Beth's P.O.V.
"Beth! Ambil tabletmu." Aku mendengar Megan memarahiku dari ambang pintu. Aku menggeram, menggelengkan kepalaku untuk ketiga kalinya. Ia akan marah, Aku yakin. Aku berbaring di sofa ruang tamu membaca salah satu buku yang kubeli. Pada saat aku bangun hari ini jam menunjukkan pukul 12:30 siang dan semuanya telah pergi berjemur atau entahlah.....bahkan mereka. Kepalaku sangat berdenyut.
Setelah mabuk dan menangis sejadi-jadinya sepanjang malam, tentu ini akan terjadi.
"Beth! Aku sedang bicara padamu, sialan." Buku itu menutupi wajahku jadi aku tak dapat melihatnya atau keadaan sekitar. Aku menyukai itu tapi ia selalu meledak setiap saat. Aku memutar bola mataku, membiarkan buku itu jatuh ke dadaku. Bukannya Megan, mataku malah melesat pada seorang pria yang duduk di sofa dihadapanku, Harry. Hatiku sakit dan berdebar pada saat yang bersamaan. Aku segera pulih dengan cepat dan kembali melihat ke Megan. Berapa lama ia telah duduk disini? Mengapa ia disini?
Aku bangkit, menyilangkan kakiku. Matanya masih padaku tapi aku menahan diri untuk bahkan memberinya pandangan sekilas. Aku harap aku dapat melempar buku ini pada wajahnya jadi ia dapat berpaling lalu kembali padanya agar ia merasa lebih baik. Wow.
"Nyalakan T.V. Aku akan kembali dengan beberapa gelas kopi." Ia menyodorkanku gelasnya dan dua buah pil. Aku melihatnya dengan tatapan memohon, mencoba untuk memberinya isyarat agar tidak meninggalkanku sendiri dengan Harry. Dan ia tidak memahaminya, seperti dugaanku. Ia berbalik dan bertanya pada Harry.
"Ingin secangkir?" Aku melihat kebawah telapak tanganku, melempar dua pil berwarna putih itu ke mulutku. Aku menelan air dinginnya, mendengarkan jawaban Harry.
"Tidak, Makasih. Kami baru saja ingin pergi." Ohh.
"Ya, Cass memberitahu diriku. Kalian akan kemana sebenarnya?" Ouch.
"Baiklah, ada Festival di salah satu daerah sekitar. Kurasa aku akan membawanya kesana." Mengapa terasa seperti ada sebuah jarum yang menusuk hatiku?
"Itu sangat romantis, Styles!" Megan bertepuk tangan, keluar dari ruangan. Aku kembali menuju meja kopi yang berbentuk bundar, meletakkan gelas kosong diatasnya. Aku merasakan bagian kecil dari perutku terlihat selagi aku meregangkan tubuhku. Aku perlahan duduk tegak, merasakan ia menatap aksiku dengan seksama. Pipiku sedikit memerah tapi aku bangkit sebelum ia dapat menyadarinya. Pria ini aku bersumpah akan mendapatkan tamparan dariku cepat atau lambat. Ia sangat menyebalkan dan.....Aku telah jatuh cinta padanya bahkan tanpa kesadaranku.
Aku menggenggam remote sebelum kembali menjatuhkan diri ke sofa. Aku menahan diriku agar tidak memberinya pandangan sekilas dan berhasil, untuk pertama kalinya kurasa. Matanya akhirnya meninggalkan wajahku dan melihat ke arah T.V. yang bersinar.
Saluran yang pertama muncul adalah Star World dan acara yang belakangan ini sedang mengudara adalah 'Grey's Anatomy.' Aku tidak pernah benar-benar menonton acara ini sebelumnya tapi sekarang aku akan menonton apapun agar memecahkan kecanggungan diantara kami. Tapi aku hanya berdoa agar acara ini tidak menampilkan adegan apapun yang hanya akan menambah situasi ini menjadi semakin canggung.
