Eleven: Curiga

132 7 1
                                    

"Dy, lo udah ngerjain PR belom?" Tanya temannya yang kini sedang menyalin tugas temannya yang lain.

"Udah, dong. Gue kan pinter. Emang elo?" Ejek Maudy kepada temannya itu.

Temannya --yang ia tahu namanya adalah Putra-- memutar bola matanya malas.

"Masih pinteran gue daripada lo!" Ujar seseorang dengan suara yang familiar.

Maudy yang sedari tadi fokus dengan HP-nya, mendongakkan kepalanya. Matanya tak sengaja bertemu dengan orang yang sedang menatapnya itu.

Sesaat ia pun tersadar, "Apaan sih, lo? Dateng-dateng langsung ngomong kaya gitu." Maudy mencebikkan bibirnya sebal.

Ray pun menaruh tasnya dan duduk di kursinya yang bersebelahan dengan Maudy.

"Put, sekarang tugasnya apa aja?" Tanya Ray kepada Putra.

"Lo belom ngerjain?!!" Teriak Putra histeris.

Ray mengedikkan bahunya, "Gue lupa apa aja tugasnya. Tapi, gue udah ngerjain semua."

"Wow," Ujar Maudy pelan. "Lo manusia apa robot, sih?" Tanya Maudy heran.

Ray pun menoleh kearah Maudy, "Lo maunya apa?"

Maudy menautkan kedua alisnya, heran.

"Whatever." Maudy pun kembali ke posisinya semula.

Kemudian, Ray mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.

Maudy tak sengaja melirik kearah Ray. Ia sempat bingung mengapa Ray mempunyai buku... Sketsa?

"Lo ngapain?" Maudy tersentak kaget karena mendengar ucapan Ray barusan.

"A-a-ahh itu, ehmm ituu," Maudy menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Itu, apa? Buku ini?" Ray mengacungkan buku sketsanya ke depan muka Maudy.

Maudy menghela napasnya, "Iyaa. Emang itu buku apaan?"

"Ya buku sketsa, lah. Lo kira buku apa?"

Maudy mendengus sebal, "Maksud gue bukan itu. Buku sketsa itu, emang buat apa?" Ada jeda sebelum Maudy melanjutkan kata-katanya. "Jangan bilang itu buat menggambar!"

"Buku ini yang bikin gue kalo mereka masih disini." Maudy mengernyit bingung.

Mereka?

Mereka siapa? Oh sebentar, kayanya gue tau siapa yang dia maksud.

"Kak Roy sama Risa." Tuh kan, bener.

"Buku ini yang dipake Kakak gue buat ngegambar wajah seseorang yang dia suka. Yaa, lo taulah siapa?" Lanjutnya.

"Itu udah masa lalu. Ngapain lo ungkit-ungkit lagi?" Maudy berusaha menegarkan seseorang yang berada di sampingnya.

"Biarin dia tenang disana. Lo do'a-in dia, dia pasti udah seneng, kok." Maudy tersenyum manis, hampir membuat Ray terpesona.

"Yaa, mungkin bener kata lo. Gue harus belajar caranya merelakan." Ray mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Gue mau ke kantin. Lo mau ikut gak?" Ray menggelengkan kepalanya.

Mulai deh, sikapnya, batin Maudy.

Maudy pun berlalu meninggalkan kelasnya.

****

Maudy sedang menyantap baksonya dengan nikmat.

"Dorr!!! " Suara itu membuat Maudy hampir tersedak baksonya. Apalagi saat itu ia sedang memakan bakso yang ukurannya cukup besar.

Me And My BrokenheartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang