Icha langsung berjingkat kaget hingga kakinya menyenggol tempat sampah yang ada di bawah.

"Segitu kagetnya kayak lihat setan, sih, Cha?" kata Meta menghampiri Icha yang masih memasang wajah terkejut.

"Met ... Meta, sejak kapan lo di belakang gue?" tanya Icha dengan terbata-bata.

Bukannya menjawab pertanyaan Icha, Meta malah tersenyum aneh. Bulu kuduk Icha langsung merinding dengan senyuman aneh bin menyebalkan yang baru saja ditunjukkan oleh Meta.

"Nggak penting kapan gue ada di belakang lo. Yang paling penting saat ini lo ngaku sama gue. Lo beneran suka, kan, sama Kak Ardo? Ngaku, Cha?"

Glek!

Icha menelan salivanya sendiri. Ia mangap-mangap seperti ikan koi, tetapi tidak mengeluarkan suara. "Eh ... itu ... gue ... Lo salah denger, Met. Beneran. Gue nggak ngomong apa-apa kok tadi. Udah, yuk! Balik ke kelas. Tuh, udah bel."

Icha mencoba mengelak dari Meta, tapi sayangnya, kali ini Meta tidak bisa ditipu oleh Icha.

"Eits, lo nggak perlu ngelak, Cha. Lo nggak bisa bohong sama gue lagi," ucap Meta sambil mencekal lengan Icha. Icha hanya bisa meringis pasrah. Ia tahu, sebentar lagi hal ini akan jadi obrolan hangat di grup yang isinya hanya ada Icha, Meta, dan Nadi.

Tamatlah riwayat gue.

"Ayo ke kelas! Jelasin ke gue nanti waktu istirahat."

Icha hanya pasrah diseret oleh Meta keluar dari toilet.

--**--

Kelas sudah sepi sejak beberapa menit yang lalu, tetapi Ardo tidak berniat meninggalkan kelas. Cowok itu duduk berselonjor di dua kursi yang sudah ia jajar berdampingan. Ia bersandar di tembok dengan mata terpejam.

Suara lagu dari Twenty One Pilot berjudul Stressed Out mengalun pelan di headset yang terpasang di dua telinga Ardo. Ardo menikmati setiap alunan lagu itu. Ia tidak pernah menyangka jika dirinya bisa segila ini hanya karena seorang cewek.

Maaf dari Icha akan sangat berharga bagi Ardo. Ia sangat sadar jika perbuatannya selama ini sungguh keterlaluan. Tidak seharusnya Ardo merenggut kebahagiaan Icha. Padahal Ardo sudah tahu jika impian itu segalanya bagi Icha. Tidak seperti Ardo, impiannya sudah ia kubur lama sekali.

Ardo tidak akan menyerah begitu saja meski Icha sudah mengabaikannya ribuan kali. Misalkan nanti Ardo harus menjauhi Icha, Ardo rela asalkan Icha mau memaafkannya.

Saat Ardo membuka mata, ia dikagetkan dengan sosok Roni yang sudah duduk membelakanginya. "Sialan! Sejak kapan lo duduk di situ, Ron? Gue kira lo udah pulang sama Umar."

"Belum. Gue ke toilet bentar tadi." Dua cowok itu sama-sama diam. Ardo masih asyik mendengarkan musik dari ponselnya. Sedangkan Roni asyik bermain game.

"Icha belum mau maafin lo?" suara Roni membuyarkan lamunan Ardo.

"Belum," jawab Ardo singkat. Cowok itu bangkit dari posisinya dan kini ganti menghadap ke jendela mengamati lalu lalang siswa-siswi SMA Tunas Bangsa yang masih ada di area sekolah.

"Lo, sih, keterlaluan banget sama Icha, Do. Nggak seharusnya lo sampai ngilangin satu-satunya harapan Icha. Kalau gue jadi Icha juga nggak akan maafin lo seumur hidup."

"Iya, sih," Ardo kembali merenung. Ada berbagai hal yang berkecamuk di pikirannya. Haruskah ia meminta bantuan dari Nadi untuk mendapatkan maaf Icha? Bisa jadi itulah peluang terakhir Ardo.

