14. Siapa Ardo?

Magsimula sa umpisa
                                    

"Bukan," jawab Icha cepat. "Ini tuh, soal ... Ehm, Pa, buatin Icha onde-onde dong. Tapi nggak pake biji wijen. Bisa?"

Seketika semua karyawan yang ada di dapur itu menoleh kompak ke arah Icha. Termasuk Dani yang lupa cara berkedip saat menatap putrinya itu.

--**--

Icha mencoba melupakan berbagai masalahnya sejenak. Pagi ini ia membawa laptopnya ke sekolah. Icha juga berangkat lebih awal dari biasanya. Tadi malam Icha tiba-tiba mendapatkan ide cerita dongeng yang menarik. Bahkan lebih unik dari biasanya.

Jari-jari Icha mengetik dengan lancarnya di atas keyboard. Seolah kesepuluh jari Icha itu mempunyai mata. Bahkan Icha bisa tetap fokus menatap layar, tanpa melirik keyboard. Berbeda dengan Meta yang terbiasa mengetik dengan 11 jari, alias mengetik menggunakan dua jari telunjuknya.

"Eh, lo berangkat pagi banget, Cha?" tanya Meta begitu dirinya baru saja masuk kelas dan melihat Icha sudah serius di depan laptopnya.

Tidak ada jawaban dari mulut Icha. Bahkan sepertinya Icha tidak sadar kalau Meta sudah duduk di sampingnya.

"Icha?" teriak Meta di dekat telinga Icha.

"Pahit lo!" Icha kaget hingga laptopnya hampir tersenggol. "Nggak usah pakai teriak-teriak kan bisa, Met. Gue nggak budek."

"Apaan? Kenyataannya lo budek, Cha. Gue panggil ribuan kali juga nggak denger tadi."

"Lebay lo."

Meta menarik laptop milik Icha hingga lebih dekat dengannya. "Lo lagi nulis apaan?"

"Biasa, cerita dongeng. Tiba-tiba tadi malem gue dapet ide luar biasa. Kali ini gue mau nyoba ngirim ke penerbit, Met. Doain lancar."

"Amin. Semoga lo jadi penulis bestseller nantinya."

Icha tersenyum bahagia. Terlihat dari sorot matanya yang seolah bersinar seperti matahari pagi yang tidak tertutup mendung. Kali ini Icha tidak mau mimpinya dihancurkan oleh siapapun termasuk Oma Ambar. Memang, tidak semua rencana dan cita-cita itu bisa terwujud dengan mudah. Tetapi setidaknya, biarkan Icha berusaha dan berjuang hingga akhir. Bukan dipaksa berhenti sebelum mendapatkan hasilnya.

"Judul lo unik, deh, Cha. Princess Tree and The Caterpillar?"

Icha tersenyum. Kemudian ia menceritakan ide ceritanya itu dengan menggebu-gebu pada Meta. Tidak ada yang lebih membahagiakan ketika ada seseorang yang sangat menghargai karyamu. Begitupun dengan Icha, ia sangat bahagia ketika sahabatnya menjadi orang pertama yang selalu bersemangat membaca karya-karyanya meski sebenarnya Meta itu bukan termasuk orang yang gemar membaca buku.

--**--

Kaki Icha tanpa sadar berjalan menuju lapangan basket indoor di sebuah gedung olahraga di SMA Tunas Bangsa. Icha duduk di salah satu bangku penonton, pandangannya menyisir ke seluruh area lapangan. Membayangkan jika saat ini ia sedang menyaksikan sebuah pertandingan basket yang sangat sengit.

Tiba-tiba ia merindukan momen bermain basket dengan timnya. Saat tangannya memegang bola basket, melakukan dribbling, lay up, rebound dan sebagainya yang kembali membuka kenangan pahit dan manis saat Icha masih bermain basket. Tetapi itu dulu, ketika Icha masih bercita-cita ingin menjadi pemain basket profesional.

"Kenapa lo natap lapangan basket sambil nangis?"

Seketika Icha tersentak kaget mendengar suara yang sudah tidak asing lagi baginya. Suara milik cowok super tengil dan menyebalkan bagi Icha. Entah dari mana Ardo tiba-tiba muncul, dan tahu-tahu sudah duduk di samping Icha.

Nih, cowok beneran jelmaan jin kali ya?

Icha cepat-cepat mengusap air mata yang menetes keluar tanpa Icha sadari. "Siapa yang nangis coba? Gue cuma kelilipan, kok," elak Icha. Tidak mungkin ia mengaku begitu saja pada Ardo.

"Kelilipan apaan sampai segitunya?" Ardo menatap Icha terlalu dekat, hingga membuat Icha otomatis mendorong wajah Ardo menjauh.

"Kelilipan bola basket. Puas lo? Sana pergi, ah. Lo di mana-mana gangguin gue mulu." Icha bergeser dua bangku dari tempat duduknya semula. Ternyata jika dari dekat, aroma Ardo seperti citrus yang menyegarkan tetapi tidak baik buat jantung.

Ardo tersenyum manis, dengan lesung pipit yang kurang ajarnya makin menambah manis cowok itu. Icha cepat-cepat mengalihkan tatapannya.

Ardo berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah lapangan basket. "Tanding basket sama gue ayo, Cha. Mau nggak? Kalau lo menang, lo nggak perlu beliin gue onde-onde itu. Tapi kalau gue yang menang, ada permintaan tambahan dari gue. Gimana?"

"Oke, siapa takut. Gue pasti menang."

Tanpa pikir panjang Icha langsung menerima tantangan dari Ardo. Icha tidak pernah memikirkan jika keputusan spontannya kali ini adalah sebuah petaka.


----

Maaf banget, aku updatenya malem-malem kayak gini. Hari ini aku lagi sibuk karena mau ngurus wisuda, jadi nggak sempet update pagi. Malah tadi terlintas pengen apa berhenti nulis aja ya?? Hehehe nggak ah, aku masih sayang kalian.

Happy reading guys, love u...

Sorry, kalau banyak typo dan sebagainya.



Xoxo, 


AprilCahaya

MIMPI [Sudah Terbit]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon