Perempuan itu

7.1K 179 2
                                    

Ana baik, Ana pintar, Ana kebanggaan guru. Lantas Geo apa? Geo hanya sebatas virus yang mesti dijauhi. Tapi...

Bukannya virus memiliki kegunaan yang sangat bermanfaat, bukan?

Geo ingin menjadi virusnya Ana.

"Geo, ini papa,"

"Mama meninggal, Nak."

***

Kali ini Geo benar-benar kehilangan akal, ia tak habis pikir kenapa Tuhan bisa memperlakukannya dengan tidak adil, kenapa dia harus kehilangan mamanya? Kenapa harus sekarang? Kenapa?

"Geo, sini, papa mau ngomong." ucap papa sangat mereka sudah sampai di rumah, Geo mengangguk pasrah tidak melawan.

Mereka berdua berdiri didekat pintu rumah, hening sesaat sesampai segukan itu terdengar.

Geo memukul dada bidang milik papanya, "Papa jahat, papa udah membuat mama menderita." Gaza terdiam memandang anaknya lekat, memang dia merasa bersalah, bahkan sangat.

"Maafin papa, Nak."

"Baru sekarang papa minta maaf?! Setelah apa yang papa lakuin?!"

Geo meninggalkan Gaza yang masih terdiam dengan perasaan kecewa. Ia sayang mamanya, tapi..

Geo memarkir mobilnya didepan Cafe D'pakar, cafe yang mama, papa dan dirinya sering berkunjung kesini, cafe tempat berkumpulnya para insan, keluarga, setelah letih bekerja, letih bersekolah.

Dengan kasar Geo dorong pintu cafe itu, dan melihat sekeliling, Geo mendapati Ana, sedang duduk sendirian dipojok kiri. Arah mata Geo memandang gerak gerik Ana yang tampak biasa-biasa saja, lantas ia menghampiri Ana.

Merasa ada seseorang yang mendekat, Ana mendongak mendapati ada Geo didepannya. Apa? Apa Ana membuat masalah dengan Geo? Ana rasa tidak.

Dengan kikuk, Ana tersenyum walaupun terpaksa, "Lo ngapain kesini?" tanya Ana basa-basi.

Geo duduk dihadapan Ana dan membenamkan wajahnya di lengannya, Ana menatap Geo yang sedang membenamkan wajahnya. Geo kenapa?

Ana tau, raja dari segala keburukan ini tidak mungkin tidak punya masalah. Tapi masalah yang membuat cowok ini sampai ngedown ini apa? Dan kenapa? Belum pernah Ana mendapati Geo menjadi selemas dan sefrustasi ini, Geo biasanya cuek, tidak peduli, semua orang tau dia bagaimana.

Ana memberanikan diri mengelus rambut Geo, meski ragu. "Lo gapapa, kan?"

Geo masih tidak menggubris pertanyaan Ana.

Ana menghela nafas, "Gue pesenin kopi panas ya? Lo tunggu sini." Ana beranjak dari tempat ia duduk–dan kembali lagi duduk ketempatnya yang semula–Ana masih mendapati Geo seperti tadi.

"Yo, jangan gitu ih, lo kayak bosan hidup aja." komentar Ana, kali ini pun Geo belum merespon. Hening sesaat.

"Emang," katanya.

"Eh?"

"Lo jangan berbuat macem-macem ya." balas Ana seperti mengancam.

"Masalah apa? Diputusi cewek lo ya? Atau gara-gara gak dikasih uang jajan." tanya Ana lagi. Kali ini Geo mendongak dan menatap Ana lama.

RETISALYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang