Ungkapan Sederhana

Mulai dari awal
                                    

Dan saat itu pelanggan kami mulai berhamburan datang memenuhi perpustakaan ini.

Karena tubuh ku belum sepenuhnya sehat, aku hanya duduk di kasir dan menyambut kedatangan mereka. Sedang Kian mondar-mandir melayani mereka.

Meski layar laptop ku menayangkan film kesukaan ku, namun pikiran ku melayang menyerapi pembicaraan kami barusan. Bahkan ingatan ku mengenai Axell terus berputar di kepala ku. Aku menggeram kesal, menidurkan kepala ku di atas meja. Memikirkan nya terus membuat kepala ku berputar.

*****

Seperti ucapannya, dia datang lagi.

"Aku ingin jalan-jalan..." ucap ku setelah memikirkannya berulang kali.

Ia menyambutnya dengan senyuman. "Ayo, keburu malam"

Aku mengangguk mengenakan jaket tebal. Ia membukakan pintu untuk ku.

"Ke arah mana?" tanyanya lagi.

Jari ku menunjuk ke arah kanan. "Disana ada restaurant baru"

Dia mengangguk lagi. "Ayo"

Kami kesana dengan berjalan kaki karena memang tempatnya yang tak terlampau jauh.

"Katakan pada ku kalau kau kedinginan"

"Aku tak akan mengatakannya. Aku sudah mempersiapkan tubuh ku dengan memakai pakaian serba tebal"

Dia tertawa pelan. "Bagus lah. Jadi aku tak harus melepaskan jaket ku untuk mu dan membiarkan tubuh ku menggigil kedinginan"

Aku berdecak tapi tak kesal mendengarnya. Kami diam lagi beberapa saat.

"Berapa hari kau sakit?"

"Ntah lah, aku tak sempat menghitungnya"

"Ibu ku selalu menanyakan mu"

"Karena kau menceritakan keadaan ku padanya"

"Karena dia tak berhenti bertanya tentang mu sampai aku tak tau harus menjawab apa"

"Kau tak perlu menjawab semuanya"

"Aku bisa saja tak menjawabnya, tapi justru membuatnya kecewa"

"Kalau begitu jangan ambil saran ku"

"Aku merindukan mu" langkah ku berhenti. Dia dua langkah berhenti di depan ku. "Aku menjawabnya karena aku juga merindukan mu. Itu cara kami melepas rindu dengan ibu ku yang selalu bertanya dan aku yang selalu bercerita segala hal tentang mu. Maka dari itu, aku tak bisa tak menjawabnya meski kata-kata ku habis mengekspresikan segala tentang mu, mulut ku tak bisa berhenti berceloteh begitu saja" ia tersenyum.

Lagi, hati ku tersentil dengan mudahnya. Ku lanjutkan langkah ku menghindari percakapan yang membuat ku semakin canggung.

Kami berhenti di tempat yang ku tuju. Lumayan ramai, tapi masih ada sisa meja kosong untuk kami tempati setelah memesan beberapa makanan ringan.

"Suasana dan dekorasinya seperti tempat yang sering kita kunjungi dulu"

Aku tersedak dan meminum kembali minuman ku. Memang sempat terpikirkan oleh ku bagaimana rincian tempat ini. Dekorasinya yang mirip kebarat-baratan dicampur nuansa alam, kami memang punya satu selera yang sama.

Dulu, ada tempat yang seperti ini dan menjadikannya tempat favorite kami. Namun dibalik itu semua, ada satu cerita paling mengenang. Dimana tempat itu adalah saksi bagaimana kami pertama kali menjalin persahabatan. Kejadian yang masih terngiang di kepala ku dan aku merindukan masa-masa menyebalkan sekaligus menyenangkan itu.

Please, Accept My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang