Kepada derap serap nadi, buah hatiku tersentuh lekat pada bibir birunya.
Dan aku menyandarkan luka di ujungnya.
Hingga jingga tak pernah menyadarinya, aku didiamkannya.
Aku tergantung dari cerita paling sering dijenakan, dan hidupku disengajakan tiada tanpa berita.Kepada bubung hari, angin tak begitu bernyawa menarik lukaku. Dan kamu menjadi bunga terakhir yang musti kurindukan. Walau kadang kau tak pernah menyadarinya, aku terlalu celaka di hari itu.
Sebab, mungkin cara paling tidak kau sukai terlalu sering kuhitung, kuperturuti hingga aku mengemasi perasaan selayak tempias di jendela.Kepada hujan, aku tak sebegitu arif menjadi diri mengguyuri bumi. Aku terluka dan kamu menanti derita sendiri. Pada aroma hujan, apalagi nada tanah dibunuh langit.
Kau menyukai luka, daripada mencintai pagi denganku.Pariaman, 24 September 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan Belum Usai di Matamu
PoetrySebuah puisi tentang hujan, duka dan luka *** Aku ingin bicara dengamu. Sebentar ataupun lama. Perihal hujan yang mengguyur matamu. Dan sekarang, apakah hujan telah henti di matamu? Jangan hanya diam dan membeku Sebab aku butuh mentari di balik c...