Still Same

3.7K 88 0
                                    

Ardo mematung di depan rumahnya, hujan memang turun sedari tadi namun cowok itu tetap tak beranjak dari tempat ia berdiri.

Entah mengapa hujan yang turun tidak mengenai tubuhnya lagi padahal disekelilingnya hujan tampak turun, ia menatap ke atas—melihat sebuah payung. Pandangannya lurus ke depan sebelum ia memutar tubuhnya, yang ia lihat Erika tengah memayunginya.

Erika tersenyum tulus sekali, rasanya Ardo ingin menangis melihat senyuman yang terpancar di wajah Erika.

"Seberapapun gue mencoba untuk membenci lo, gue gak akan pernah bisa buat ngelakuin itu." Ujar Erika sambil terus memayungi Ardo dan dirinya.

Ardo terdiam seribu bahasa, kedua tangannya beralih memeluk Erika, Erika tentu saja membalas pelukan Ardo hingga payung yang ia pegang kedua-duanya terlepas begitu saja.

Erika merasakah bahwa tubuh cowok itu teramat basah. Ardo tersenyum kikuk setelah ia memeluk Erika. cewek yang ada dihadapannya ini memungut kembali payung miliknya dan Ardo memungut juga payung yang satu lagi.

"Masuk ke rumah gue, yuk. Ada bibi, kok." Ucap Ardo, dengan jantung yang berdebar Erika mengangguk. Mereka beriringan masuk ke dalam rumah.

"Bi, tolong buatin susu panas dua, ya." Bi Weni mengangguk kecil, ia berjalan ke arah dapur dengan tergesa-gesa.

"Lo duduk disini, ya, gue mau ganti baju dan ngambil handuk buat lo." Sebelum beranjak, Ardo menyempatkan diri untuk mengacak rambut Erika, Erika tersenyum kikuk sembari mengangguk mengerti.

Bi weni datang dengan nampan berisi dua gelas susu panas, ia meletakkannya di meja dan tersenyum ke arah Erika.

Beberapa menit kemudian Ardo turun sambil membawa handuk berwarna abu-abu di tangan kirinya, cowok itu memasangkannya ke tubuh Erika, sontak saja Erika salah tingkah mendapati perlakuan seperti itu. Dengan gesit Erika mengambil minuman yang masih panas untuk menghilangkan rasa groginya.

"Awh, panas banget." Rintihnya, cewek itu menjulurkan lidahnya, akibat salah tingkah berakhir tragis.

"Hati-hati, dong." Peringat Ardo pada Erika, Erika tersenyum getir. "Kalo hujan udah reda, gue anter lo pulang." Titah Ardo.

Dari pancaran wajah Ardo, Erika yakin bahwa cowok itu ingin bicara kepadanya tetapi lidahnya begitu kelu.

"Kenapa, Do?" Tanya Erika heran, jujur, sebenarnya Erika canggung berada di dekat Ardo setelah kejadian tadi siang. Tapi apa boleh buat ia tidak boleh terus-terusan seperti itu.

"Hm—anu." Ardo menggaruk tengkuknya, "Ma-aaf, yaa." Katanya lagi.

"Buat?"

"Karena gue ada salah sama lo."

"Pasti ada alasannya kenapa lo minta maaf sama gue."

Ardo tertunduk lesu, "Gue minta maaf udah gak jujur sama lo, gue minta maaf pernah ngelakuin hal gila dan bikin lo marah, sekali lagi gue minta maaf.

"Sakit mengetahui bahwa penilain gue terhadap lo gak sesuai sama ekspektasi gue. Well, every people has some problems. Gue juga, tapi apa yang lo lakuin itu udah ngelewatin batas."

"Iya, Rik. Gue ngaku salah. Tapi gue gak ada niatan buat ngelakuin hal gila kayak gitu, gue dijebak sama cewek yang suka sama gue, Frisella."

"Lo pasrah gitu aja saat dijebak? Otak lo dimana?" Ucap Erika tegas.

Ardo meringis, "Terus gue harus gimana?"

"I don't know." Ucap Erika acuh, "Rik, lo percaya kan sama gue?"

Erika tampak enggan untuk menjawab, "Ii-ya, gue perca-ya." Meski sulit untuk diucapkan, ia tetap melakukannya. Untuk menjalani sebuah hubungan harus saling percaya satu sama lain.

RETISALYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang