15. Tantangan

26.1K 2.6K 322
                                    

Ardo mendrible bola dengan santai. Tatapannya tidak pernah terlepas dari Icha yang sedang berdiri di pinggir lapangan. Terlihat jelas jika gadis itu berusaha meyakinkan dirinya sendiri. Beberapa kali Icha menepuk pipinya, membuat Ardo juga ingin sekali menepuk pipi empuk Icha.

Eh? Gue mikir apaan tadi?

Ardo menggeleng keras. Kemudian ia mulai tidak sabar menunggu Icha. "Woi, keburu malem kali, Cha. Jadi nggak kita tanding?" teriak Ardo nyaring.

Icha menoleh dengan tatapan garang. Dalam hati ia akan mengutuk Ardo menjadi bola basket.

"Bawel banget, sih, lo. Gue lagi ngumpulin kekuatan buat ngalahin lo," sungut Icha sambil berjalan ke arah Ardo.

Ardo tertawa mengejek. "Emang lo mau pakai kekuatan apaan?"

"Apa aja, asal bisa ngalahin lo," jawab Icha ketus. Ardo kembali terkekeh.

"Kekuatan cinta dan kacih cayang bisa ngalahin gue kok, Cha."

Icha langsung mundur jauh dari Ardo. Ia menatap cowok itu seperti menatap serigala mengerikan yang siap menerkamnya. "Kenapa lo mendadak jadi serem kayak gini? Lo Ardo, kan?"

"Iya lah gue Ardo. Emang, sih, ketampanan gue itu nggak jauh beda sama Maxime Bouttier yang lagi naik daun itu. Kalau gue cukup naik pohon jambu air aja." Ardo merapikan rambutnya sok percaya diri sedangkan Icha meringis jengah.

"Oke, sekarang kita mulai. Gue pasti akan ngalahin lo!" ucap Icha penuh semangat.

"Gue suka semangat lo, Cha. Mulai."

--**--

Ardo tersenyum tipis ketika ia berhasil merebut bola dari tangan Icha. Icha mengumpat kesal. Cowok itu sangat lihai menipunya. Gerakan tangan Ardo saat merebut bola darinya pun luput dari pengawasan Icha.

Ardo berhasil memasukkan bola ke ring sekali lagi. Total Ardo sudah 10 kali memasukkan bola, sedangkan Icha baru 6 kali. Tetapi bukan Icha kalau menyerah begitu saja. Cewek itu kembali berlari, merebut bola dari Ardo, mendrible bola itu hingga ia melakukan lay up sempurna. Icha mengepalkan satu tangannya dan mengangkatnya ke udara.

Entah kenapa, Ardo tersenyum lebar. Mungkin, karena sekarang ia bisa melihat Icha yang dulu. Cewek yang bermain basket dengan penuh semangat, wajah berbinar dan peluh yang menetes di pelipisnya.

"5 menit lagi," ucap Ardo sambil terengah.

Sekolah sudah mulai sepi. Untung saja hari ini tidak ada anak basket yang latihan. Di lapangan basket itu hanya ada Icha dan Ardo yang masih tidak mempedulikan lingkungannya karena mereka hanya fokus mencetak skor. Tanpa mereka sadari, ada satu orang yang mengawasi mereka dari bangku penonton paling atas.

"Lo, kalah telak, Cha." Ardo tersenyum penuh kemenangan. "Skor 15-7. Lo kalah Ishana Areta." Ardo terbaring di tengah lapangan. Ia masih mengatur napasnya yang masih tersengal dan ritme jantungnya yang semakin cepat.

Icha berjalan mendekat ke Ardo, cewek itu tiba-tiba berbaring di samping Ardo. Hingga Ardo refleks bangkit dari tidurannya. Icha tidak melihat Ardo melakukan gerakan itu, karena Icha sudah memejamkan matanya.

"Entah udah berapa lama aku tidak merasakan perasaan seperti ini lagi," gumam Icha pelan.

Ardo kembali menatap Icha dalam diam. Ia tidak merespon sama sekali gumaman Icha. Ardo tahu apa yang dimaksud Icha. Rasa bahagia yang dirasakan cewek itu ketika ia bisa bermain basket lagi.

Perlahan Ardo mendekat lagi dan berbaring di samping Icha. Cowok itu mengikuti Icha yang memejamkan matanya.

"Sialan lo, Ardo. Kenapa gue bisa kalah sama lo." Tiba-tiba Icha bangkit dan berteriak dengan keras. Ardo sampai terkejut dan berguling ke arah lain.

MIMPI [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang