I don't care but i fvcked up

1.8K 209 9
                                    

"Hey, Love..." Jillia memberikan kecupan hangat tepat di pipi Abraham ketika mereka bertemu untuk pertama kalinya setelah beberapa minggu Abraham meninggalkan perempuan itu di rumahnya. "Hampir satu bulan, Abraku ini pergi. Kemana?"

"My brother, was asking me a little help. A little help won't hurt, will they?"

Jillia menganggukkan kepalanya. "Jadi, kapan kamu mau bilang sama semua orang kalo kita sudah menikah?"

Abraham membalikkan tubuhnya dengan tangan yang masih sibuk membuka jas dan juga beralih ke kancing kemejanya. "You know why i can't do that, Kal. Jadi, kenapa kamu malah introgasi aku kayak gitu bukannya bantuin aku lepas kemeja aku?"

Jillia menaikkan satu alisnya. Mencurigakan. Tapi dia mau menikmati setiap inchi dari kulit Abraham Januraksa yang sudah menjadi miliknya. Masa bodoh, untuk saat ini dia masa bodoh dengan tujuan Abraham menikahinya. Tidak ada alasan lain selain harta Elwood yang berlimpah dan tentu saja dengan masa lalu dirinya yang menjadi alasan Abraham menikahinya.

Ketika Jillia mendekat, dia dapat merasakan kedua tangan Abraham melingkar bebas di pinggulnya dan kemudian perempuan itu sibuk membuka lengan kemeja Abraham. Tidak cukup sulit membuat Abraham melepaskan setelan kerjanya dan berganti dengan kaus tipis dan juga boxernya. Sehingga akhirnya ketika selesai, perempuan itu berkata dengan pelan

"Take a bath, aku ke bawah..."

"Oh, Kal..."

Jillia membalikkan tubuhnya ketika menemukan Abraham membawah bungkusan kecil yang terselip di balik jasnya.

Menyerahkan bungkusan kecil yang menjadi pilihannya sebelum 24 jam kembali ke rumah, dan menggenggam tangan istrinya yang menatapnya curiga, membuat Abraham kemudian tersenyum kepada Jillia, "Kamu suka ke luar negeri kan? Suka lupa sama koper kamu? Aku kemarin liat ada yang jual card holder buat koper, kembar sama punyaku"

Jillia merona. Dia tidak mampu menyembunyikan senyum menjijikan itu kemudian menganggukkan kepala. Ketika laki-laki lain akan sibuk memberikan perhiasan kepada istri mereka, Abraham justru ingat kalau dirinya sering melupakan kopernya dan berakhir kebingungan di bandara menunggu petugas yang dia pesan untuk mengambilkan kopernya. Sering tertukar dan segala macam. Tapi Abraham malah mengingat hal sepele itu, dan memberikannya ini. Baiklah, dia patut untuk mengapresiasi usaha Abraham.

"Gak suka? Aku mau sih, Kal. Beliin kamu kalung atau anting, tapi aku mau kamu pilih sendiri. Aku udah reservasi atas nama kamu buat janji hari selasa, kamu bisa desain perhiasan yang kamu suka..."

"Di Tiffany?" Tanya Jillia memastikan ucapan suaminya. Tidak mungkin kan, Abraham melakukan hal semacam itu?

"Van Cleef and Arpels..."

Sekarang, Jillia tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Itu, jauh. Dan berarti dia akan berpisah lagi dengan suaminya. Walaupun tidak lama, hanya saja... Baiklah dia menyerah. "Jadi aku berangkat selasa? Gimana kerjaan aku?"

"Cuma lelang, kan? Sama beberapa proposal yang asisten kamu bisa urus..." lalu Abraham mencium puncak kepala istrinya, "Oh, honey. It's your turn to have fun..."

"Jadi kemaren kamu having fun?"

Abraham tertawa sebentar, "Helping my brother is my escape, honey..."

"Aku kira sama aku itu seneng-seneng, Bra..." sindir Jillia dengan nada setengah kecewa dan menarik tangannya dari genggaman Abraham

"You are, my last destination. Jadi, kamu santai-santai. Anyway, aku mau mandi dulu..."

...

Mengirim Jillia pergi kemanapun yang jauh dalam waktu yang lama adalah tujuannya. Mengingat lelang saham perusahaan yang minggu depan diadakan juga kakaknya dan kedua orang tuanya yang pulang ke rumah bukan merupakan satu kesempatan yang bagus untuk membiarkan Jillia berada di rumah Januraksa.

Abraham sudah memperhitungkan semuanya. Dia akan membuat Julia menyerahkan sahamnya kepada Jillia, seolah-olah anak gadisnya itu yang membelinya. Jadi semuanya, akan mudah. Lalu Jillia akan menyerahkannya ke Abraham.

Argo menuruni tangga menuju adiknya ketika dia baru saja turun untuk sarapan. "Strange. Gue nemu banyak barang lo di kamar gue. Kenapa? Jillia tinggal di kamar lo?"

"Yap. Gak mau keluar. Gue pengen balik aja tapi gue sibuk kerja di sini..."

"Yah, lanjutin sekolah lo. Gak selamanya pekerjaan yang jadi prioritas. After this, get your ass back to Harvard..."

Abraham hanya menganggukkan kepala saja. Dia sedang memikirkan hal lain. Ibu tirinya, tidak memberikan saham itu kepada Jillia dan malah melelangnya. Bukannya perempuan itu tidak butuh uang? Lalu buat apa dilelang?

Argo meletakkan pisaunya dan menatap adiknya dengan bingung, "Hey, you there?"

"Yah. Cuma kepikiran kenapa Tante Julia jual sahamnya padahal kita sama-sama tau kalo itu keputusan bego..."

Argo menganggukkan kepalanya, "Ah, ngomong-ngomong Dominique nanya ke gue soal hubungan lo sama Jillia..." dia menunjuk adiknya kemudian, "Gue yang masih jadi calon tunangannya, Bra. Gue jadi bingung gimana cara jelasin ke Dominique kalo lo gak ada niatan apa-apa ke Jillia..."

Abraham menatap kakaknya. Kalau untuk urusan itu dia akan sangat paham. Maka akhirnya dia bicara seadanya, "Ngapain khawatir? Anaknya aja lagi kelayapan gak tau kemana..."

Argo mengangguk setuju. "Ck. Jillia itu, sampe kapan dia mau begini? Harusnya gue udah mulai tunangan sama dia..."

"Oh, iya?" Abraham menaikkan satu alisnya, "Kenapa?"

"Diundur karena alasan Jillia males nungguin gue balik dari sono..."

Oh. Untunglah, Abraham kira, pernikahannya akan lebih cepat berakhir. Dia belum selesai mendapatkan apa yang dia inginkan. Enak saja.

NostalgiaWhere stories live. Discover now