Nad? Nadi maksudnya? Atau bukan, sih?

Hampir saja Icha bertanya siapa yang menelepon Ardo tadi, tapi Ardo sudah keburu pergi. Belum juga Icha mengeluarkan kata umpatannya, sebuah pesan Line masuk di ponselnya.

Meta Aninda : Cha, lo lagi di mana?

Icha_ Areta : Gue lagi ada di mall.

Meta Aninda : Ngapain? Sama siapa?

Icha_Areta : Jalan-jalan doang. Ehm, ini sama Ar ...

Icha segera menghapus pesannya. Hampir saja ia keceplosan. Bisa meledak nanti ponsel Icha kalau Meta tahu dirinya sedang keluar bersama Ardo.

Icha_Areta : Jalan-jalan doang. Ehm, ini sama temen.

Icha berbohong pada Meta. Cewek itu menggigit bibir bawahnya. Lama Meta tidak membalas pesan Icha. Dua menit kemudian.

Meta Aninda : Aneh. Gue curiga.

Icha_Areta : Jangan curiga mulu sama gue. Udah ya, bye.

Setelah itu Icha mengabaikan pesan Meta. Icha hanya diam saja saat Ardo sudah kembali duduk. Tidak ada pembicaraan lagi di antara mereka berdua. Icha lebih memilih diam. Ia ragu ingin menanyakan siapa orang yang baru saja menelepon Ardo. Bukannya kalau Icha langsung bertanya, itu terlihat ikut campur? Lebih baik Icha diam saja.

"Gue pulang ya," kata Icha begitu ia sudah menyelesaikan makannya.

"Gue juga mau pulang," sahut Ardo santai. Cowok itu pergi lebih dulu dibanding Icha.

Icha mendengkus kesal. Ardo sudah mirip bungklon, dikit-dikit berubah. Sebentar sok perhatian, sebentar lagi cueknya luar biasa.

Cuaca hari ini tidak mendukung Icha sama sekali. Padahal tadi pagi saat Icha berangkat matahari bersinar dengan cerah, nah, sekarang, saat Icha akan pulang tiba-tiba langit sudah menumpahkan semua airnya.

"Yah, hujan. Mana gue nggak bawa jas hujan lagi," gumam Icha frustrasi. Harusnya ia mendengarkan Papa tadi pagi untuk membawa jas hujan. Berhubung cuacanya cerah, Icha tidak mendengarkan nasihat ayahnya.

"Lo pakai punya gue aja nanti." Tiba-tiba Ardo sudah ada di belakang Icha.

"Terus lo nanti gimana?"

"Gampang," jawab Ardo enteng.

"Thanks." Icha tersenyum tipis.

Apa kata Icha, Ardo itu bukan hanya seekor serigala licik. Cowok itu juga seekor bunglon yang sering berubah-ubah. Tapi kalau Ardo bukan berubah warna, melainkan sikapnya yang sering berubah-ubah pada Icha.

--**--

"Lo punya akun wattpad nggak, Cha?" tanya Erlang pada Icha.

Saat ini Icha dan Erlang berada di perpustakaan. Icha sedang mencari beberapa materi tambahan untuk UAS minggu depan. Tiba-tiba saja Erlang muncul dan mengajaknya mengobrol. Padahal perpustakaan bukan tempat untuk mengobrol. Kalau ketahuan petugas perpustakaan, Icha dan Erlang bisa diusir dari sana.

"Nggak punya, Kak. Kenapa?"

"Hem, nggak kenapa-kenapa. Media itu bagus buat seseorang yang pengin memperkenalkan karyanya ke publik. Lo bisa langsung mendapat tanggapan dari pembaca lo. Meski banyak juga orang-orang yang nyinyir sama penulis-penulis wattpad."

"Hah? Kok gitu, Kak?" tanya Icha lagi semakin penasaran. Jujur, selama ini Icha hanya menulis di blog. Ia belum mengenal media itu sejauh ini.

"Iya. Karena beberapa orang menganggap, penulis wattpad itu penulis instan. Padahal kenyataannya, nggak kayak gitu, Cha."

Icha mencebikkan bibirnya. "Orang lain kalau ngomong mah gampang banget. Mereka nggak tahu aja perjuangan nulis cerita itu susahnya kayak gimana."

"Setuju sama lo. Karya tetaplah sebuah karya. Di manapun medianya, sebuah karya itu harus diberi apresiasi. Gimana? Lo mau nyoba bikin akun di wattpad?" Erlang menatap Icha dengan intens.

"Ih, Kak Erlang itu brand ambassador wattpad apa?"

Erlang tertawa sedikit keras membuat petugas perpustakaan menegur mereka berdua.

"Oh ya, nanti kalau ada lomba menulis yang cocok sama lo, gue kasih info ke lo. Oke?"

"Oke, Kak. Makasih ya." Icha tersenyum manis.

"Gue duluan, Cha." Erlang menepuk pelan bahu Icha sebelum beranjak pergi.

Ada satu makhluk yang sengaja menempelkan wajahnya ke kaca bagian belakang perpustakaan untuk mengamati interaksi antara Icha dan Erlang. Sayangnya, keberadaan makhluk itu tidak banyak diketahui oleh beberapa orang.

Ardo tersenyum miring dengan alis terangkat satu, bergumam tidak jelas, balik badan, dan kembali ke tempat nongkrongnya di bawah pohon jambu air. Ponsel Ardo bergetar panjang, menandakan ada telepon masuk.

Nadi calling ...

Dua hari ini Nadi lebih sering menelepon Ardo. Hampir tiga kali sehari, seperti minum obat.


---

Di malam yang syahdu dengan gerimis yang nggak mau berhenti, ku persembahkan kebaperan Icha dan Ardo.

Btw, maafkan typo yang bertebaran atau kata-kata yang mungkin kurang enak dibaca. Wkwkwk. Kalau menemukan hal-hal tersebut, harap kutuk penulisnya jadi secantik Kim Yeon Jung.

Sekian,

Terima kasih.




Xoxo,


AprilCahaya

MIMPI [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now