Jin ssaem My husband (1)

4.3K 272 7
                                    

secarik kertas ditangannya berubah kusut karena terlalu geram mencari alamat yang tak kunjung ditemukan.

Empat jam perjalanan dengan kereta bukanlah pengorbanan yang sedikit bagi Junsa yang tidak bisa diam. Dia melakukan semuanya demi satu pria yang akan terkejut bahagia saat melihatnya.

"Argh.... Dimana alamat ini?" Junsa menendang geram kaleng bekas minuman yang naasnya mengenai kepala pria yang berjalan di depannya. Mau kabur juga terlambat, pria itu telah berbalik dan menangkap basah Junsa dengan pandangan beringasnya.

"A-ahjussi... Mi-mian." Junsa menangkupkan kedua tangannya.

"Ahjussi?" pria itu terdengar tidak senang dengan panggilan Junsa padanya. Dia menghela nafas berat, menstabilkan emosi saat melihat gadis didepannya masih berseragam sekolah ditengah malam begini.

Salah satu kecerobohan Junsa adalah tidak mau mengganti seragamnya sebelum berangakat ke Seoul. Sepulang sekolah, dia langsung pergi ke stasiun tanpa membawa bekal apapun. Hanya uang saku sekaligus credit card pemberian Seokjin. Rumahnya saja dia ragu sudah menguncinya atau belum.

"Kau bukan murid dari daerah ini?" Junsa mengangguk lesu.

Dia sangat lelah, rasa marahnya perlahan berubah jadi genangan air dipelupuk mata hingga membuat pria ini kelabakan. Beberapa orang yang melintas saling berbisik dan meliriknya tajam seolah menyangka dialah yang sudah membuat gadis muda berseragam sekolah menangis ditengah malam.

"Yak.. godeung haksaeng (Murid SMA). Psst..." Pria itu mendesis, menempelkan telunjuknya di bibir agar gadis di depannya berhenti menangis. Harusnya gadis ini yang takut akan kemarahannya, tapi sekarang kondisinya justru berbalik. Dialah yang takut pada gadis ini jika dia tidak kunjung diam.

--

"Gomawo." Junsa menunduk saat menerima secangkir kopi dari korban tendangan kaleng bekasnya tadi.

Mereka kini tengah duduk di salah satu warung kopi pinggir jalan setelah Junsa bisa ditenangkan.
Dari apa yang Junsa lihat, ahjussi ini kira-kira berumur sepantaran dengan Jin.

"Apa yang kau lihat?" Junsa terbatuk saat pria itu menyadari tatapannya.

"A-ania."

"Untuk apa murid dari daerah lain jauh-jauh datang ke Seoul?"

"Ng...i-itu...."

"Apartement green leaf nomor 223." Junsa terkejut saat melihat kertas miliknya sudah berada ditangan Ahjussi berkulit pucat ini.
Dia penyihir? Tukang hipnotis? Atau apa? Kenapa Junsa bisa tidak sadar kalau kertas miliknya sudah berpindah tangan?

"Alamat siapa ini?" tanyanya lagi

"Ng... A-ahjussi, bisakah kau menolongku?"

"Sebelum kau minta tolong padaku, aku minta tolong terlebih dahulu. Tolong jangan memanggilku dengan sebutan ahjussi. Aku masih dua puluh lima tahun." Dugaan Junsa tak meleset, pria ini hanya berjarak satu tahun lebih muda dari Jin.

Argh... kenapa juga Junsa meninggalkan ponselnya di kereta, dia jadi tidak bisa menghubungi siapapun.

"Maafkan aku. Tapi bisakah kau mengantarku ke alamat ini? aku bisa saja naik taxi, tapi aku takut karena ini sudah larut malam."

"Lalu kau tidak takut padaku?"

Junsa menggeleng "Anio, aku yakin ahjussi orang yang baik."

"TOLONG JANGAN PANGGIL AKU AHJUSSI!!!! ARGH... JINJJA."

"Aaaa, aku lupa lagi. Mianhae, jeongmal mianhae."

--

Junsa langsung melompat kepelukan seorang pria paruh baya saat pintu baru saja terbuka. Akhirnya dia bisa sampai ke tempat ini dan bertemu ayah mertuanya.

My Ssaem My HusbandΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα