"Kalau kau terus bicara hal tidak penting, aku matikan teleponnya," potong Taehyung cepat-cepat. "Dia tidak ada lagi hubungannya denganku."

Sementara itu di lantai tujuh, Sera termangu mendapati pesan singkat dari Taehyung.


Aku sudah di lobi.


Taehyung benar-benar datang, pikirnya, seperti SMS yang dikirimkan pria itu semalam.

Masih mengenakan seragam staf radiologi karena jam kerjanya belum selesai, Sera membaca pesan itu sekali lagi. Pesan singkat dari pria asing yang dikenalkan ibunya sebagai anak dari sahabat almarhum ayahnya, lalu tanpa menimbang pendapatnya, mereka diperkenalkan—lebih tepatnya dijodohkan.

Dia pikir rencana perjodohan itu otomatis batal, karena pertemuannya dengan Taehyung kemarin berjalan buruk. Namun ternyata Hwang Minjung menelepon, meminta maaf untuk apa yang sudah Taehyung lakukan padanya.

"Ibu minta maaf atas nama Taehyung, dia pasti mengacaukan pertemuan kalian, benar 'kan?"

"Bibi Minjung, tolong jangan minta maaf. Tidak ada yang salah—" Sera diam sejenak, ragu-ragu untuk melanjutkan.

"Panggil saja aku ibu, Sera—ibu ingin sekali kau menjadi bagian dari keluarga kami. Ayahmu... dia sahabatku, jadi, bisakah kau mencoba sekali lagi dengan Taehyung?"

Sera berjingkat dan memutus lamunan saat tiba-tiba ada tepukan ringan di bahunya. Dia menoleh cepat, mendapati atasannya, Ryu Jun Han—yang entah dari mana munculnya—tahu-tahu sudah berdiri di sampingnya.

"Apa yang kau pikirkan, seperti melihat hantu saja," kata Junhan.

"Dokter Jun munculnya terlalu tiba-tiba."

"Dari tadi aku di sini tapi kau melamun terus, bertengkar dengan pacarmu?"

"Dokter Jun, jangan bercanda."

Junhan tertawa pelan, dia masih menggoda Sera dengan pertanyaan seputar pacar.

"Kalau begitu pulanglah dan istirahat."

"Masih ada 10 menit lagi."

"Tidak apa-apa, tapi besok kau harus lebih konsentrasi, mengerti?"

"Ne ... algesseumnida (ya, aku mengerti)" Sera tersenyum seraya membungkuk. "Terima kasih, Dokter Jun," tukasnya, lalu Junhan keluar dari ruangan.

Sera melepas jas lab-nya, menyimpannya ke dalam lemari dekat meja kerjanya lalu mengeluarkan tas dan mantel. Ponsel Sera berdering dan sekali lagi dia terkesiap, membaca nama Taehyung di layar. Dalam keragu-raguan, dia mengangkat telepon itu didering ke empat.

"Ya, halo," katanya, menjawab panggilan itu.

"Kau sudah selesai?" sahut Taehyung, melompati kata sapaan. "Di luar saljunya lumayan, jangan lupa pakai mantelmu."

Sera menutup telepon, mengetuk-ngetukkan ujung sepatunya ke lantai, tiba-tiba dia gugup dan jantungnya berdegup cepat. Sera menghembuskan napas panjang berkali-kali di depan pintu, kakinya mendadak mundur tiga langkah saat pintu tiba-tiba terbuka dari luar. Muncul intensitas baru yang nyaris panik, ketika Taehyung berdiri menjulang di depannya.

Sera baru menyadari kalau Taehyung sangat tinggi, mungkin lebih dari 180 senti, rambut hitam pekat dipangkas pendek. Manik mata Taehyung yang sehitam jelaga memandanginya nyaris tanpa berkedip, ada aura yang sulit dideskripsikan saat senyum samar terulas di sudut bibir Taehyung yang tipis. Pria itu terkesan sangat menyebalkan meski tampan.

"Hai!" Taehyung menyapa seperti tidak pernah ada masalah di antara mereka.

Sera bergeming.

"Seperti yang aku katakan semalam, ibuku mengundangmu ke rumah." Alis tebal Taehyung terangkat satu, memandangi Sera yang tetap bergeming. Dia memiringkan wajahnya, sedikit menunduk karena Sera hanya setinggi bahunya, menatap gadis itu berlama-lama tapi tidak dibalas.

Love Is Not OverOnde as histórias ganham vida. Descobre agora