Rupanya, inilah efek 'gadis Dewa' yang pernah cowok itu sebutkan tempo hari. Entah darimana semua orang sudah tau hubungannya bersama Dewa. Seperti temannya ini.

"Aku sendiri jadi takut ngebayanginnya." Dengan kaleng cat di tangan Bobby berbalik, untuk kemudian menabrak seseorang. Kaleng yang menyimpan cat berwarna kuning itu sukses jatuh menggelinding di atas lain dengan sebelumnya mengotori baju orang di hadapannya.

"Lo punya hobi nabrak orang pake cat?" Dewa yang hari itu memakai t-shirt hitam mengeram kesal karena cat kuning tampak terlihat jelas di bajunya.

"Gak-gak se-sengaja," Bobby mendorong kacamatanya naik. Gugup. "Gue gak liat lo dateng. Sorry-sorry-sorry,"

Dewa menarik kerah baju Bobby, membawanya berdiri dengan ujung kaki. Tangannya yang lain pun sudah terkepal, siap memberi pukulan namun terhenti, oleh sebuah tawa merdu yang menghampiri telinganya.

Dewa menatap Pelita yang menutup mulutnya dengan tangan. Menahan tawa dengan cara menggemaskan.

Dewa lalu mendelik ke arah Bobby. "Untung cewek gue lagi cantik," kemudian melepaskan cengkramannya di baju Bobby. "Minggat lo!"

"Bobby jangan mau. Disini aja," sahut Pelita kemudian. "Dewa masih aja deh galak,"

"Dia ngotorin baju gue!" Kemudian menatap Bobby tajam. Mengisyaratkan dengan jelas jika Bobby harus pergi sebelum kebaikan hatinya pergi. Makanya, Bobby segera menyambar tasnya di atas meja.

"Bobby!" panggil Pelita dengan melongokkan kepalanya, karena Dewa menghalangi pandangannya.

"Nanti, kalo perlu bantuan kasih tau aja ya, Ta." Ujarnya.

"Gak ada bantu-bantuan, tai." Sergah Dewa menendangkan kakinya ke arah Bobby, tapi tidak sampai mengenai cowok itu.

"Bobby," Panggil Pelita lagi. Tidak ingin cowok itu pergi, tapi sepertinya Bobby lebih sayang nyawanya dengan langsung berlari menuju pintu dengan langkah pasti.

Jadilah keadaan yang paling dihindari Pelita sejak insiden tenggelam terjadi.

Dewa mendekati kursi tinggi Pelita. "Tadi pagi gak jawab telpon, terus berangkatnya gak mau dijemput." ujarnya bersidekap. "Kenapa?"

"Mungkin pas hapenya di tas. Nggak kedengeran jadinya," Pelita memutar kursinya menghadap kanvas. "Biasanya aku juga gak djemput kan?"

Oleh Dewa, kursi itu diputar lagi sehingga gadis itu kembali menghadapnya. Jika Dewa sudah sumringah dengan noda kuning di baju, Pelita mengerjap dengan tangan memegang kuas ketat. Seribu persen yakin bahwa Dewa sedang berniat menggodanya sekarang.

Dewa berdiri cukup dekat dengan kedua tangan bersandar di tepi kursi yang Pelita duduki. "Jangan ngindar cuma karena kejadian kemaren. Aku kan udah bilang gak bakal ngapa-ngapain kalo kamu gak mau,"

Pelita mencari sebuah jawaban, namun tidak menemukannya, hingga ia memilih mengangguk. Mengikis ujung kuas yang hampir mengering.

"Baju kamu kotor," tunjuk Pelita kemudian, teringat insiden tadi kembali memancing senyumnya. "Sini aku bikin bagus,"

Dewa kembali menegakkan tubuhnya ketika Pelita melukis tumpahan cat di baju Dewa. Membuat lengkungan panjang dengan dua titik baru di atasnya. "Aku gambarin emot senyum. Biar bisa nular sama yang pake baju," kekehnya.

Dewa menunduk. Mengikuti jalannya kuas Pelita dengan tertarik.

"Lagi ngapain tadi?" tanya Dewa kemudian.

Masih fokus dengan lukisannya di baju Dewa, Pelita menyahut. "Mau ngerjain lukisan. Besok udah dikumpulin soalnya."

"Gak ada yang aneh-aneh kan?"

Invalidite [Completed]Where stories live. Discover now