Bagian 28 (Pelanggaran?)

Start from the beginning
                                    

Christy mengerutkan alis. "Sayang, kamu kenapa? Pusing?" tanya wanita itu mencondongkan tubuhnya dan membuat kerah dadanya lebih turun. Mata Yoga otomatis melihat ke bagian pribadi wanita di hadapannya dan seketika dia merasa hawa panas di dalam tubuhnya naik.

Yoga memalingkan matanya ke arah lain.

"Emm -- iya. Aku agak ... kenapa, ya? Aku juga gak ngerti. Mungkin masuk angin, kali," jawab Yoga gugup.

"Aduh. Maaf ya, sayang. Ini gara-gara aku maksa ketemuan. Harusnya kamu istirahat aja. Mungkin kamu kecapean habis meeting sampe malem," kata Christy memasang ekspresi simpati.

Yoga terdiam. Rasa panas yang aneh di dalam tubuhnya kini bercampur dengan pusing. Dia memegang kepalanya.

Christy mengelus punggung pacarnya.

"Sayang, kayaknya kamu gak bisa nyetir, deh. Aku aja ya yang nyetir? Nanti sebelum pulang ke rumah, kamu istirahat aja bentar di apartemenku," bujuk Christy.

Kalimat 'istirahat di apartemenku' membuat Yoga bimbang, tapi dia tidak bisa memikirkan kemungkinan yang lebih baik, dan dia tak mungkin bisa menyetir dengan kondisi sekarang.

"Oke," sahut Yoga menahan pusing.

Christy membantu Yoga keluar dari bar, berjalan ke tempat parkir dan duduk di kursi samping kemudi. Christy duduk di depan stir, menyalakan mesin dan mobil melaju ke jalan raya.

***

Pintu kayu yang di cat hitam itu terbuka. Christy memapah Yoga memasuki ruangan apartemennya untuk pertama kali. Ya, pertama kali. Selama enam bulan mereka berpacaran, tak sekalipun Yoga mau memasuki ruangan ini. Yoga selalu hanya mengantarnya ke depan pintu. Christy bingung, apa yang ada di benak Yoga sebenarnya?

Walau masih agak pusing, Yoga masih bisa melihat dengan jelas. Apartemen bergaya modern minimalis itu cukup luas. Ada ruang duduk dengan sofa panjang dan LED TV di seberangnya, lalu sebuah ranjang king size dengan lemari , sebuah pantry, dan pintu yang sepertinya mengarah ke toilet dan ruang servis.

Yoga menyadari bahwa Christy sedang membawanya ke arah ranjang.

"Aku -- aku di sofa aja, Christy," kata Yoga segera.

Christy sempat diam sebentar mendengar Yoga menyebut namanya. Itu salah satu yang juga sering membuatnya bingung. Yoga tak pernah sekalipun memanggilnya dengan sebutan 'sayang', 'honey', 'say', atau sejenisnya, yang biasanya umum digunakan pasangan. Yoga sungguh aneh, pikirnya.

"No no, honey. Kamu perlu istirahat di kasur. Udah, kamu nurut aja," desak Christy.

Yoga terbiasa mengatur orang, tapi Christy bukan perempuan biasa yang bisa dia atur. Sebelum Yoga mengajaknya pacaran, dia sudah menyelidiki asal usulnya. Christy adalah anak pertama di keluarganya, keluar dari rumahnya di usia yang masih sangat kecil. Orang tuanya sering bertengkar hebat dan kadang memukuli bukan hanya ibunya, tapi juga dia dan adik laki-lakinya. Christy kabur dari rumah membawa serta adiknya. Sempat menjadi gelandangan, sampai akhirnya mendapat pekerjaan di sebuah rumah makan, sebagai buruh cuci piring dan bebersih. Suatu hari seorang staf agency model mampir ke rumah makan di mana Christy bekerja, dan dari sanalah karirnya sebagai model dan peragawati dimulai.

Christy bukanlah anak manja yang meraih hidup mewah dari warisan. Hidupnya sangat keras. Dia punya karisma itu, yang membuat Yoga tak mampu menolaknya setiap kali dia memaksanya. Kecuali untuk dua hal. Alkohol dan seks.

Tapi kondisi Yoga saat ini sama sekali tidak normal. Mata Yoga kembali melirik ke arah tubuh Christy saat merebahkan tubuhnya di atas kasur. Dia menutup mata dengan tangannya. Mungkin tak melihat apapun lebih baik untuknya sekarang.

ANXI (SEDANG REVISI)Where stories live. Discover now