Weekend Bersama April dan Jeff

Start from the beginning
                                    

Aku menggeleng dan menutup kulkas tersebut sambil berdecak pelan. Kalau udah gini, kita punya opsi apalagi selain delivery. Nggak, aku nggak akan repot-repot turun ke bawah karena tempat makan paling deket dari sini itu Udin dan Udin hanya menyediakan makanan minim nutrisi yang cuma acceptable disantap saat akhir bulan.

Eh, bentar... apa nanti aku geret Jeffri buat belanja aja ya sekalian? Kayaknya aku perhatiin juga banyak barang-barang kebutuhan dia yang abis tuh. Tadi di kamar mandi aku menemukan botol sabunnya kosong, terus sabun cuci piring juga, obat semprot nyamuk dia juga habis. Ini anak kapan sih terakhir belanja bulanan? Masa harus aku ingetin terus.

Kulangkahkan kembali kakiku menuju kamar, di mana Jeffri masih terlelap dengan posisi yang sangat tidak estetik. Aku bahkan bisa mendengar suara dengkuran halus keluar dari mulutnya yang menganga jelek. Menahan tawa, aku pun meraih ponselku dan membuka aplikasi kamera untuk mengabadikan momen ini. Syukurin, siapa suruh tidur jelek banget.

"Mmmmnja..." aku mendengar Jeffri menggumam-gumam nggak jelas, dan matanya pun mengerjap terbuka. "Ngapain?"

Aku meletakkan ponsel di meja belajar Jeffri kemudian duduk di sisi kasurnya. "Good morning sleepy-ass. Muka kamu jelek banget tadi, jadi aku dokumentasiin" ejekku sambil terkekeh ringan.

Jeffri menutupi wajahnya dengan satu tangan, kemudian tertawa pelan. "I look like shit, aren't I?" tanyanya dengan suara yang masih sarat akan kantuk.

"Tuh tau" jawabku dengan tawa kecil. "Bangun yuk, kamu kayaknya harus belanja bulanan deh hari ini. Tadi aku cek kulkas masa isinya cuma Radler, apa-apaan"

Jeffri meregangkan tubuhnya untuk sesaat sebelum bangkit dan mengecup pundakku sekilas. "Ya maklum namanya juga jejaka" jawabnya ringan kemudian beranjak dari kasur dan mengenakan kembali boxernya. "Nja, bajuku man—oh, kamu pake ya. Mau belanja kemana kita?"

"Supermarket deket sini aja. Mandi gih sana cepetan, cuci muka jangan lupa tuh iler kamu kemana-mana," kekehku geli sembari menatapnya yang tengah menguap dan ngulet dengan khusyuk. "Pules bener sih tidurnya sampe mangap-mangap segala. Capek banget emang semalem, hm?"

Jeffri tertawa ditengah-tengah kuapannya. "Lah aku capek kan juga gara-gara kamu?" balasnya dengan alis terangkat. "Yuk mandi"

"Hah? Apa? Yuk? Ngajak ceritanya?"

Jeffri mengangguk dan menghampiriku dengan kedua tangan terulur. "Mau ikut dengan sukarela atau harus aku paksa nih?" ia tersenyum penuh arti.

Aku tertawa, kemudian kembali berbaring di atas kasurnya dan menarik selimut hingga menutupi setengah tubuhku. "Nggak mauuuuu"

"Oh harus dipaksa nih oke deh siap" tanpa banyak basa-basi Jeffri pun bergerak membungkus tubuhku dengan selimut kemudian menggendonngku di bahunya.

"Oh shhhit- JEFF! JEFFRI TURUNIN AKU NGGAK!" aku memekik kaget atas tindakannya sementara Jeffri hanya membalasnya dengan tertawa-tawa puas. Meski aku sudah berusaha berontak, tapi nyatanya aku masih aja kalah kuat sama dia.

Jeffri kurus begitu lengannya kenceng banget ya asal kalian tau. Nggak heran juga sih secara dulu dia atlet badminton kebanggaan jurusan Politik, tiap Olimfis pasti turun nih anak jadi kontingen.

Tapi emang dasar manusia, punya kelebihan bukannya digunakan untuk hal-hal bermanfaat, malah digunakan buat ngerjain aku.

"JEFFRI WIRAPRASETYA, I WARN YOU! TURUNIN AKU SEKARANG ATAU—"

"Atau apa, hm?" Jeffri akhirnya menurunkanku dan mendudukan tubuhku yang masih terbalut selimut di atas toilet seat sesampainya kami di kamar mandi. Ia berjongkok di hadapanku dan menatapku dengan ekspresi yang membuat aku dilema ingin menggeplak atau menciumnya, atau mungkin dua-duanya.

#PacarAnakBandWhere stories live. Discover now