"Satu-satunya cara adalah ... lo bantu Icha mendapatkan impiannya lagi, Do. Dengan gitu, Icha pasti bisa maafin lo. Apa yang sudah lo ambil, lo kembaliin lagi pada pemiliknya," ucap Roni sambil mengarahkan telunjuknya ke Ardo.

"Bentar, Ron ..." Ardo menoleh ke Roni dengan wajah berbinar. "Sebenarnya hal itu nggak bener-bener hilang." Ardo langsung meraih tasnya dan mencari sesuatu di dalam sana. Ardo sampai menumpahkan semua isi tasnya.

"Lo nyari apaan?" Roni mengerutkan keningnya bingung.

"Nah, ketemu!" Ardo memegang sebuah flashdisk berwarna putih. "Thank's, Bro! Kata-kata lo sangat membantu. Gue tahu apa yang harus gue lakuin sekarang. Gue cabut duluan." Ardo segera menyimpan semua barang-barangnya ke dalam tas, menyampirkan tas itu di bahu kanannya dan segera berlari keluar kelas. "Sekali lagi, makasih, Ron."

Roni bingung dengan tingkah Ardo. Kenapa sahabatnya itu tiba-tiba menjadi sangat bersemangat? Rencana apa yang ada di kepalanya?

--**--

Ardo berlari di sepanjang koridor sekolah. Beberapa waktu lalu ia sudah menghubungi Meta dan cewek itu mengatakan jika dirinya ada di ruang serbaguna. Meta sedang ada kegiatan penting dengan beberapa anak kelas 10 di sana.

Kebetulan sekali, Meta baru saja keluar ketika Ardo sampai di depan ruangan itu. Ardo berhenti dengan napas yang masih tersengal. Meta menghampiri Ardo dengan dahi mengerut.

"Ngapain lo nyariin gue, Kak?" tanya Meta langsung tanpa basa-basi.

"Gi ... ni, Met. Gue ada rencana buat Icha. Gue butuh bantuan lo."

"Lo mau ngerjain Icha lagi, Kak? Nggak, nggak. Gue yang langsung hajar lo duluan kalau lo nyakitin Icha lagi." Meta sudah mengangkat kepalan tangannya di depan wajah Ardo.

"Nggak, lah!" sanggah Ardo cepat. Ini justru sebaliknya. Ardo ingin mengembalikan kebahagiaan Icha. Ia tidak ingin membuat Icha menangis lagi. Ardo hanya ingin mendapatkan maaf dari Icha dan ... mungkin sesuatu yang sengaja ia sembunyikan. Perasaan Ardo pada Icha.

"Terus rencana apaan?" tanya Meta tidak sabaran.

Ardo menemukan ada satu bangku di depan ruangan itu dan ia langsung duduk. "Met, lo mau kan bantuin gue?"

"Asal itu baik buat Icha. Gue mau."

Ardo mengangguk mantap. Ia yakin Meta mau membantunya dengan senang hati asalkan itu untuk kebaikan Icha. Ardo juga sudah meminta bantuan Nadi untuk sesuatu hal yang lain. Yang jelas semuanya hanya untuk Icha.

"Met, sekarang lo ikut gue ketemu sama Erlang."

"Hah? Jadi rencana lo sebenernya apa, sih, Kak?" Meta semakin bingung dengan maksud Ardo.

Ardo tersenyum misterius dan hanya berkata pada Meta untuk mengikutinya menemui Erlang. Rencananya kali ini harus berhasil. Tidak peduli jika nantinya Erlang menolak permintaan Ardo, Ardo akan memaksa Erlang melakukan semuanya untuk Icha.


---


Yey, update lagi. Aku janjinya 3 part yah hari ini? Hem... ntar kalau masih sempat aku upload, kalau nggak ya beso sabtu aja... hahahaha :D Soalnya aku masih lembur kerja nih gengz... T_T

Ayo tebak apa rencana Ardo?


see you,


AprilCahaya

MIMPI [Sudah Terbit]Där berättelser lever. Upptäck nu