BETH'S P.O.V.
"Mengapa selalu engkau yang menyelamatkanku?" Setelah semua pertanyaan dan banyaknya situasi akan hal-hal yang dapat ku katakan, ini saja yang keluar dari mulutku?
Memarahi diriku karena bersikap seperti idiot dan tidak berkata yang sejujurnya ketika aku seharusnya berbicara lebih banyak hal lagi. Ini seharusnya menjadi kesempatan, aku seharusnya dapat mengakatakan semuanya ke Harry dan mungkin hal akan berubah pada...kami. Tapi bagaimana ia belum memutar, bagaimana tangannya melepaskan cengkeramannya dariku, siapapun bisa saja memprediksi dengan sederhana bahwa ia tidak ingin menjawab atau bahkan memulai percakapan sederhana denganku. Tapi mengapa? Bicara denganku tidak akan menjadi masalah kan? Apakah ia semarah itu? Apakah ia benar-benar memandang rendah diriku?
"Ayolah." Ia bergumam, menarikku dengan lembut. Ia mengganti topiknya. Itu membuatku geram setiap menitnya. Aku harus bicara padanya.
"Tidak." Aku berbicara seksama. "Harry, bicaralah padaku." Dan tangannya melepas cengkeramannya dariku, tanganku jatuh ke sisiku. Ia belum melihatku tapi aku tahu bagaimana ia memperjuangkan pilihannya. Ia tak ingin berbicara denganku; aku sangat tahu itu sekarang. Sakit sebenarnya, sangat.
Ia berbalik, matanya mencariku. Itulah ketika harapanku meningkat, ia ingin mendengarkanku. Apakah ia akan benar-benar mendengarkanku?
"Cassidy sedang menunggu di mobil." Dan itulah jawaban dari pertanyaanku. Jawaban yang membuatku melupakan pertanyaanku, alasanku dan penjelasanku. Aku merasakan rasa sakit di dadaku. Aku merasakan lubang itu bertumbuh lebih dalam kali ini. Ia tahu bagaimana menutup mulutku.
Ia memutar, mengambil beberapa langkah. Aku mengambil itu sebagai respon dari pertanyaan bodoh dan cerobohku lalu mengikutinya, menjaga jarak yang pas diantara tubuh kami. Ia akan berada di mobil, Cassidy akan berada di mobil, aku akan berada di mobil. Pikiranku bisa gila. Aku butuh istirahat, sialan.
Tidak terlalu jauh, aku melihat mobil Jeep Matt dan Cassidy duduk di kursi penumpang. Aku hanya merasa seperti ingin berbalik dan menjauh dan pulang ke rumahku tapi aku tahu setelah apa yang telah terjadi beberapa saat lalu aku tidak memiliki kekuatan atau aku tidak akan berfikir untuk kabur seperti ini lagi, tak akan.
Aku memanjat di kursi belakang, kursi di belakang Cassidy sementara Harry mengunci sabuk pengamannya di kursi kemudi. Aku benar-benar was-was akan kecanggungan yang terbentuk diantara kami hanya dalam beberapa detik. Cassidy berbicara sesaat kami berada di mobil.
"Kalian tadi kemana?"
"Aku membeli pil mu, antriannya cukup panjang." Harry berbohong, memasukkan tangannya di celana jeans ketat yang ia kenakan, aku menatap pergerakkannya dengan seksama. Ia menyodorkan Cassidy sebuah paket dan meletakkan tangannya di setir mobil.
"Terimakasih banyak." Cassidy mencicit sebelum meregang untuk menanamkan ciuman di pipinya. Kepalaku menunduk ke tanganku, menggigit di dalam pipiku tanpa alasan. Aku tidak seharusnya melihat mereka hanya untuk menghindari reaksi dariku tapi itu sangat sulit untuk tidak melihat ketika kau tahu ada sesuatu yang salah. Sesuatu yang membunuhmu sekaligus.
Ketika aku mendongak, mataku langsung bertemu Harry dari kaca spion. Aku memutar pandanganku, melihat ke jendela. Aku membenci ini. Jeepnya akhirnya dinyalakan, Harry keluar dari parkiran. Pandanganku tetap pada tangannya yang mencengkeram setir mobil dengan kuat. Cincinnya bersinar melalui setiap lampu jalanan yang terlewat. Untuk seorang pria, tangannya benar-benar indah. Jika itu masuk akal.
"Beth?" Cassidy menarik perhatianku, memecahkan lamunanku. Setakut-takutnya aku dengan pertanyaannya aku memutuskan untuk mengambil itu sebagai kesempatanku untuk bagaimanapun menghinanya setidaknya sekali. Aku menjaga pandanganku di tangan Harry dan berbicara. Itu tidak seperti ia dapat melihatku.
"Ya?"
"Apa kau dan Jim...seperti..bersama atau apapun?" Bukannya pertanyaannya, pikiranku terfokus pada tangan Harry. Genggamannya di setir mobil semakin mengerat, otot di tangannya berkontraksi memberiku petunjuk akan genggamannya yang kuat. Mataku lalu mencari wajahnya, aku hanya dapat memandang pipi kirinya. Rahangnya menegang....
"Beth?" Aku kembali diinterupsi oleh Cassidy. Aku menggeleng mendorong pikiran itu dan berfikir akan sebuah jawaban untuk pertanyaannya yang tak terduga.
"Aku bertanya kepada ses..." Ia disela oleh Harry.
"Apakah obat itu benar?" Ia bertanya. Ia kembali mengganti topiknya, aku tahu. Apakah ia memiliki kebiasaan mengganti topik? Itu terlihat seperti itu.
"Ya..." Cassidy melebih-lebihkan jawabannya. "Omong-omong, Beth aku hanya...." Ia kembali diganggu oleh pria yang sama.
"Bisakah kau memeriksanya?" Suaranya menyimpan perasaan marah.
"Aku akan memeriksanya nanti Harry, biarkan aku berbicara pada Beth." Suaranya menyimpan rasa jengkel.
Apa-apaan ini!?!
Mobilnya berhenti membuat tubuhku meloncat ke depan tapi aku meletakkan tanganku di kursi. Aku melihat keluar jendela dan melihat rumah itu hanya berada di sebrang jalan. Aku tahu aku akan dimarahi habis-habisan.
~~~~~
YOU ARE READING
When we're 19 (Indonesian Translation)
Fanfiction"Kesepakatan kita adalah 19." bisik Harry, hidung kami saling bersentuhan dengan genit. Lesung pipinya terlihat semakin dalam dari kedua sisi seiring dengan tawa yang keluar dari mulutku. "Aku milikmu." {buku ini terjemahan indonesia dari buku yang...