6. Dreamcatcher

35.2K 3.4K 415
                                    


Jangan pernah menyentuh barang berharga orang lain, jika tidak ingin si pemiliknya berubah menjadi Hulk.

Icha mungkin sekarang sudah menjadi Hulk, tetapi kulitnya tidak berwarna hijau. Kulitnya tetap berwarna kuning langsat. Gadis itu semakin mempercepat langkahnya ketika hampir mendekati gedung perpustakaan. Ia berbelok ke arah belakang gedung, untuk menemui seseorang yang akan ia telan hidup-hidup jika tidak segera mengembalikan liontin miliknya.

"Cha ...," seru Meta sambil menarik lengan Icha tepat sebelum cewek itu berbelok ke arah pohon jambu air. "Serem tahu, Cha." Wajah Meta terlihat takut. Ternyata Meta benar-benar percaya dengan omongan Umar dan Roni.

"Tenang, Met. Gue jamin setannya bakal takut sama gue. Misalkan setannya nggak takut, kita lari bareng-bareng, oke?" Ucapan Icha membuat Meta sedikit lebih tenang, meski terdengar konyol. Meta mengangguk pelan.

Tepat di bawah pohon jambu air, duduklah sesosok makhluk berjenis kelamin laki-laki yang sedang memegang ponselnya. Icha semakin mempercepat langkahnya. Saat dirinya sudah berada di depan Ardo, tangannya langsung terulur ke depan dan hampir mengenai wajah Ardo.

"Balikin liontin gue, sekarang!" minta Icha dengan nada penuh penekanan di setiap katanya. Bisa dibilang Icha sudah mirip preman pasar yang sedang meminta jatah uang setoran.

Meta berdiri tidak jauh dari Icha. Cewek itu malah lebih fokus menatap setiap detail struktur pohon jambu air itu. Mulai dari batang, ranting, daun, bunga bahkan buahnya yang masih kecil-kecil. Jika dilihat-lihat pohon itu tidak semenyeramkan yang dikatakan teman-teman Ardo tadi.

"Bentar, gue bales chat dulu," kata Ardo dengan santainya.

Nih cowok belum pernah ditabok pakai sepatu apa ya?

Icha mengepalkan kedua tangannya. Ia siap menyemburkan api dari mulutnya jika dalam waktu 10 detik Ardo masih mengabaikannya. Meta yang masih berperan sebagai penonton sudah harap-harap cemas.

"Woi... Ardo!" teriak Icha tidak sabar.

"Sabar kali, Cha," jawab Ardo cepat. Cowok itu segera memasukkan ponsel ke dalam saku celananya. Ardo beranjak dari tempat duduknya dan berdiri di hadapan Icha. "Lo mau ini?"

Mata Icha membulat sempurna. Dan ketika ia hendak meraih benda yang ada di tangan Ardo, cowok itu dengan cepat mengelak. Dengan senyum super tengil Ardo mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Jangan membayangkan adegan di drama Korea. Ingat, hidup tidak seindah drama Korea.

"Balikin, nggak?" minta Icha dengan jengkel. Karena tangan Icha tidak bisa meraih tangan Ardo yang menurutnya terlalu panjang, Icha naik ke bangku yang awalnya menjadi tempat duduk Ardo. Dengan begitu ia bisa merebut liontinnya. Tetapi Icha kalah cepat, Ardo menghindar hingga membuat Icha hampir terjungkal.

Ardo tertawa sambil menjulurkan lidahnya ke Icha.

Meta menghela napas kasar. "Yah, gue lihat drama romansa remaja deh." Meta maju selangkah dan berseru sedikit keras pada Ardo. "Kak, balikin aja deh. Kasihan Icha."

Ardo lagi-lagi tersenyum, "Gue balikin, tapi nanti. Setelah semua permintaan gue dipenuhi sama Icha. Iya kan, Cha?"

"Nggak. Balikin sekarang juga!" Icha semakin geram. Haruskah ia meminjam kekuatan Elsa dan membuat tubuh Ardo beku sehingga dirinya bisa mengambil liontin yang ada di tangan cowok itu?

Meta menatap Icha dan Ardo bergantian. Dua orang itu seperti memiliki kesamaan, tapi entah apa. Mungkin sikap aneh mereka berdua hampir mirip.

Bel tanda isitirahat telah berakhir terdengar sangat nyaring. Ardo tersenyum penuh kemenangan.

MIMPI [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now