Yoga masih terlihat kesal. "Gak ada satu pun dari mereka yang pernah jadi pacarku! Aku gak pernah 'nembak' siapa pun kecuali kamu!" tegasnya.

Aku senang sekaligus salah tingkah mendengar pernyataan itu. "Ya ... aku 'kan gak tau... soalnya mereka dulu selalu nempel sama kamu. Jadi kupikir, bisa aja 'kan mereka ngajakin kamu ke mana gitu, terus ngapain gitu di dalam mobil! Jangan salahin aku kalo mikir yang aneh-aneh!" kilahku beralasan.

Yoga diam, lalu tersenyum usil. "Ooohh ... jadi ini yang sebenarnya mau kamu tanya?" kata Yoga.

Aku diam tak menjawab.

"Mereka kadang ngajakin aku ke mall. Di mall ya cuma jalan-jalan aja. Itu juga gak lama, bentar doang. Abis itu pulang. Kadang ngajakin ke club. Tapi aku gak pernah suka sama tempat hiburan malam kayak gitu, jadi aku gak pernah lama-lama di sana. Dan di dalam mobil gak pernah ngapa-ngapain sama mereka. Mereka cuma mau ngerasain naik mobilku. Gak ada yang aneh-aneh. Bener deh, sayang," jelas Yoga dengan senyum menggoda.

Aku menundukkan pandangan. Rasanya aku bisa percaya kata-kata Yoga. Dia tidak pernah sekalipun bohong padaku. Lega rasanya. Syukurlah aku bertanya.

"Kenapa tiba-tiba kamu tanya ini?" tanya Yoga.

Aku menoleh dan kulihat dia tersenyum dengan pancaran mata hangat. "Gak apa-apa. Aku cuma iseng tanya aja kok," jawabku sekenanya.

Dia tertawa pelan. "Iya iya deh. Kamu cuma iseng tanya," kata Yoga, dari nada suaranya, jelas dia tak percaya dengan jawabanku barusan.

Aku bisa merasakan tatapan Yoga yang terus menerus ke arahku. Aku menghindarinya.

"Erika--," panggil Yoga lembut.

Aku terkejut saat daguku disentuhnya. Entah sejak kapan persisnya, wajah Yoga ternyata sudah sedekat ini. Hanya beberapa senti dari wajahku. Sorot matanya mengarah ke bibirku, membuatku panik.

HAH!! Dia akan menciumku? Di sini? Ini 'kan tempat terbuka!!

Mataku tidak bisa lepas, cara dia memandangku membuat lututku lemas. Aku bisa merasakan hangat napasnya di kulit wajahku. Dan keharuman yang sama setiap kali kami berdekatan. Wangi woody bercampur citrus. Aku memejam, menahan takut sekaligus tegang.

YOGA!! JANGAANN!! AKU MALU!! pekikku dalam hati.

"E-EHEM!!!"

Suara deheman yang disengaja itu membuat kami menoleh. GITO! Oh ya ampun! Aku malu sekali! Gito memergoki Yoga nyaris menciumku! Di kantin terbuka pula!

Gito melirik sinis pada Yoga. "Apa kamu serius ingin menciumnya di sini, Tuan Muda Yoga?" tanya Gito.

Sementara Yoga sama sekali tidak terlihat malu. "Ck!! Rese kamu To! Ganggu aja!" misuh Yoga jengkel karena niatan menciumku gagal total.

Gito tak peduli dengan jawaban Yoga. Dia duduk di depan Yoga dan meletakkan gelas es telernya.

"Ya maaf deh. Setauku ini ruang publik," kata Gito sambil menyendok es telernya.

Aku sungguh tidak habis pikir, kenapa Yoga bisa-bisanya tidak malu setelah kepergok Gito nyaris menciumku.

Aku memukul lengan Yoga, melampiaskan kesal, gemas dan malu menjadi satu.

"Aduh, sayang. Kok aku dipukul sih? Aku salah apa?" tanya Yoga berlagak kesakitan.

Mukaku masih merah karena malu. "Enggak tau, ah! Pikir sendiri salah apa!" kataku jengkel. Gito tertawa.

ANXI (SEDANG REVISI)Where stories live. Discover now