Dewa benar-benar takut sekarang, karena Pelita tidak merespon. Dua tangannya saling terkait, lalu mulai memompa dada Pelita. Memberikan CPR walau dengan gemetar yang sekarang menerjang seluruh tubuhnya.

Seketika ingatan masa lalu menghampiri. Dewa tidak ingin mengulang kembali mimpi buruknya dengan menyaksikan orang yang dia sayangi pergi. Tidak pula Pelita. Ia kemudian mengangkat dagu Pelita, sedangkan tangan yang lain menjepit hidung gadis itu.

Tidak dipedulikannya keributan yang semakin ramai di sekitar. Hanya ada satu kepentingan Dewa sekarang yaitu melihat mata Pelita kembali melihat kearahnya.

Perlahan Dewa menunduk, lalu menutup bibir pucat itu dengan bibirnya. Memberikan napasnya untuk Pelita.

***

Tidak ada yang bicara. Semuanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Tapi yang jelas, sumber aura menakutkan yang memenuhi seluruh ruangan berasal dari cowok yang tidak henti meremas rambutnya itu.

Tangannya gatal ingin menghancurkan sesuatu. Namun kekhawatirannya justru membuat Dewa malah tidak berdaya. Ketika dokter tiba, Pelita langsung di bawa ke kamar tamu dan di periksa.

Dewa bersumpah, akan membunuh Siska.

Hanya itu saja yang ada di benaknya setiap kali teringat denyut pelan yang ia rasakan di tubuh Pelita. Beruntung, Siska sudah dibawa pergi oleh Rendi. Membuatnya justru terkurung dalam rasa bersalah semakin parah.

"Kayaknya, entar gak usah bikin party di rumah gue deh." Ujar Gerka. Berusaha memecah sunyi. Namun Dewa sepertinya hampir melupakan segalanya.

"Wa, lo tenang dulu deh. Kata dokter Pelita udah baik-baik aja, kan."

Dewa tidak siap bicara dengan siapapun sekarang. Terlalu banyak hal yang terjadi saat ini. Memenuhi benaknya dengan bayangan masa lalu dan juga keadaan Pelita.

Pintu kamar tamu terbuka. Dewa lekas berdiri dan berniat masuk, namun lengannya ditahan.

"Bentar dulu," ujar Tika. Setelah kepergian dokter, Tika yang menggantikan pakaian Pelita. "Mungkin dia perlu sendiri dulu, Wa."

"Sendiri lo bilang? Gue gak bakal biarin dia sendiri."

"Tapi dia keliatan ketakutan. Dia malah gak mau nyaut pas gue ajak ngobrol. Kayaknya masih syok."

Dewa menyentak tangannya terlepas dari cekalan Tika. "Bukannya semakin jelas?"

Ia membuka pintu kamar dan menutupnya kembali. Langit sore menembuskan sinar temaran melaluo jendela. Di sana, gadisnya berbaring dengan selimut tebal menutupi seluruh tubuhnya.

Dewa perlahan mendekat. Duduk di tepi tempat tidur. Dia kira akan melihat Pelita, namun gadis itu menutupi seluruh kepalanya dengan selimut.

Getaran lembut di baliknya, menjelaskan jika gadisnya tidak baik-baik saja.

"Pelita,"

Panggilannya membuat tubuh Pelita bergerak pelan. Seperti tengah mencoba menjauhinya.

"Ini Dewa."

Tapi Pelita belum mau menurunkan selimutnya.

Melihat Pelita bersembunyi seperti itu seperti menikam Dewa tepat di dada. Ia lalu menyusupkan tangannya ke dalam selimut, menggenggam tangan pelita dan menariknya keluar.

Dewa menjalin jarinya memasuki ruas jari Pelita.

"Harusnya tadi gue-" Dewa menahan lidahnya. Pelita semakin beringsut, mencoba menjauh. "Harusnya tadi aku gak ninggalin kamu di luar," lanjutnya.

Invalidite [Completed]Where stories live. Discover now