Dewa mundur sedikit, lalu menunduk karena Gio masih berada di sebelah kakinya. "Ngapain lo? Sana ikutan foto."

Gio mengerjap beberapa kali lalu berlalu bergabung dengan yang lain. Semuanya sangat antusias hanya karena sebuah kamera.

Beberapa kali mereka merubah gaya. Bu Martha dan Pelita bahkan kewalahan mengatur karena semuanya ingin berada di depan. Masih dengan membidik kamera, rintik air yang jatuh di jemarinya, seperti membuyarkan hari begitu saja.

Rintik yang mulai jatuh semakin banyak hingga derasnya membuat semua anak berlari masuk menghindar. Begitupula Dewa yang menyelamatkan kameranya dan langsung memeriksa lensa.

Disaat yang lain tengah ribut menyayangkan hujan turun di saat tidak tepat, Pelita mendekati Misa yang menatap hujan sambil cemberut.

"Allah lagi ngucapin selamat ulang tahun buat, Misa." Ucap Pelita seolah mengerti benar kesedihan anak itu. "Jadi Misa harus bilang apa?"

Misa mendongak, memandang Pelita dengan satu mata bulatnya. "Ma-asyih."

Pelita tersenyum seraya mengancungkan jempolnya. "Pinter!"

Entah sebuah dorongan dari mana  Dewa meletakkan kameranua begitu saja di atas meja kemudian berjongkok di samping Misa. Cowok itu menjulurkan tangan dengan telapak menghadap ke atas.

"Tuan Putri Misa," Misa terkejut. "Mau coba naik kuda pangeran?"

Anak kecil itu perlahan mulai berani membalas tatapan Dewa. Dengan senyum malu-malu ia meletakkan tangan di atas tangan Dewa.

Pelita yakin ia sangat terkejut melihat Dewa yang kemudian mengalungkan kedua tangan mungil Misa di lehernya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pelita yakin ia sangat terkejut melihat Dewa yang kemudian mengalungkan kedua tangan mungil Misa di lehernya. Menggendong anak itu di punggung dan berlari ke arah taman, menerobos hujan.

Bahkan di tengah deras hujan itu, ia bisa mendengar Misa tertawa.

Layaknya sebuah komando, anak-anak yang lain ikut berlari membelah hujan dan berlari berkeliling mengikuti Dewa yang menggendong Misa.

Pelita tidak bisa berhenti tersenyum. Ia bahkan harus menekan dadanya yang berdetak hebat kuat-kuat.

"Teman kamu yang itu baik, ya." Ujar Bu Martha, sembari menyampirkan handuk ke tangan Pelita. "Sampein terimakasih ibu ke dia karena udah mau dateng."

Pelita mengangguk. Kehilangan kata karena haru. Ia tau. Dewa memang baik. Seberapa keraspun Dewa berusaha untuk terlihat sebaliknya, Pelita selalu bisa melihat kepedulian di diri cowok itu.

Sudah sejak lama juga sepertinya, cowok itu berubah jadi dewa penyelamat bagi Pelita.

***

"Makasih, ya Dewa." Ucap Pelita untuk yang kesekian kalinya hingga Dewa bosan mendengar hal itu sejak meninggalkan rumah panti.

"Bilang makasih sekali lagi gue tabrak ini pagar rumah lo."

Pelita tertawa. "Habisnya aku senang."

Invalidite [Completed]Where stories live. Discover now