Namun, Pelita menilik sosok yang sedang serius membidik kameranya ke arah model. Cowok berbaju kaus hitam itu tampak serius. Rambutnya masih berantakan. Sesekali ia berbisik pada Rendi, lalu Rendi menginstruksikan gaya berbeda pada model.

Tidak jauh dari sana, Gerka berada di depan sebuah komputer yang terhubung langsung dengan kamera Dewa. Jadi setiap foto yang diambil, langsung terpampang di layar tipis itu.

Semua hal membuat Pelita terpana takjub. Ia tidak memperhatikan sedetail ini sebelumnya saat pertama datang kesini. Sekarang, segala sesuatu yang dilihatnya menimbulkan kata 'waahh' dan 'ohh' yang samar dari mulutnya.

Pelita masih memperhatikan Dewa. Sejak ia sampai, Pelita belum sempat menyapa karena Rendi sudah memboyongkan pada Tika.

Cara cowok itu membungkukkan setengah badannya dan memutar lensa cukup menghipnotis Pelita. Siapapun bisa melihat bagaimana ahlinya Dewa mengambil posisi dan mengganti posisi lain dengan cepat. Pelita lalu melirik ke arah model. Kali ini Siska yang berdiri disana. Sesaat Pelita memperhatikan pakaian cewek itu, lalu memandang turun ke arah tubuhnya.

Sebuah keinginan asing terlintas begitu saja di dalam kepalanya. Namun sebelum hal itu meracuninya lebih jauh, Pelita buru-buru menggeleng. Memilih masuk ke ruang ganti dan menyibukkan diri dengan merapikan rak pakaian. Disaat Pelita mengira tidak memikirkannya, ia justru bergumam tanpa sadar.

"Jangan mikir yang aneh-aneh," Pelita memukul kepalanya sendiri. "Mana mungkin Dewa mau motret kamu, Ta."

***

Keesokan harinya, di senin siang Pelita kembali datang ke studio karena Dewa yang tidak bisa hadir untuk mengikuti bimbingan. Kemarin pun dia tidak bertemu langsunf dengan Dewa karena cowok itu masih terlihat sibuk. Ia hanya berpamitan pada Gerka dan Rendi.

Tadi saat menanyakan keberadaannya, Dewa hanya membalas dengan dua suku kata.

Studio. Sibuk.

"Nih, minum." Ujar Gerka menyodorkan minuman kaleng yang disambut Pelita dengan ucapan terima kasih.

"Dewa masih lama?"

Gerka memandang ke arah pintu yang dijadikan sebagai 'kantor' untuk menerima kedatangan tamu. Ia mengangkat bahu. "Mungkin. Gue gak bisa prediksi kapan selesainya. Kalo klien udah dateng biasanya emang karena ada hal penting yang pengen didiskusiin."

Pelita mengangguk dengan mulut berbentuk O. "Kalian sudah lama ngelakuin ini?"

"Ini?" Tunjuk Gerka mengisyaratkan studio dan pekerjaan mereka. "Lumayan sih, sejak kelas tiga SMA. Dulu sih masih motret buat temen-temen kelas. Atau acara ulang tahun temen. Gak dibayar juga. Kalo inget itu gue sendiri gak nyangka sekarang malah udah punya studio sendiri. Dari nol banget soalnya.
Dewa sih yang paling getol. Dia kreatif serba bisa. Dulu dia semua yang pikirin gimana kerjaan iseng ini bisa berhasil."

Pelita, untuk kesekian kalinya merasa kagum dan sekaligus mengerti. "Mungkin ini ya sebabnya Dewa jadi gak fokus kuliah. Karena harus sambilan kerja buat bayarin kuliahnya."

Gerka yang mendengar itu menaikkan sebelah alisnya sebelum tersenyum simpul diam-diam. Lah, nu anak kagak tau siapa Dewa?

Pelita menunggu di ruang ganti yang sepi sambil mengerjakan tugas kuliah. Berharap Dewa cepat menyelesaikan pertemuannya. Ketika mendengar langkah ribut di luar, ia terlalu bersemangat beranjak untuk melihat. Sayangnya, hanya punggung Dewa yang berhasil tertangkap olehnya melewati pintu keluar.

Gerka yang datang mendekat terlihat merasa bersalah. "Duh, sorry banget nih gue. Dewa tiba-tiba di panggil sama klien yang lain. Makanya dia buru-buru pergi tadi."

Invalidite [Completed]Where stories live. Discover now