"Jika kau mencintai seseorang, kau harus memberitahu mereka. Bahkan jika kau takut kalau itu bukanlah hal yang tepat. Bahkan jika kau takut kalau itu akan menimbulkan masalah. Bahkan jika kau takut kalau itu akan meledakkan hidupmu ke tanah, kau harus mengatakannya, dan kau harus mengatakannya keras-keras dan kau akan mulai dari sana."
Pria itu, Mark. Yang lainnya berperan sebagai perempuan, memarahi aktor tersebut.
Kalimatnya menyentuhku, sangat menyentuhku. Itu hanya....Aku tak tahu. Aku merasa sangat tersentuh akan kalimatnya. Terasa seperti nasihat kecil yang kubutuhkan akan situasiku sekarang. Aku mulai berfikir lebih dalam akan perkataannya, pikiranku mengarahkanku ke kesimpulannya setiap saat. Untuk memberitahunya. Untuk memberitahu ia kebenarannya. Tapi aku tahu ini tak ada gunanya. Aku akan membuat diriku sendiri terlihat bodoh jika aku memberitahunya.
Ia tidak menginginkanku lagi. Ia memiliki orang lain, orang yang layak mendapatkannya.
"Beth." Kepalaku menengok ke arah cangkir yang disodorkan di hadapanku. Aku mendongak ke arah Megan dan memaksakan senyum, mengambil cangkir hangat itu dari tangannya. Aku menggerakkan bibirku mengucapkan terima kasih sebelum membawa cangkir itu mendekati bibirku. Aku mengerutkan bibirku dan meniup udara untuk mendinginkan temperatur cairan yang panas itu.
Aku secara tak sadar melihat Harry. Sayangnya, ia telah menatapku lebih dulu tapi ia segera berpaling ketika mata kami bertemu. Aku merasakan hatiku meloncat beberapa saat tapi setelah itu aku kembali ke realita.
"Aku siap sayang!" Suara cempreng itu bergema di seluruh lorong. Kepalaku tertunduk ke cangkir yang berada di tanganku. Aku yakin jika aku mendongak akan membuat hatiku bahkan lebih tersakiti. Aku mulai meniup cangkirnya kembali, hanya untuk menghilangkan pikiranku darinya dan situasi yang telah diciptakan di ruangan ini setelah kehadiran Cassidy.
"Kau telihat cantik, seperti biasanya." Harry berbicara, tak mengetahui bahwa betapa sakitnya itu bagiku. Mengapa ia bahkan peduli? Aku benar-benar pantas mendapatkan rasa sakit ini.
"Jangan menghabiskan banyak energi. Simpanlah untuk pesta malam ini!" Megan mengingatkan, mengingatkanku tentang acara ini juga.
Aku mendengar beberapa anggukan sebelum langkah kaki yang menghilang di sepanjang lorong.
Jadi malam ini aku akan mencoba untuk terlihat sebaik mungkin, sebaik mungkin sebagai arti seseksi mungkin. Aku tidak akan membiarkan Harry atau Cassidy menyakitiku malam ini. Aku tidak akan. Aku akan bersenang-senang dengan teman-teman yang datang bersamaku. Megan, Matt dan Jim. Kami akan bersenang-senang bersama. Aku tidak akan peduli sama sekali tentang...mereka...walaupun aku tahu hal ini masih membunuhku mengetahui bagaimana mereka akan pergi bersama.
Tidak! Aku tidak akan membiarkan mereka membuatku lemah seperti ini.
~~~~~~~~~~~~~~~
![](https://img.wattpad.com/cover/142327270-288-k424249.jpg)
CZYTASZ
When we're 19 (Indonesian Translation)
Fanfiction"Kesepakatan kita adalah 19." bisik Harry, hidung kami saling bersentuhan dengan genit. Lesung pipinya terlihat semakin dalam dari kedua sisi seiring dengan tawa yang keluar dari mulutku. "Aku milikmu." {buku ini terjemahan indonesia dari buku yang...