Pat Belas

327 35 8
                                    

RIO

7 Jam sebelumnya...

Aku seakan tidak mengenali waktu yang sangat pagi. Cuaca yang dingin membuat susana semakin tegang dan membuat diriku semakin semangat untuk membuat sistem baru. Tidak ada kopi. Tidak ada obat penahan tidur. Tanpa narkoba. Perasaan berapi – api yang menjaga kesadaranku.

"Saya Rio Geostin, apakah yang dijelaskan oleh ETE jelas?" Tanyaku kepada salah satu pemegang server Bandung Smart City.

"Kalau dilihat dari kemampuan pemrogaman dirimu, sepertinya bisa – bisa saja," Balasnya dengan suara yang bulat.

"Kalau begitu mari kita lakukan ini," Seruku.

Detak jam sekarang menunjukan pukul 3 tepat. Ketika seluruh Bandung saat itu sangat tenggelam di dalam mimpi, kedua orang yang terpisah sedang mengotak – ngatik dunia maya—coding. Angka dan deret kode unik perintah tertumpah ruah di dalam layar dengan lumen yang cukup membuat mata letih.

"Jadi pemberitahuan gempa akan dibagi dua, satu untuk data stasiun dan satu lagi disiarkan secara langsung ke seluruh jaringan smart city?" Pemegang server bertanya.

"Benar," Balasku.

"Berarti gempa – gempa kecil juga tersiar?" Dia kembali bertanya.

"Tenang sudah diatur soal itu," Balasku dengan yakin.

"Baiklah, sekarang kau bisa sambungkan dengan komputer yang terhubung dengan instrumentasi," Pintanya.

Kemudian aku ambil kabel output yang akan tersambung dengan komputer server. Sebelum aku melakukannya, aku melakukan pengecekan berkali – kali untuk memastikan keadaan sudah kondusif dan siap. Setelah menunjukan hasil yang positif, perlahan aku arahkan kabel itu menuju salah satu port yang ada di komputer.

"Demi kebaikan Bandung dan menciptakan kota yang siap," Cetusku dengan perasaan yang penuh dengan harapan.

"Benar."

Aku tersenyum. Tertawa cekikikan dengan seram. Tertawa dengan sedikit tangisan, tanganku bergetar dengan sangat kuat. Kedua tangan mulai mempertemukan kabel dan lubang penghantar. Mendekat. Dan mendekat.

"Connected." Salah satu pemegang lini dunia maya itu mencetuskan pernyataan dengan semangat.

"Apakah kalau kita tes akan menciptakan kepanikan?" Tanyaku.

"Tidak, karena push notification itu baru terjadi apabila sudah saya sambungkan ke seluruh sistem. Sekarang data instrumen itu hanya berhenti di komputer yang saya gunakan sekarang," Jelasnya penuh kepastian.

"Baiklah kalau begitu akan picu mesin ini," Seruku sambil berbalik badan untuk menekan tombol pemicu instrumen.

"Memang bisa?" Dia kembali bertanya.

"Dalam panduan, apabila seismograf seakan tidak menunjukan aktivitas kita bisa picu getaran untuk mengetahui apakah sensor rusak atau memang bumi yang kita pijak sedang berbaik hati," Jelasku dengan tangan yang tinggal memijit tombol pemicu.

"Bumi yang kita pijak sedang berbaik hati, sangat sastra ya anda." Dia melontarkan kalimat tadi dengan penuh kesan.

Kemudian aku memijit tombol itu. Untuk beberapa saat tidak ada respon, namun akhirnya data getaran mulai memasuki layar dan memicu sinyal adanya getaran, "Masuk?"

SKENARIO JAWAOnde histórias criam vida. Descubra agora