10. Dark Roof

6K 768 39
                                    


Bulan penuh yang tergantung dalam gelapnya malam seolah-olah mengajakku untuk menemaninya, membuatku tak dapat tidur dengan nyaman. Aku terbangun, secara tiba-tiba pukul dua pagi tanpa alasan yang jelas. Tubuhku masih terbaring di sofa yang empuk ini, tetapi pikiranku meracau, membuat seluruh saraf motorikku terbangun, beraksi, mendudukkan tubuhku. Ada sesuatu yang tak beres dan aku tahu itu. Namun, apa?

Ini sudah hari kedua sejak penangkapan dokter Ryan yang masih belum kutetapkan sebagai tersangka karena alibi yang begitu kuat. Walaupun aku masih berusaha untuk mencari tahu bagaimana caranya berada di dua tempat sekaligus, hatiku ragu akan kemampuanku. Kurasa aku akan kalah, membiarkannya bebas, dan itu artinya hanya tersisa sedikit waktu bagiku sebelum dokter Ryan harus dilepaskan dan terpaksa kubersihkan namanya.

Trik apa yang ia gunakan?

Aku baru saja bangun dari tidur, dalam waktu yang tak lama, tetapi aku tidak merasakan kantuk sama sekali akibat otak yang bekerja lebih keras dari seharusnya. Kesadaran yang sepenuhnya langsung bergelayut di dalam diriku.

Aku tidak menyukai ini.

Akhirnya, kuputuskan untuk berganti baju, menuju kamar dan mengambil kaus berwarna putih dengan celana kain panjang berwarna hitam. Tanpa berpikir panjang, kukenakan pakaian itu, bagaikan seorang petani yang hendak memacul. Sebagai tambahan, aku menggunakan jaket wol yang telah lama kumiliki dengan warna merah yang sedikit terdistorsi, membuatnya terlihat kusam dan tak baru lagi.

Aku berencana untuk melakukan penyelidikan tambahan, mempercepat proses penyelidikan.

Dalam susuran lantai yang dingin, kuseret kakiku, membuat gesekan yang seharusnya tak diperlukan.

Aku tak berpamitan dengan Loka, aku tahu dia telah tidur. Jadi, aku hanya mengambil ponsel serta power bank yang biasanya kusimpan di dalam kamar. Tentu tak lupa dengan kabel USB-nya. Lalu, aku keluar tanpa mengunci pintu rumah—dengan harapan rumahku akan baik-baik saja.

Membuka pintu gerbang, menyalakan mesin mobil, berkendara di tengah malam, bukan kebiasaanku.

Aku mengambil jalur yang sama seperti yang kuambil ketika kubuntuti dokter Ryan, menuju rumah kosong itu. Namun, betapa terkejutnya diriku karena ternyata suasana perjalanan tidak sepenuhnya sepi. Beberapa kios pedagang tetap buka biarpun sejauh mata memandang hanya terdapat satu dua pelanggan yang datang mengunjungi—orang-orang yang kelaparan di tengah malam. Mereka menyalakan televisi, radio, membuat suasana yang ramai, hingga akhirnya kumasuki daerah Siliwangi yang berbeda seratus delapan puluh derajat dengan sebelumnya.

Sepi, kosong, dingin, menakutkan, seolah-olah aku dapat mendengar suara burung hantu yang berkukuk di sekitar sini. Memang, kawasan ini terkenal dengan suasana angkernya. Bulu kudukku langsung berdiri, aku sedikit menggigil, benar-benar dingin, padahal aku berada di dalam mobil.

Namun, seluruh perasaan itu tak kuhiraukan, aku kembali pada rumah yang bermasalah—yang terlihat lebih angker dari sebelumnya—dalam gelapnya malam. Aku seperti berada dalam film horror, menjadi orang bodoh dengan rasa penasaran yang tinggi, mengakhiri hidupnya dalam sebuah kutukan akibat memasuki rumah terlarang itu.

Tanpa petugas yang berjaga, aku tetap dapat memasuki rumah itu dengan leluasa.

Suasananya benar-benar berbeda dengan pagi hari. Pikiran tololku selalu memberikan gambaran buruk mengenai makhluk tak kasat mata, yang mungkin muncul tiba-tiba di mukaku. Kunyalakan senter dari ponselku, menerangi beberapa bagian rumah ini dan berharap kejadian menakutkan itu—seperti yang kupikirkan—tak akan terjadi.

Aku merasa masih ada sesuatu yang belum kutemukan dari rumah ini.

Langkah kakiku yang pelan terdengar begitu keras akibat ruangan yang luas serta suasana yang sangat sepi ini, aku benar-benar seperti berada dalam sebuah mansion besar yang ditinggalkan oleh pemiliknya tanpa alasan yang jelas. Setiap langkahku selalu kusertai dengan rasa takut, ngeri, tak tahu apa yang akan terjadi. Namun, aku sendiri tidak ingin menjadi seorang pengecut yang segera pergi dari tempat ini hanya karena takut. Aku terus melangkah, melaju, berusaha kembali menyusuri berbagai ruangan yang ada di rumah ini.

Detektif Roy : Ritual Pemenggalan Kepala [Selesai]Where stories live. Discover now