The Beautiful & The Damned

1.7K 203 9
                                    

Abraham tidak tahu apa yang terjadi setelah telfon itu terputus. Dia ada rapat mengenai pembelian lahan untuk gedung baru perusahaannya dan kemudian dua jam berikutnya dia melihat ratusan panggilan dari Edgar dan juga Julia.

Malik Assegaf adalah pria beruntung yang dia pilih untuk dia telfon setelah laki-laki itu memborbardirnya dengan panggilan tidak terjawab.

"Man. Kakak lo kecelakaan. Parah..."

Abraham menaikkan satu alisnya dan melangkah lebih cepat menuju lobi. "Oh, iya? Tell me..."

"Ada truk nyalib tiba-tiba di depan mobil kakak lo. Terus belakangnya kena tubruk sama Elf, sampingnya kena pajero, how's that sound?"

"Shit" maki Abraham lalu mengisyaratkan supirnya untuk segera menjalankan mobil, "Terus gak mati kan, dia?"

"Ke rumah sakit. Sekarang. Gue kirim alamatnya via chat. Man, Jillia juga di dalem mobil kakak lo..."

Goddamn it

...

Setelah berhasil mengonfirmasi dengan beberapa dokter dan perawat, Abraham memutuskan menelfon Aura, Edgar dan Julia juga Dominique. Dia yakin keempat orang itu akan dengan cepat meminta pihak rumah sakit untuk memberikan penanganan khusus kepada dua orang paling penting di dalam hidupnya

Sial. Apa saja yang sudah Jillia dengar di telfon tadi? Perempuan itu pasti membencinya sekarang. Dan rencananya bisa gagal begitu saja.

Argo, apa yang sudah kakaknya lakukan dengan Jillia sampai dia dipancing kakaknya berkata seperti itu? Abraham menelan ludah sekali lagi ketika akhirnya dia berdiri di depan ruang ICU dan menatap berharap kepada pintu itu.

"Ruangan nyonya Jillia di sebelah sana..." seorang suster mengantarnya kepada salah satu ruangan dengan dua orang dokter di dalamnya. Dua dari dokter itu kemudian keluar dari ruangan dan berdiri di depan Abraham.

"Keluarga nyonya Jillia?" Tanya salah satu dari mereka

Abraham hanya menghela nafas dan kemudian mengangguk

"Kita bicara di ruangan..."

...

"Nyonya kehilangan kandungannya..."

Lima detik pertama Abraham habiskan dengan mematung. Dia tidak mengerti apa maksud ucapan sang dokter. Seingatnya, Abraham tidak pernah lupa memberikan Jillia obat pengendali hormon itu dan dia menyipit untuk memahami maksud ucapan sang dokter. Sejak kapan perempuan itu tidak meminumnya?

"Sepertinya sebelum ini, Nyonya sudah banyak mengkonsumsi pil. Jadi ketika Nyonya berhenti meminumnya, ada beberapa efek samping. Kandungannya agak lemah dan dengan kecelakaan ini, kami sendiri tidak bisa membantu Nyonya..."

"Berapa minggu?" Tanya Abraham dengan penasaran. Dia kebingungan sendiri sejak kapan Jillia berusaha menumbuhkan benih cinta diantara mereka berdua

Salah satu dokter kemudian menjawab, "5 minggu"

"I see" kata Abraham. Dia memutar kembali ingatan lima minggu yang kemarin dia lewati bersama Jillia. Pantas saja perempuan itu begitu bersemangat menghabiskan lebih banyak waktu seharian di kamar.

"Kondisi Nyonya akan pulih dalam beberapa hari, tapi suaminya..."

Abraham menyipitkan kembali kedua matanya, "Saya suaminya. Argo itu kakak saya. Kami menikah diam-diam. Jadi saya mohon kerja samanya. Bisa kalau keluarga kami tidak mengetahui apa yang baru saja kalian bicarakan dengan saya?"

Kedua dokter itu saling memandang dengan bingung dan ingin bertanya kembali

"Secara prosedur medis, saya berhak meminta ini menjadi rahasia karena saya suami sahnya. Jadi lakukan saja..."

Kedua dokter itu kemudian mengangguk.

"Jadi, Bapak Argo masih harus menjalani beberapa operasi lagi karena kecelakaan tadi memberikan retakan cukup panjang di bagian tubuh sebelah kanan---"

"Lakukan apa saja untuk mereka. Terutama kakak saya. Dia masih harus berhadapan sama saya kalau dia mau mati..."

Setelah itu, kedua dokter itu melongo karena Abraham kembali mengingatkan agar mereka tidak membicarakan perihal keguguran Jillia pada siapapun. Dan kembali mengerjap memandang kepergian pria muda itu.

...

Tiga hari selanjutnya, Jillia baru saja sadar dan meneliti keadaan sekitarnya. Semua anggota tubuhnya terasa sakit. Bahkan dia tidak mampu menggerakkan tangannya untuk menggapai sekitarnya.

Putih. Dia tidak tahu berada di mana, tapi dia melihat Julia menangis sambil menatap kepadanya. Perempuan itu seolah berteriak panik tapi Jillia tidak mengerti kenapa.

Beberapa saat kemudian dokter dan suster mengambil alih dirinya dengan Julia yang berdiri di belakang mereka menangis.

Dia mendapatkan segelas air dan meneguknya dengan susah payah. Matanya mengerjap ketika dokter menerangi matanya dengan senter kecil dan kemudian menatap dokter kembali. "Nyonya, bisa anda sebutkan nama Anda?"

"Jillia..." kata perempuan itu dengan lemah

"Jumlah jari saya yang ada di depan Anda?"

Jillia menghela nafas, "Empat..."

"Baiklah. Coba gerakkan tangan Anda dan gapai jari Saya..."

Jillia melakukannya walaupun agak nyeri di sepanjang tubuhnya. Belum lagi kesemutan yang dia rasakan.

"Baiklah. Nyonya, sekarang gerakkan jari-jari kaki Anda..."

Kembali perempuan itu melakukan apa yang dokter perintahkan kepadanya.

"Syukurlah. Sepertinya sewaktu kecelakaan, Bapak Argo menahan Nyonya Jillia dengan cukup baik. Kita tinggal menunggu pemulihan Nyonya..." walaupun samar, Jillia bisa mendengar ucapan sang dokter kepada Mamanya. Apa yang mereka bicarakan

Lalu dia merasakan Julia memeluknya dengan erat dan perempuan itu menangis, "Kali. Terima kasih kamu kembali pada Mama... Jangan tinggalkan Mama Kali..."

Dan perempuan itu menangis memeluknya. Satu pertanyaan berputar di kepala Jillia.

Kemana Abraham yang notabene suaminya ketika dia berada di rumah sakit?

Pria itu benar-benar tidak mencintainya.

NostalgiaWhere stories live. Discover now