Chapter 1 (Ning)

5K 418 33
                                    

Kusimpan separuh langit pada senyummu,
Senyum yang selalu terhias, meski tak lagi untukku.

Kalau ada voting tentang siapa cowok paling cocok disayang antara Jati dan Banyu, aku akan memilih Jati sebagai pilihan pertamaku. Bukan karena apa-apa, well Banyu memang pacarku. Dia posisinya harus lebih daripada disayang, jadi untuk Jati, aku menyematkan kata sayang saja.

Awalnya, aku mengenal Jati sebagai siswa populer di SMA. Siapa sih memangnya yang nggak kenal dengan Argajati Laksana? Pintar main musik, check. Wajah tampan, check. Baik hati, check. Dalam kurung, Jati baik dengan semua orang dan ini yang membuat hampir separuh cewek di SMA dulu baper karena perilakunya.

"Ning, makan yuk. Mumpung kelas masih lama."

"Kamu aja yang beli. Aku nitip. Ini ada paper, dikit lagi. Kalo ditinggal makan, keburu males."

Jati mendudukan tubuhnya disampingku sambil mengembuskan napasnya, "aku tungguin, deh."

"Eh, nggak usah." Cegahku, "kamu beli makan aja duluan."

"Nggak mau. Nanti kamu malah nggak jadi makan kalo nggak aku tungguin." Aku memutar bola mataku, lantas membereskan kertas-kertas tugas yang bertebaran di meja.

"Ya udah, ayo makan."

"Katanya dikit lagi?"

"Nggak. Makan aja, ayok. Kalo ditunda, kamu malah resek." Jati nyengir lebar sebelum akhirnya membantuku menenteng tas laptopku.

"Banyu tumben gak keliatan, Ning?" aku mengedikkan bahuku, "mana aku tau."

"Lah? kamu kan pacarnya?" Jati memandangku heran. "Nggak. Pacar dia kan organisasi. Aku mah mahasiswa kupu-kupu. Bukan anak organisasi maha sibuk."

Jati tergelak mendengar ucapanku, tentu saja hal itu membuatku sebal bukan kepalang. "Udah deh, gak usah ngehina gitu."

"Eh mau makan apa?" tanya Jati begitu kami mendapat kursi kosong di kantin. "Soto aja deh."

"Nasinya masih di pisah?" aku tertawa, "iya. Kalo disatuin, nanti baper."

Jati mengacak rambutku sebelum ia ngacir ke kedai soto langganan kami di kantin. Usai melahap soto, aku kembali menenggelamkan diri dengan tugasku sementara Jati sibuk main game di ponselnya.

"Ning, ini ada notif di grup kelas. Pak Haris gak masuk. Papernya dikumpulin minggu depan." Ujar Jati saat aku bersiap untuk masuk kelas selanjutnya.

"Serius?"

Jati mengangguk sambil menunjukkan ponselnya. Refleks aku mengumpat dan membanting tumpukan kertas yang susah payah kukerjakan sejak kemarin malam.

"Sabar, Ning. Mending kita main aja, yuk?"

"Males ah, bad mood. Mau balik aja." Kesalku. Jati menahan tanganku, "siniin tas kamu." pintanya.

"Buat apa?"

"Udah siniin aja." setelah menyerahkan tasku, Jati membukanya dan memasukkan kertas yang berisi tugasku kedalamnya.

"Ini simpen di kosanku, kita harus main. Kamu serem kalau lagi bad mood sendirian."

****

Kupikir, kehidupan Jati sudah cukup absurd saat di kampus. Nyatanya, kehidupan Jati jauh lebih absurd saat kami keluar bersama. Tidak terhitung berapa lagu yang telah ia nyanyikan sepanjang jalan dan betapa banyak ocehan yang ia keluarkan. Mungkin sebagian cewek akan menganggap Jati ini cowok ramah tapi pada situasi yang tepat. Jati bisa saja jadi cool dalam beberapa kesempatan, bisa pula ramah.

"Ti, udahan dong. Pusing denger kamu nyanyi gak jelas." Keluhku dengan suara yang agak keras. Jati malah terbahak sebagai responsnya.

"Nggak usah ngelak gitu ah, nanti gak denger suara aku kamu jadi kangen." Tanggapnya. Aku mendengus, "ya. Sebebas Pak Jati aja, ya."

"Iya, Bu." Sahutnya mengejek.

"Ini tujuannya mau kemana sih, Ti?"

"Makan es krim."

"Hah?"

"Kamu kalo bad mood gak dikasih es krim sama diajak jalan-jalan bisa awet. Jadi kita harus makan es krim dulu."

Yah, satu lagi. Jati selalu tau kapan dia harus bersikap baik dan kapan ia menjelma menjadi brengsek menyebalkan.

"Ning, Banyu sekalian ajak aja kesini." Aku menggelengkan kepalaku, "nggak ah. Males. Nanti dia malah sibuk ngomong gak jelas soal organisasi."

"Ya, daripada jalan sama cewek lain, sih ...."

"Heh! Omongannya ya!"

Jati tergelak. Well, aku benar, kan? Jati cocok untuk disayang, sementara Banyu cocok dicintai. Meski kadang banyak jengkelnya karena Banyu harus ikut rapat ini-itu dengan organisasi apapun yang ia ikuti sejak semester pertama.

"Banyu mau jadi capres BEM?"

"Nggak akan." Sahutku ketus, Jati memarkirkan motornya di kedai es krim. "lha? Kenapa? Kan keren punya pacar anak BEM?"

"Nggak mau. Nggak boleh. Nanti dia makin cinta sama organisasinya."

"Harusnya kamu dukung Banyu dong. Itu bisa aja jadi mimpi dia selama ini." Aku melepas helm lalu menyerahkannya pada Jati.

"Banyu kalo udah sampe BEM, pasti bakal lupa sama kuliahnya, sama tugas utamanya. Sibuk ngorganisasi."

"Biar CVnya bagus, Ning."

"Iya, nanti begitu kerja langsung jadi manager!" sahutku pedas. Jati langsung terbahak.

*****

semoga aja semoga wkwk. gue gakan bacot. semoga masih ada yang baca.


Danke :*

NavyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang