Eighteen: Marah

93 6 0
                                    

"Ray, tunggu!" Maudy mencekal pergelangan tangan Ray sebelum ia menaiki motornya. 

Ray hanya menoleh dengan tatapan dingin luar biasa. Seperti bukan Ray yang biasanya.

"Kenapa pergi?" Maudy bertanya dengan sangat pelan, nyaris tidak terdengar.

"Ada urusan." Ray pun berbalik dan mulai menaiki motornya. Setelah itu, ia menstarter motornya dan melajukannya keluar dari halaman rumah Maudy.

Maudy hanya diam menatap Ray yang sudah semakin jauh. Ia menghela nafasnya berat.

"Tatapan lo," Maudy menatap sendu kearah motor Ray yang sudah menghilang di belokan ujung kompleknya. "Gak kayak Ray seperti biasanya."

Maudy pun kembali masuk kedalam rumahnya. Ia langsung menghampiri kakaknya yang sedang berpelukan dengan Matthia.

Samar-samar, ia mendengar nama Ray didalam percakapan mereka berdua.

Maudy pun bersembunyi dibalik tembok penghubung antara ruang tamu dan meja makan.

"Jadi kamu belain Ray?" Suara Anta terdengar agak membentak.

Matthia terlihat menggelengkan kepalanya. "Aku gak belain siapa-siapa."

"Tapi kamu kesannya kayak ngebelain Ray." Anta menjeda perkataannya sebentar. "Apa karena dia adiknya Roy, makanya tadi kamu bela dia."

"Darimana mereka tau Roy?" Maudy bertanya pada dirinya sendiri.

Suara mereka pun terdengar kembali.

"Aku gak suka, ya, kamu ngomong kayak gitu."

Suara Matthia terdengar lagi. "Aku cuma takut kehilangan orang yang aku sayang untuk kedua kalinya." 

"Aku gak akan pergi." Dilihatnya, Anta sedang menarik kepala Matthia dan membenamkannya di depan dadanya.

Setelah itu, yang terdengar hanya suara isakan Matthia.

Maudy langsung berlari ke kamarnya yang berada di lantai dua untuk merenungkan kejadian barusan.

Saat tiba di kamarnya, ia langsung menguncinya agar tidak ada orang yang bisa masuk kedalam kamarnya.

"Ray, Anta, Matthia. Sebenernya, ada apa dengan mereka semua..." Teriak Maudy kencang. Namun karena kamarnya kedap suara, mau teriak sekeras apapun tidak akan terdengar sampai keluar.

Maudy mendudukkan dirinya di pinggir ranjang.

"Gue tau Ray, masih ada cerita yang belum lo ceritain ke gue." Lirih Maudy.

"Terus, kenapa pas lo liat Kak Tia, ada sesuatu yang berubah dari diri lo." Gumam Maudy, bertanya pada dirinya sendiri.

"Kak Anta juga, dia keliatan kayak benci banget sama Ray." Maudy langsung mengusap wajahnya kasar. "Sebenernya, ada apa antara kalian bertiga?"

Maudy yang sedari tadi menahan tangisnya kini tumpah saat ia sedang sendirian.

"Ada apa?" Lirih Maudy sesenggukkan, masih dengan sisa tangisnya. Ia mencoba menahan air matanya untuk tidak turun, namun nihil, air mata tersebut tetap turun dengan derasnya.

"Ray, gue harap besok lo kayak biasa lagi. Gak kayak tadi." Maudy pun merebahkan dirinya diatas kasur queen size nya.

Malam ini, adalah malam kesedihan bagi Maudy. Kenapa? Karena ternyata, orang yang berada didekatnya memiliki rahasia besar yang tidak dapat Maudy ketahui.

Mulai sekarang, ia akan mencoba mencari tahu apa sebenarnya yang sedang disembunyikan oleh mereka semua.

****

Me And My BrokenheartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang