9. Wonderwall

5.8K 755 37
                                    

Aku membuka lembaran demi lembaran album foto itu. Semuanya menyimpan benda yang sama, sebuah pemandangan mengerikan yang tak patut untuk dipublikasikan. Sebuah fotografi mengerikan akan orang-orang yang disekap, diikat, dibunuh dengan mengerikan. Aku tak melihat adanya sebuah kesengajaan sama sekali, foto-foto ini diambil secara natural. Rasa takut objek foto menggambarkan perasaan yang tidak dibuat-buat.

Aku menatap tak percaya.

"Berapa banyak sebenarnya korban yang telah ia bunuh?" Aku menutup album itu, kembali memberikannya pada Wijaya.

"Yang pasti lebih dari dua."

Aku berdecak ngeri, menggelengkan kepalaku ke kanan dan ke kiri. "Kita harus menangkapnya sekarang."

Wijaya mengembalikan buku itu pada tempat sebelumnya, menatanya dengan rapi setelah mengambil beberapa foto yang ada dan menyimpannya di dalam saku. "Pak, Anda tadi mengatakan bahwa dokter Ryan menyerang Anda, kan?"

Aku mengiyakan pertanyaan Wijaya.

"Bagaimana jika sebelumnya ia akan mengeksekusi korban di sini, tetapi Anda mengganggunya, kemudian dia kabur membawa korban?"

"Tapi dokter Ryan selalu membunuh di malam hari, kan? Setidaknya berdasarkan dua korban yang kita temui. Bukan di pagi hari seperti ini."

"Tapi Anda melihat foto-foto yang tadi, kan?" tukasnya dengan cepat. "Kurasa memenggal kepala korban bukan satu-satunya kegemaran dokter Ryan."

Aku meneguk ludah. Bagaimana jika ternyata ia sudah membunuh ratusan orang? Bagaimana jika ternyata ia baru memublikasikan dua pembunuhannya saja? Bagaimana jika ternyata ia hanya memublikasikan pembunuhan terbaiknya?

Aku segera berlari keluar, diikuti oleh Wijaya. Kuhubungi rekan-rekanku, meminta bantuan mencari dokter Ryan. Jantungku berdegup dengan sangat kencang.

Apakah aku lengah? Apakah aku tak mengintai dengan baik? Kenapa aku dapat ditipu olehnya, tak melihat penculikan yang dilakukannya? Kenapa dia bisa lepas dari pengawasanku? Apakah aku membuntutinya terlalu dekat sehingga dia menyadari bahwa aku mengikutinya selama ini, membiarkanku mengikuti jejaknya dan menyerangku?

===

Tak perlu menunggu waktu yang lama, pencarian kami terhadap dokter Ryan selesai dengan cepat. Aku tak menyangka orang itu masih dapat bekerja, mendatangi rumah sakit tempatnya bekerja ketika ia tahu aku sudah selangkah berada di belakangnya.

Sebuah penangkapan yang tiba-tiba menggemparkan rumah sakit. Dengan cepat berita itu menjadi obrolan hangat di dunia maya. Beberapa dari mereka menceritakan kejadian yang langsung mereka lihat, sedangkan beberapa di antaranya hanya mengomentari—padahal tidak berada di lokasi.

Aku sengaja tak memberitahukan alasan penangkapan, bukan gayaku untuk membesar-besarkan semua masalah yang ada. Namun, selama kejahatannya dapat terbukti dan aku merasa perlu untuk membesar-besarkannya, maka konferensi pers akan menjadi pilihanku.

Dokter Ryan diborgol dan digiring menuju kantor polisi, menuju ruang interogasi yang telah diisi olehku sebelumnya, berjalan tak tentu arah karena rasa tegang yang melanda diriku. Namun, mengingat aku harus terlihat lebih berkuasa dari dokter itu, kumantapkan diriku, membusungkan dada, bersandar pada dinginnya tembok hingga dokter Ryan dapat duduk dengan tenang pada kursi. Aku mengatakan bahwa ia duduk dengan tenang, tetapi tidak dengan mulutnya. Berkali-kali ia berteriak, menanyakan dasar penangkapannya, yang tentu saja tak kujawab. Dia pintar, kan? Seharusnya ia telah mengetahuinya.

Kemudian, di saat yang sama, Wijaya masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu beserta seorang pria berseragam kepolisian yang menunggu di depan pintu, menemaniku. Untuk sesaat, Dokter Ryan menghentikan ocehannya, seolah-olah terpana akan kedatangan Wijaya yang begitu mendadak. Namun, bukannya bersikap ramah, Wijaya memberikan foto yang ia ambil pada ruang bawah tanah kala itu, menyodorkannya dengan kasar sehingga aku dapat mendengar suara gesekan antara kertas foto dan meja kayu.

Detektif Roy : Ritual Pemenggalan Kepala [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang