Fourteen: Dimas is Fanboy

117 7 9
                                    

Maudy sedari tadi hanya diam duduk di bangku taman sambil melamun. Lamunannya buyar ketika ada seseorang yang menepuk bahunya.

"Heh! Lo ngapain disini? Gak belajar apa?" Tanya Dimas dengan raut wajah bingung. Ya, yang menepuk bahunya adalah Dimas.

Maudy mengedikkan bahunya acuh, "Freeclass." Dimas hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Terus, kenapa lo disini? Kenapa gak di kelas aja?" Dimas bertanya kembali dengan raut wajah heran.

"Males." Jawab Maudy. Singkat, padat, dan jelas.

Dimas membulatkan mulutnya membentuk huruf 'O'.

"Lo, sih, kenapa gak di kelas?" Tanya Maudy balik.

"Freeclass, juga. Kayaknya semua guru pada rapat ngomongin soal perkemahan." Jelas Dimas dengan datar.

"Dalam rangka apa, sih, perkemahannya?"

"Disini emang udah jadi kegiatan Tahunan, Dy." Maudy mengangguk-anggukkan kepalanya dan mulutnya yang membulat membentuk huruf 'O'.

"Kak!" Dimas mengangkat sebelah alisnya.

"Lo pernah suka sama cewek?" Tiba-tiba, Maudy bertanya seperti itu kepada Dimas.

Dimas menganggukkan kepalanya, "Pernah. Kenapa emang?" Tanya Dimas bingung.

"Gak, gue cuma nanya doang, kok." 

Setelah itu, yang terjadi hanya keheningan.

"Lo suka Ray?" Tanya Dimas tiba-tiba.

"Hah?! Lo bilang apa barusan, kak?" Tanya Maudy gelagapan. Ia kaget tiba-tiba ditanya seperti itu. Makanya, ia jadi gelagapan seperti itu.

"Lo suka Ray?" Dimas mengulang pertanyaannya kembali.

"Gue nggak tau." Maudy pun menoleh kearah Dimas. "Kenapa lo nanya kayak gitu, kak?"

"Karena, kalo gue liat, cara lo natap ke Ray itu beda dari yang lain" Sahut Dimas. Ia tahu kalau Maudy memang sudah mulai menukai Ray, namun ia hanya memancingnya dengan pertanyaan-pertanyaan menjebak.

"Lo jangan bilang siapa-siapa, ya?" Dimas menganggukkan kepalanya. 

Maudy menghela napasnya pelan, "Lo bener, kak. Gue suka dia, tapi gue gak tau kapan gue sukanya. Kalo ada di dekat dia, kadang gue suka ngerasa aneh sama diri sendiri."

"Aneh gimana?" Tanya Dimas heran.

"Ya... kayak gitu-lah. You know, lah."

"Iya-iya. Gue saranin nih, ya, kalau lo suka sama orang lo harus gerak cepat sebelum dia diambil sama orang lain." Setelah Dimas berkata begitu, Maudy pun langsung menundukkan kepalanya.

Dimas pun tersenyum licik. Tapi, karena Maudy menunduk, ia tidak melihatnya.

Maudy pun menengadahkan kepalanya dan menatap langit yang terik ini. Dimas buru-buru mengganti mimik wajahnya kembali seperti awal.

"Seharian ini, gue dinasihati terus soal kayak gini." Dimas mengangkat sebelah alisnya menatap Maudy bingung. Maudy hanya tersenyum kecil, "Iya, kayak gini. Soal cowok lagi, cowok lagi. Gue sampai capek dengernya."

Dimas hanya terkekeh pelan.

"Kenapa lo ketawa?" Maudy mengernyitkan dahinya menatap Dimas, bingung.

"Lucu aja, orang kayak lo ternyata bisa galau juga." Dimas pun terkekeh kembali.

"Galau? Gue nggak galau." Elak Maudy.

"Yeh, ngelak aja terus sampai Lisa jadi pacar gue." Dimas memutar bola matanya malas.

"Lisa? Lisa siapa?" Maudy mengernyit heran. Pasalnya, Lisa yang berada di sekolahnya adalah anak yang berkacamata tebal, suka dikepang dua.

Me And My BrokenheartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang