Ketika aku melapor bahwa rumah ini memiliki ruang bawah tanah, aku yakin para petugas langsung menuju ruangan itu, mengambil barang-barang yang bermasalah, tetapi kurasa tak lebih dari itu. Kurasa mereka tak berusaha mencari tahu lebih jauh mengenai ruangan yang lain, eksistensi akan ruang-ruang tersembunyi pada bagian lain. Tentu aku tak dapat menyalahkan mereka juga, karena itu adalah tugasku. Walaupun sialannya, aku terlalu terpengaruh akan alibi dokter Ryan yang sempurna, mencari tahu terlebih dahulu trik apa yang digunakannya walaupun pada akhirnya tak membuatku mengakhiri seluruh penyelidikan itu dengan sebuah kesimpulan.

Jadi, di sinilah aku, kembali di dalam rumah yang mengerikan.

Kakiku tergerak untuk kembali ke dalam ruang bawah tanah yang bermasalah, mengajak diriku untuk sekali lagi berada dalam kegelapan yang luar biasa, hanya ditemani oleh sinar lampu dari ponselku serta power bank yang telah kusiapkan seandainya baterai ponselku habis.

Ruangan ini lebih dingin dari sebelumnya.

Menyusuri setiap sisi ruangan ini, aku belum mendapatkan apa-apa, hanya batu bata yang disusun rapi membentuk sebuah kubus. Lampu-lampu, matras, serta buku itu telah diambil, mengakibatkan ruangan kosong yang sepi. Dadaku terasa sesak, hampir kesulitan bernapas akibat rasa takut yang seolah semakin menjalar, otak tololku seolah-olah menggambarkan suatu makhluk yang tak berbentuk berbisik padaku. Namun, sekali lagi, kucoba untuk menghiraukannya.

Aku telah mengelilingi ruangan ini sebanyak empat kali, meraba seluruh dinding dan mencari ruangan rahasia seperti yang biasanya dimiliki oleh bangsawan kaya. Namun, semuanya nihil, aku tak menemukan apa-apa selain tumpukan batu bata yang dingin. Aku menggerutu untuk sekian kalinya, tetapi hal itu tak mengubah keadaan.

Akhirnya, sedikit menyerah, aku menuju ruangan lain, ruangan-ruangan kosong tanpa lampu, mengelilinginya seperti aku mengelilingi ruang bawah tanah itu. Namun, tak kudapatkan kesan aneh.

Rumah ini bergaya eropa, setiap kamar memiliki kabin yang terhubung langsung dengan ruangan, bagaikan tempat untuk menyembunyikan mayat yang sempurna. Atap yang miring tetapi tinggi pun menambah kesan mengerikan rumah ini, seperti rumah-rumah tua eropa. Namun, dalam pemikiranku yang sederhana itu, muncullah pertanyaan besar. Apakah rumah ini memiliki ruang pada atapnya?

Biasanya, di rumah bertipe seperti ini, mereka memiliki atap yang sengaja dibuat sebagai alternatif gudang, menyimpan benda-benda lama mereka di atap—benda-benda tak terpakai.

Di balik jaket ini, tubuhku tergerak untuk mencari jalan menuju atap—jika memang ada. Kususuri lantai dua, mengadahkan kepala ke atas sambil menyoroti atap dengan senter ponselku, mendapatkan sebuah kenop pintu yang janggal. Sebuah pintu yang terletak di atas dengan tinggi sekitar tiga meter, berbentuk kotak dan tertutup rapat.

Langkahku terhenti, memikirkan bagaimana caraku menggapai kenop itu. Rumah seperti ini sangat jarang di kota Bandung, tak aneh jika kami—aku beserta rekan-rekanku yang lain—tak memikirkan hal seperti ini, terlebih lagi perhatian kami hanya tertuju pada ruang bawah tanah itu yang sejatinya menyita perhatian kami.

Dengan percaya diri, kuletakkan, ponselku pada lantai. Kemudian, menggapai ornamen kayu yang melintang di sepanjang dinding, menggapainya untuk mengayunkan tubuhku ke atas. Umurku tidak muda lagi—aku tahu—tetapi setidaknya aku masih memiliki tenaga.

Kakiku berayun, untuk sesaat aku merasa akan jatuh, gapaian tanganku terasa tergelincir, tetapi aku berusaha sekuat tenaga untuk merekatkan kedua lenganku, mengayunkannya pada ornamen kayu kedua yang lebih tinggi, membuat tubuhku melayang lebih jauh. Setidaknya, jika aku jatuh pada ketinggian ini, aku tak akan mati, jadi tak ada alasan bagiku untuk tak menggapai benda itu.

Akhirnya, setelah bertahan beberapa lama, beserta napasku yang tertahan untuk mengumpulkan kekuatan, aku dapat menggapai kenop itu, membukanya dan memperlihatkan kegelapan lain di ruangan yang lain. Sialnya, lenganku yang lain, yang bertahan pada ornamen kayu itu tergelincir, membuatku terjerembap dan terjatuh, menimbulkan kegaduhan yang tak kuinginkan.

Detektif Roy : Ritual Pemenggalan Kepala [Selesai]Where stories live. Discover now