perasaan yang sama terhadap orang lain."
Aku tak tahu apakah itu masuk akal tapi itu apa yang ia inginkan. Aku kehilangan kesabaranku; ia tahu cukup baik untuk tidak main-main denganku. Ia seharusnya tahu untuk tidak mengatakan apa-apa kepada Beth. Aku muak dengan drama ini.
"Kau bersikap seperti bajingan." Ia menyembur.
"Enyahlah."
Itu lebih mudah dari yang kuduga. Ia menghela sebelum membuka pintu dengan frustasi dan membantingnya ketika ia keluar. Aku mengeluarkan nafas dalam, menghantam kepalaku di setiran. Kepalaku berputar; perutku terasa lebih sakit dari kepalaku dan ini semua membuatku benar-benar gila.
Aku tak tahu apa yang harus kulakukan sekarang tapi di satu sisi aku senang bahwa tak akan ada lagi Cassidy di hal ini karena tentu ia adalah masalah besar untuk diatasi. Belakangan ini, aku hanya membutuhkan istirahat. Aku harus meminum pil Advil sebelum pergi tidur, mengambil jangka waktu yang lebih lama sebagai jaga-jaga.
YOU ARE READING
When we're 19 (Indonesian Translation)
Fanfiction"Kesepakatan kita adalah 19." bisik Harry, hidung kami saling bersentuhan dengan genit. Lesung pipinya terlihat semakin dalam dari kedua sisi seiring dengan tawa yang keluar dari mulutku. "Aku milikmu." {buku ini terjemahan indonesia dari buku yang...