Thanks for the arms

2.5K 316 5
                                    

"Kenapa dia jadi pulang ke rumah kita, Go?"

Argo melirik ke arah adiknya, kemudian mengedikkan bahu. 4 jam yang lalu, Kalila merengek pada Argo entah karena apa, meminta dibawa pulang ke rumah keluarga Januraksa. Dan karena tidak tahan dengan rengekan manja Kalila, Argo hanya menyetujui permintaan kecil tersebut.

Abraham menyesal tertidur di sepanjang perjelanan menggunakan earphone dan menyetel musik dengan volume cukup kencang, hingga akhirnya kakaknya mengambil keputusan untuk membawa pulang seorang Kalila.

"Bra, lo gak mau beresin muka dulu?"

Abraham hanya melengos berjalan menuju ruang makan, "siapa peduli? Mama pergi, Papa pergi, just you and me"

"Kalila peduli"

Mendengar ungkapan polos Argo, mau tidak mau membuat Abraham melongos menuju kamarnya.

...

Jantung Abraham hampir saja berhenti berdetak dikarenakan bayangan singkat berambut panjang yang baru saja dia lihat di dapur.

Bayangan itu sedang terduduk dan sepertinya sedang melahap salah satu kue dari dalam kulkas.

Setelah agak dekat, Abraham akhirnya sadar, bayangan gadis itu adalah Kalila yang kabur ke rumahnya untuk menginap. Dengan sedikit kesal, akhirnya dia mendekati gadis itu lalu berdiri di belakang gadis itu dengan tenang.

"Hiks hiks... Huft, nyam nyam nyam"

Abraham menggeleng-gelengkan kepalanya. Gadis ini benar-benar.

"Mama..."

Dan Abraham menggerak-gerakan mulutnya sambil menirukan ucapan Kalila tanpa suara

"Aku kangen Mama..." Gadis itu terisak kembali, "Mama... Mama sama Papa bahagia ya di surga?"

Deg. Jantung Abraham mendadak berdetak lebih lemah. Menunggu kira-kira ungkapan lain Kalila yang lebih mengejutkan. Jangan salahkan Abraham menguping di tengah kegelapan malam begini, niatnya hanya mengejutkan gadis itu agar tidak makan tengah malam

"Kenapa Papa nyusul Mama tanpa bawa aku? Hiks. Kenapa kalian tinggalin aku disini?"

Abraham manggut-manggut, jadi Kalila sedang merindukan orang tua kandungnya rupanya. Pemuda itu terenyuh sesaat, pantas saja gadis ini makan tengah malam ditengah kegelapan seperti penguntit. Eh, gadis itu memang penguntit kan? Ini rumah keluarganya bukan keluarga gadis itu

"Kalian pasti tau apa yang terjadi sama aku disini. Happy now? Atau menyesal meninggalkan satu-satunya permata kalian ini? Ugh" omel Kalila kemudian mengaduk-aduk kuenya yang mulai mencair

Abraham terdiam

"Just give me signs, show me i have a chance to have a better life without you, without them... I just wanna be happy"

Pemuda itu masih terdiam, mendengar suara Kalila yang semakin lama semakin serak dan bergetar

"See, Januraksa even better than me"

Abraham hampir saja tersedak, apa kata Kalila? Januraksa lebih baik

"They have their parents even rarely seeing each others, but they're know where to go when they have problems"

Benar

"Edgar always there to listen his sons"

Benar

"Aura always there to cheering her sons"

Hm, agak sedikit tidak benar. Ibunya meninggalkannya bukan? Orang-orang hanya tak tahu saja. Kalau keluarga mereka baik-baik saja, Abraham tidak akan terlibat tawuran hari ini

"But me..."

Abraham menunggu sambil mengerjap-ngerjapkan matanya

"I have nowhere to go, no arms to hold, no one to share"

Hening. Dan Abraham hanya menunggu Kalila menangis terisak kecil-kecil. Ah, menyebalkan. Sebagian dirinya merasa kasihan tapi sebagian besar dirinya ingin mengomeli gadis yang biasanya mencari masalah dengan dirinya itu

Sesaat kemudian, setelah menangkupkan wajahnya pada kedua tangannya, Kalila mengangis terisak menjadi-jadi. Sore tadi, Julia menelponnya dan memberithaukan ya untuk segera pulang jika masih ingin dianggap anak oleh Elwood. Kejam sekali. Hanya karena Kalilla tidak menginginkan menjadi Jillia dan Kalila tidak pernah mengikuti homeschoolingnya bukan berarti ancaman Elwood harus sekejam itu padanya. Belum lagi blokir ATM dan passport miliknya yang mengakitbatkan Kalila tidak bisa kabur ke mana pun tanpa uang. Hatinya ambruk ketika mengetahui fakta lebih mengejutkan mengenai Julia yang ingin bercerai dengan Elwood. Sudahlah, kenapa pula hak asuhnya harus jatuh ke tangan ibu tirinya. Air matanya merembes dan sepertinya dia mulai sesak nafas.

Abraham mendengar tangisan pilu Kalila dalam diamnya. Kasihan? Belum pasti. Karena setengah hatinya sedikit bahagia melihat Kalila menangis. Setengah hatinya lagi ingin..

Kalila merasakan dua buah lengan merangkulnya dari belakang. Pelan, tapi puncak kepalanya terasa lebih berat dibanding tadi. Apakah ada setan yang bersandar di dirinya? Tidak apa-apa. Karena ternyata pelukan setan ini bahkan lebih hangat dibanding manusia pada umumnya. Dan, Kalila merasa dilindungi, aman, dan merasa sepertinya disayangi. Oke, baiklah, sepertinya dia harus segera sadar kalau memang setan yang memeluknya maka sepertinya setan ini akan membawanya pergi. TIDAK APA-APA, KALILA RELA.

Abraham bernafas dengan pelan, menyelaraskan helaian nafasnya dengan milik Kalila, menunggu Kalila yang sekitar setengah jam kemudian mulai tenang

"Thanks, Go. Makasih ya..." Ucap Kalila dengan tenang lalu mengusap pelan lengan itu. Eh, tapi, kenapa ada beberapa perban rasanya?

Brengsek, argo mulu batin Abraham menggertakan giginya

Ctek.

"Just what on earth are you doing, guys?" Tanya Argo dengan polosnya

"Brengsek, Argo" maki Abraham

Kalila melotot dan hampir saja dirinya menegang seperti manekin, kemudian tanpa aba-aba, Kalila mencubit salah satu perban yang ada di tangan Abraham

"Aaaargh!!!! Damn! Rasain lo nih gue bales lo, ya!" Kembali Abraham memaki kemudian menguatkan kedua sikunya mencekik leher gadis itu

"Abra!!!! Jahat, lo jahat! Sakit! Huek!! Agh!"

Melihat Abraham yang menguatkan lengannya dan Kalila yang meronta, Argo hanya bergidik ngeri memandang mereka. "Tadi mesra-mesraan, sekarang gulat... Heran, kalo lo berdua jodoh gimana coba? Apakabar rumah kalian?"

"Just shut the fuck up, Go!" Bentak mereka berdua bersamaan

NostalgiaWhere stories live. Discover now