"Gue tetep mau Pelita yang jadi modelnya. Atau kerjasama kita kali ini batal!" Tantang Kris balik. "Come on, babe."

"Lo sendiri yang bilang gak bisa make jasa selain gue. Sekarang tiba-tiba ngancem,"

"Kenapa aku gak boleh jadi model?" Tanya Pelita menyela perdebatan. Kedua kepala laki-laki itu menatapnya.

"Lo bego? Udah gak waras? Lo gak bisa jadi model karena-," Dewa dengan cepat memutus kalimatnya. Ia seakan ingin menelan lidahnya sendiri karena hampir saja mengatakan hal bodoh.

"Karena aku cacat?"

Dewa lupa jika Pelita tidak pernah takut menyebutkan kekurangannya selantang mungkin.

"Dewa," Pelita tersenyum. Tidak merasa tersinggung. Melemahkan hatinya dengan cara luar biasa tidak masuk akal. "Mungkin aku gak bisa ngelakuin banyak hal seperti orang lain. Tapi, ijinin aku untuk nyoba ini."

Dewa menelan ludah.

"Aku gak akan ngecewain kamu," Lanjut Pelita penuh keyakinan. Cewek itu menangkup kedua tangan di dada, memandangnya penuh harap. "Dewa percaya, kan sama Pelita?"

Tentu saja. Siapa lagi orang yang bisa sebegitu kurang ajarnya mempengaruhi Dewa.

Dewa tidak meragukannya sama sekali. Karena tanpa disadarinya, Dewa sudah sampai pada tahap dimana jika mendengar Pelita sedang berlari pun, ia akan mempercayainya.

***

"Demi mobil yang gak jadi gue milikin, ini adalah saat-saat paling berharga dalam hidup gue yang pernah ada."

"Dan demi tai-tai kuda di luar sana, ini adalah saat terindah dalam hidup gue, ngeliat bos songong sepanjang masa kita kicep karena cewek."

Gerka dan Rendi saling menatap lalu bersalaman. "Kita harus dukung bos melewati cobaan ini," ujar Gerka.

"Dengan sepenuh hati." sahut Rendi dengan wajah serius yang dibuat-buat.

Karena Kris sudah terlanjur senang menemukan model idamannya itu, ia memaksa untuk mengambil pemotretan pertama sebagai contoh di hari yang sama. Dalam waktu satu jam, klien brengsek Dewa itu sudah mendatangkan puluhan pasang pakaian model terbaru untuk Pelita.

Dewa tidak bersuara sejak Kris menggiring Pelita dengan sukacita ke wardrobe. Ia menyibukkan diri melakukan apa saja dan mengabaikan segala ejekan kedua sahabat yang rasanya seperti membakar telinganya.

Dewa berusaha fokus mengatur kamera pada tripod ketika suara ribut yang semula bergemuruh di udara seketika lenyap.

"Holy shit!" seru Rendi.

Gerka ikut menatap ke titik yang sama. Begitupula Dewa. Dan satu detik setelahnya, seperti sesaat saja, waktu di sekitar Dewa berhenti. Telinganya menuli dan hanya matanya yang berfungsi.

 Telinganya menuli dan hanya matanya yang berfungsi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Invalidite [Completed]Where stories live. Discover now