16| Tamu tetangga sebelah

56.3K 1.6K 168
                                    

Aku menatap ke arah Kak Shila dan Kak Eghi yang tengah asyik bercanda di depan rumah Kak Eghi. Mereka berdua tertawa bersama yang membuat hatiku sedikit nyeri. Ya, hatiku masih terasa sakit melihat kebahagiaan mereka. Aku masih belum bisa sepenuhnya melupakan perasaan sukaku kepada Kak Eghi. Namun, bukan berarti aku tidak merestui kedekatan mereka berdua. Jika nantinya mereka jadian dan berpacaran, aku pasti akan setuju-setuju saja kok. Aku tidak akan menghalangi hubungan mereka berdua.

Aku menghela napas dalam seraya menyeruput es boba yang tadi aku beli lewat ojek online. Entah mengapa kini aku merasa sedang menonton film menyedihkan.

Jreeeng....

Suara petikan gitar dari arah balkon sampingku membuatku menghela napas semakin dalam. Rasanya cukup melelahkan membayangkan harus berurusan dengan Ferrish bahkan sebelum aku melihat wajah tengilnya itu.

"Watch as she stands with her, holding your hand. Put your arm 'round her shoulder, now I'm getting colder—"

"Diam, nggak!" seruku kesal seraya melirik ke arah Ferrish yang saat ini tengah duduk di kursi yang ada di balkonnya sambil memangku gitar, mengiringi lagu yang ia nyanyikan.

Ferrish tertawa yang tentu saja terdengar sangat menyebalkan di telingaku. "Kenapa, sih?" tanyanya pura-pura bego. "Orang pengen nyanyi masak nggak boleh."

"Suara lo ganggu, tahu nggak!"

"Yakin suara gue yang ganggu, nggak lagu yang gue nyanyikan?" tanyanya terdengar sedang meledekku.

"Udah tahu nanya!" ucapku lagi yang membuat Ferrish kembali tertawa.

Ya, aku sangat yakin jika saat ini Ferrish tahu bahwa hatiku sedang retak karena melihat Kak Shila dan Kak Eghi bercanda di bawah sana. Dan dengan teganya cowok menyebalkan it uterus-terusan menyindirku. Padahal, dia juga kan habis patah hati karena pacarnya dulu, Masha, selingkuh dengan Tejo. Ferrish benar-benar tidak punya peri kemanusiaan. Dan juga tidak punya rasa solidaritas.

"Moza!"

Terdengar seseorang memanggil namaku dari arah jalanan di depan rumah. Sontak aku menoleh ke arah tersebut lalu melihat Kak Shila tengah melambaikan tangan ke arahku sambil memanggil namaku.

"Apa?" tanyaku.

"Gue sama Eghi mau jajan donat sekalian beli es krim. Ikut nggak?"

Bisa-bisanya Kak Shila mengajakku jalan bertiga dengan Kak Eghi. Meskipun aku memang merestui mereka, bukan berarti aku mau jalan bertiga dengan mereka berdua. Takutnya hatiku jadi makin sakit.

"Engg—"

"Iya, ikut!" sahut suara dari arah balkon sampingku. "Moza ikut, Kak," tambahnya dengan semangat.

Aku menoleh ke arah Ferrish lalu memelototinya. "Diem, nggak?"

Ferrish tersenyum lebar lalu menggelengkan kepala. "Nggak," jawabnya enteng.

Aku mendenguskan napas kasar. "Sumpah, ya, lo nyebelin banget!" kataku. "Beneran gue siram pakai boba lo!"

Ferrish tertawa. "Nggak sayang sama bobanya kalau buat nyiram gue?"

Sayang lah!

"Kalau ikut ayo buruan turun," seru Kak Shila yang membuatku kembali menoleh ke arahnya.

"Gue nggak ikut," kataku setengah berteriak.

"Yakin?" tanya Kak Eghi kepadaku.

Dengan tarikan napas dalam aku menganggukkan kepala. "Yakin," jawabku.

"Ya udah kalau gitu. Kami pergi dulu, ya?"

"Iya, Kak," balasku melambaikan tangan ke arah Kak Shila dan Kak Eghi.

Cinta Satu KompleksTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon