33. Perjuangan

24.1K 2.2K 182
                                    

Senyum Ardo seketika merekah saat melihat Icha berjalan ke arahnya. Bukan, lebih tepatnya ke kelas Icha sendiri. Ardo saja yang terlalu percaya diri menganggap Icha berjalan menghampirinya. Padahal, cewek itu sama sekali tidak mempedulikan keberadaan Ardo yang sudah berdiri di dekat pintu kelas XI IPA sejak 15 menit yang lalu itu.

"Pagi, Icha ...." sapa Ardo dengan suara lantang dan senyum manis andalannya. Sayangnya, Icha melewati Ardo begitu saja. "Yah, dicuekin lagi. Cha, tunggu!"

Ardo mengikuti Icha hingga ke dalam kelas. Dan saat itu juga, Ardo langsung menjadi pusat perhatian semua cewek-cewek di kelas XI IPA 3. Memang, Ardo tidak termasuk dalam kategori cowok terkenal di SMA Tunas Bangsa, tetapi senyumannya yang manis itu mampu membuat siapa saja terpesona.

"Ngapain lo ikutan masuk segala?" semprot Icha galak.

"Galak bener, sih, Cha. Gue datang baik-baik juga. Gue mau minta maaf sama lo. Karena beberapa hari ini lo selalu cuekin gue, jadi nggak ada salahnya gue langsung samperin lo." Ardo duduk dihadapan Icha dengan santainya. Padahal kepala Icha sudah mulai mengeluarkan asap.

"Pergi sana!" Icha mengusir Ardo dengan terang-terangan. Beberapa cewek di kelas Icha mencibir karena menganggap Icha sombong. Mereka sedang asyik berbisik-bisik menggosipkan Icha dengan Ardo.

"Tuh, cewek sombong banget, sih. Dulu aja dia sering ngejar cowok itu, eh sekarang giliran cowoknya yang ngejar-ngejar, dia sok jual mahal banget."

"Iya, ih. Ilfeel banget gue."

Icha yang mendengar ocehan teman-teman sekelasnya itu semakin membuat telinganya panas. Mata Icha sudah mulai berkaca-kaca.

Brak!

Icha sengaja menendang kursinya ke belakang dengan keras. Emosinya sudah mulai tersulut. Cewek-cewek yang baru saja bergosip ria itu langsung terdiam berjamaah.

Ardo yang mengetahui perubahan raut wajah Icha, langsung berdiri.

"Lo denger sendiri, kan? Kehadiran lo di sini, tuh, bikin keadaan gue makin rumit. Please, Ardo! Biarin gue hidup tenang tanpa gangguan lo. Kenapa, sih, lo hobi banget ngusik hidup gue? Apa salah gue sama lo? Gue benci sama lo."

"Cha ..." panggil Ardo lembut, tapi Icha tidak menghiraukan Ardo dan memilih keluar dari kelasnya. Bahkan Icha sampai tidak sadar saat dirinya melewati Meta begitu saja.

Belum juga Meta bertanya pada Ardo, cowok itu lebih dulu berbalik dan mengejar Icha. "Ada apaan lagi, sih?" Meta segera melempar tasnya asal dan ikut mengejar dua sejoli yang sedang berperang itu.

--**--

Icha mencakar-cakar kaca yang ada di dekat wastafel di dalam toilet. Icha marah pada Ardo. Kenapa cowok itu tidak ada habisnya selalu merecoki hidup Icha? Kenapa harus Icha yang mengalaminya? Kenapa bukan orang lain saja?

Icha berteriak frustrasi.

Padahal beberapa hari ini Icha sudah berusaha menenangkan dirinya sendiri. Ia mencoba melupakan Ardo sejenak saja dari pikirannya. Tetapi bagaimana Icha bisa melupakan cowok itu, kalau setiap menit saja Ardo selalu mengirimi Icha kalimat-kalimat permintaan maaf, setiap hari selalu muncul di depan Icha dengan senyuman tanpa dosa? Cowok itu memang selalu menyebalkan di mata Icha.

"Bisa nggak, sih, lo pergi dari hidup gue, Do? Kalau lo muncul terus kayak jin di depan muka gue, gimana gue bisa nahan perasaan gue sama lo? Sial!" Icha berbicara sendiri di depan kaca dengan wajah memelas.

Tanpa ia sadari ada seseorang yang memperhatikannya sejak tadi di dekat pintu masuk toilet.

"Woah, gue nggak salah denger, kan, kalau Ishana Areta Ariawan baru aja ngungkapin perasaannya di depan cermin?"

MIMPI [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now