18. Farthest closest

Start from the beginning
                                    

Tak hanya di situ, sang dokter kembali menggunting bagian lehernya, biarpun telah terlepas dari kepala, secara hati-hati. Mulus, tanpa cacat, rapi, seperti seorang profesional—ya, walaupun memang dia adalah seorang profesional. Dan di akhir pekerjaannya, ia memperlihatkan sebuah kepala manekin pada anaknya, membuatnya yakin bahwa selama ini ayahnya—orang yang sangat dipercayainya—ternyata adalah seorang pembunuh yang telah menggemparkan masyarakat kota Bandung—mungkin Indonesia atau dunia—selama beberapa bulan terakhir ini.

Anak itu tak dapat memercayainya—sama sepertiku yang tak dapat memercayainya. Namun, walaupun begitu, aku tetap tak ingin membocorkan informasi mengenai keberadaan saudara kembarnya. Riska pun tampaknya tak tahu hal-hal yang berkaitan dengan saudara kembar Dokter Ryan.

Dalam lirihnya, ia terus menyebut nama orang tuanya, ibu dan ayahnya, sambil menutupi wajah dengan kedua lengannya. Reaksi yang sama seperti yang Loka lakukan ketika aku memberitakan bahwa ayahnya telah tiada.

Aku yang merasa gagal dalam mendidik Loka membiarkan Wijaya untuk mengambil alih suasana yang ada. Wijaya dapat menenangkan perempuan itu dengan bijak, mengelus pundak perempuan itu sambil memberitahu bahwa Dokter Ryan tak akan pernah menampakan dirinya lagi di depan wajahnya. Ia memberitahu bahwa kala itu Dokter Ryan sedang dikuasai oleh iblis, perasaan yang seharusnya tak ada. Jika aku tak mengerti kondisi perempuan itu, tentu aku akan meludah, merasa jijik akan pernyataan Wijaya karena tentu saja dia tidak sedang dikuasai iblis—mungkin juga, sih. Tetapi, lelaki itu memang gila—juga kakaknya—sehingga dapat memenggal kepala orang tanpa rasa bersalah sama sekali.

Wijaya terus-terusan meyakinkan perempuan itu bahwa Dokter Ryan hanya melakukan kesalahan yang seharusnya tak dilakukan, memintanya untuk tak membenci ayahnya itu. Ya, aku pun mengerti maksud dari seluruh perlakuan Wijaya pada perempuan itu. Dia dalam masa yang labil, beban psikologis yang berat seperti ini tentu akan membuat hidupnya tak keruan, kecuali perempuan itu mendapatkan seorang malaikat yang ternyata berpengaruh besar dalam kehidupannya.

"Saya tak ingin ia merasa terguncang, Pak," beritahunya segera padaku begitu kami keluar dari ruangan itu.

"Itu yang kurasakan pertama kali ketika bertemu dengan Loka. Apalagi dia masih duduk di bangku sekolah dasar kala itu."

"Jika Dokter Ryan tidak menghabisi istrinya sendiri, dan saya tak memiliki calon untuk dinikahi, saya rasa saya pun akan melakukan hal yang sama," canda Wijaya, membuat kami tertawa terbahak-bahak, mengingat pengalamanku yang mungkin terdengar sangat bodoh—atau memang seperti itu?

Di samping itu, akhirnya aku mulai mendekatkan diri dengan Loka. Menyambutnya ketika pulang—walaupun dengan cara yang sedikit canggung. Mulai bertanya mengenai kegiatan di sekolahnya—yang hampir tak pernah kulakukan sebelumnya—hingga melerainya dalam perkelahian tolol yang dilakukan, membuat lawan-lawannya kabur begitu mengetahui bahwa aku adalah seorang polisi. Kala itu, untuk sekian kali—walaupun masih dapat dihitung dengan jari—aku dapat melihat Loka tersenyum, melihat kehadiranku.

Seharusnya, sebagai seorang ayah, aku memarahinya karena berkelahi, terlebih karena aku adalah seorang polisi. Namun, pada akhirnya semua itu tak kulakukan. Aku malah menyibak kepala anakku itu dengan kedua lenganku. Menghinanya, tetapi dalam nada yang tak serius, lebih membuat kesan sarkastik daripada sebuah hinaan yang tajam. Yang paling penting, aku dapat mengobrol dengannya—maksudnya secara empat mata. Ia tak melulu memperhatikan ponsel seperti yang biasa ia lakukan.

Aku sedikit bersyukur karena pada akhirnya aku dapat melakukannya—merasa menjadi seseorang yang lebih baik. Aku tak tahu mengapa kuperlukan waktu yang cukup lama untuk menjadi seperti itu. Apakah aku memang menunggu istriku untuk meninggal terlebih dahulu? Apakah karena selama ini aku terlalu menggantungkan Loka padanya sehingga aku tak merasa memiliki Loka? Apakah aku benar-benar tolol untuk menikah hanya karena ingin mengawasi Loka juga istriku dari jarak yang dekat tanpa benar-benar mencintainya? Aku tak tahu, yang pasti perasaan itu seolah sudah sirna.

Detektif Roy : Ritual Pemenggalan Kepala [Selesai]Where stories live. Discover now