Satria Menyerah

7.8K 1K 86
                                    

"Kak, kalo udah begini kita tuh harus gimana sih?"

Aku melangkah menyusuri lorong-lorong sunyi FISIP bersama Vidia yang tak henti mengoceh sejak kami selesai latihan malam ini. Topiknya apa lagi kalau bukan soal konflik yang tengah menerpa Enam Hari selama beberapa minggu terakhir. Ya, setelah baku hantam antara Kak Jeff dan Bram minggu lalu itu, Enam Hari memang belum ketemu lagi dengan satu sama lain. Boro-boro ketemu, saling bertegur sapa di kampus aja nggak.

"Nggak tau, Vid" aku menjawab jujur. Karena memang, aku nggak tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana harus bersikap terkait masalah yang tengah dihadapi Satria kali ini.

Aku pernah menjadi saksi konflik serupa yang menimpa Satria dan Enam Hari, dulu. Tapi konflik itu berakhir buruk dan Satria sebagai orang yang secara nggak resmi didaulat menjadi team leader tentu kena pukulan yang paling keras. Apalagi mengingat bahwa baginya, itu bukan hanya perihal relasi antar anggota band tapi juga soal pertemanan yang telah dijalin sejak lama dan rusak begitu saja karena satu kesalahan kecil.

Waktu itu, Satria dan yang lainnya hampir memutuskan untuk membubarkan Enam Hari begitu saja tanpa perlawanan apa-apa. Mereka udah kadung sakit hati dengan apa yang terjadi dan memilih untuk menyerah. Kalau aja Kak April, yang saat itu masih menjabat sebagai ketua departemen seni budaya BEM, nggak meminta mereka secara personal untuk mewakili FISIP sebagai kontingen band dalam ajang Art War mungkin nggak ada yang namanya Enam Hari seperti yang kita kenal sekarang.

Dan untuk menyaksikan konflik yang sama terulang kembali sekarang, aku hanya bisa berharap semoga kali ini semua berakhir dengan baik. Kita nggak mau kehilangan band paling disayang sejagat kampus FISIP raya ini 'kan?

"Tau gak kak, aku diceritain Kak April katanya dia merasa bersalah banget karena dia ngerasanya dia yang bikin Enam Hari jadi kayak gini" ujar Vidia. "Padahal kan itu bukan salah dia, Enam Hari juga udah selek jauh sebelum itu kan. Lagian ngapain sih Kak Jeff tuh—"

"Vid," Aku memotong sebelum Vidia lanjut marah-marah dan berasumsi tanpa tahu duduk permasalahan yang sesungguhnya. "Kalo menurut aku, bukan kapasitas kita buat narik kesimpulan yang belom tentu juga bener cuma dari cerita-cerita yang kita denger. Kamu tau kan, kalau masalah kayak gini tuh itunganya topik sensitif buat mereka? Apalagi buat Satria sama Bram"

Vidia merengut. "Aku gemes aja, Kak. Mereka tuh udah gede, masa cara ngadepin masalahnya masih kayak anak SMA sih. Diem-dieman gini emangnya bakal selesai apa? Hhh"

Aku tersenyum kecil. Vidia dan cerewetnya mungkin akan terdengar menyebalkan bagi beberapa orang, tapi buat aku dia begitu semata-mata karena dia peduli. Semenjak pacaran sama Wira, Vidia selalu berusaha untuk menjalin hubungan baik dengan orang-orang terdekat Wira dan Enam Hari tentu menjadi salahsatunya. Nggak jarang, Vidia berada dalam situasi dimana ia harus bertindak sebagai manajer dadakan bagi kelima lelaki tersebut (ya anak-anak itu kekeuh belum mau nyari manajer), padahal dia sendiri sudah cukup disibukkan dengan kegiatan kuliah dan KTF. Tapi Vidia melakukan itu dengan ikhlas karena dia anaknya emang suka membantu orang, apalagi ini yang dia bantu adalah teman-teman baik dari pacarnya sendiri.

"Nggak papa lagi, Kak. Buat aku, temen-temennya Wira ya temen-temen aku juga. Apa salahnya bantuin temen 'kan?" begitu katanya.

Maka itu nggak heran kan ketika konflik ini muncul, Vidia jadi ikut-ikutan pusing dan senewen seolah-olah dia merupakan anggota keenam dari Enam Hari.

"BTW, Kak Kinar balik sama siapa? Sama Kak Satria?" tanya Vidia.

Aku mengangguk. "Iya nih, dia nunggu di Takor. Kamu balik sama Wira?"

"Iya. Wira juga nunggu di Takor, Kak..."

Kami pun terdiam.

Vidia yang pertama membuka mulut memecah keheningan. "Mungkin gak sih kak...?"

#PacarAnakBandDonde viven las historias. Descúbrelo ahora