34. Pikiran

1.3K 145 6
                                    

Tanpa diberitahu ayah, ibu atau Mas Irvan pun aku mengerti apa maksud dari pertemuan orang tuanya Lian dengan orang tuaku.

Melamun kini kembali menjadi hobiku selama perjalanan ke Hotel. Malam ini aku berangkat sendiri karena Mas Irvan berangkat kuliah. Katanya Mia akan menjemputku di lobby, jadi semuanya akan aman.

Ya, semuanya aman. Tapi tidak dengan pikiranku.

Aku tahu tidak baik jika membuat prasangka terlebih dahulu. Tapi perasaanku sangat tidak nyaman untuk saat ini. Hey, ini membuatku mual mengingat bagaimana aku pernah mengecap Lian sebagai cinta pertamaku dan sesudah aku melupakannya, ia datang lagi ke kehidupanku!

Memuakkan. Aku tidak ingin mengingatnya lagi untuk saat ini.

Saat aku turun dari transjakarta, aku melirik jam tanganku yang sudah menunjukkan pukul 6.30 malam. Aku segera mengeluarkan kartu transportasi dan keluar dari halte tersebut. Berjalan sedikit dari halte dan masuk ke area hotel.

Saat aku masuk ke lobby hotel yang cukup mewah itu, aku melihat Mia yang tengah berkutat dengan ponselnya. Dasar, anak itu. Masih saja sempat main ponsel.

"Mia-ya?"

"Yaaa~ Ghania-ssi, darimana saja?"

Aku menjitak Mia pelan, "Habis pulang kampung, sekarang tunjukkan jalan ke kamar, aku sangat lelah." Ujarku.

"Ya! Sejak kapan kau jadi menyuruhku begini?"

"Sejak sekarang."

Mia terkekeh. Ia menggandeng tanganku dan menggiringku ke lantai 4 dimana kamar kami berada.

Melihat lorong kamar hotel yang sepi itu, aku bertanya-tanya. Biasanya mahasiswa fakultas seni musik angkatanku ini sangat berisik dan heboh, sekarang kemana perginya mereka?

"Mereka sedang makan malam di bawah bersama para dosen." Jelas Mia. Mungkin gadis ini tahu apa yang aku pikirkan. Aku hanya mengangguk mengerti dan masuk ke kamar.

"Oh iya, tadi Yoongi gyosu-nim mencarimu." Kata Mia.

Aku yang rebahan di kasur hotel tersebut langsung membulatkan mata. Sungguh? Ia mencariku???

"Dia bilang apa?"

"Hm.. Dia bilang kau harus makan tepat waktu dan minum obat... Aku jadi curiga.." Mia melirikku.

Hey! Yoongi itu bodoh atau bagaimana? Dia membuatnya transparan di depan Mia! Aku memijit kening dan merasakan hidung mampet kembali menyerang, "Aigoo…"

"Yoongi kenapa hanya peduli padamu?" Kata Mia.

Mana aku tahu.

"Mungkin saat itu aku pernah sakit..???" Jawabku asal.

Mia mengangguk-anggukan kepalanya, "Jadi begitu.. Aku mengerti. Pasti ia menaruh perhatian lebih pada dirimu ya." ucapnya.

Sebenarnya disini siapa yang bodoh, aku atau Mia? Kenapa dia percaya pada kalimatku begitu saja? Aku menghela nafas lega karena ia tak menyadari suatu hal bahkan setelah Yoongi membuatnya menjadi transparan seperti itu.

"Bureobda ya, coba saat itu aku yang sakit, heheh." Mia terkekeh. (Aku iri)

"Kau mau jadi orang sakit?"

"Tidak juga, sih."

Heh dasar. "Makan malam sana!" Suruhku.

"Kau tidak ikut?"

"Aku lelah dan ingin tidur. Aku tidak lapar juga. Lagipula aku bosan makan nasi goreng. Nanti kalau lapar juga aku bisa pergi ke supermarket." Jelasku panjang lebar.

Mia mengangguk. "Baiklah akan aku sampaikan. Jalja, Ghania~~"

Aku tersenyum saat Mia meninggalkanku untuk makan malam. Setelah pintu kamar hotel tertutup, aku membetulkan posisi tiduranku dan membuat diriku senyaman mungkin.

Dan sekarang pikiranku melayang lagi pada Lian..

Ah sial, orang itu. Susah payah aku melupakan sosoknya yang pernah hadir dalam pikiranku sekarang seenaknya datang lagi. Seseorang seperti dia memang menyebalkan, aku lupa bagaimana caranya aku bisa jatuh cinta dulu saat aku mengenalnya.

Aku tak tahu harus bagaimana karena perasaanku makin campur aduk ketika bertemu kembali dengan Lian setelah sekian lama.

Kalau ditanya, pilih produk lokal apa impor?

Duh, tolong jangan tanya karena pertanyaan itu sangat tidak bermakna dan tidak penting. Selama aku bernafas, yang aku lakukan dalam kehidupan romansaku adalah jatuh cinta. Seseorang yang jatuh cinta dan jarang dicintai kembali. Mungkin kecuali dengan Yoongi. Kalau Yoongi masih menyimpan rasa yang sama. Kalau tidak? Aku kembali pada Ghania yang buruk dalam hal percintaan.

Lian baik, begitu juga dengan Yoongi. Aku pernah memiliki konflik batin dengan keduanya, jadi aku tak tahu harus lakukan apa. Aku tak bisa memilih satu diantara keduanya. Punya hak apa aku untuk memilih mereka bagaikan raja yang memilih permaisurinya? Tidak.

Heleh, gegayaan milih. Dipilih aja enggak, Ghan.

Setelah aku pikir-pikir, candu yang dinamakan cinta ini perlahan menggerogoti hati dan pikiranku.

🎡🎡🎡

My WorldWhere stories live. Discover now